
DENPASAR, BALIPOST.com – Usulan pembangunan kasino di Bali pernah mencuat kembali belum lama ini. Namun, hal tersebut ditolak tegas Gubernur Bali, Wayan Koster, meski pun diimingi pendapatan daerah Rp100 triliun.
Menurutnya, kasino tidak mencerminkan pariwisata Bali berbasis budaya. Sehingga, apabila kasino dibangun maka pariwisata budaya Bali yang akan menjadi taruhannya ke depan.
“Saya diimingi-imingi kalau ada kasino di Bali langsung dapat Rp100 triliun pak. Angkanya memang Rp100 triliun tetapi sekali kita salah langkah mengerus budaya Bali, meninggalkan basis kita budaya untuk pariwisata kita bisa kehilangan lebih dari 100 triliun dan akan mengancam masa depan Bali. Jangan ikut-ikut di sana ada kasino di sini juga ada kasino,” ungkap Koster.
Ia mengatakan pembangunan kasino mempertaruhkan masa depan Bali. “Taruhan masa depan Bali ini adalah pada pariwisata yang kita di Bali berbasis budaya. Jadi karena itu Bali harus kokoh, kukuh, prinsipil, jangan kena mudah kena rayu bikin ini lah bikin itu lah jangan, kita bertahan saja pada budaya. Karena tidak ada saingannya soal budaya, jangan pula ada pikiran bikin kasino di Bali,” ujarnya di sela-sela pengarahannya dalam rangka Pelaksanaan Perda 2 Tahun 2025 tentang Perubahan Perda 6 Tahun 2023 tentang Pungutan Bagi Wisatawan Asing (PWA) untuk Pelindungan Kebudayaan Lingkungan Alam Bali, di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Bali, Jumat (15/8).
Koster menegaskan bahwa apabila kasino dibangun di Bali maka Bali akan ikut bersaing dengan negara lain soal kasino. Bahkan ia mengaku sempat mendapatkan tawaran untuk membangun kasino di Bali.
Menurut Koster, pariwisata berbasis budaya satu-satunya hanya ada di dunia. Yaitu di Bali. Sehingga, Bali terus menjadi pemenang dalam hal pariwisata dunia. Sehingg, ke depan Bali tidak boleh goyah dengan berbagai hal kecuali memajukan pariwisata budaya.
Koster mengatakan rencana pembangunan kasino ini sama halnya seperti keinginan adanya sirkuit di Pulau Dewata seperti di Lombok. Di mana, sirkuit tersebut sudah sangat jelas tidak dapat dilakukan sebab tanah di Bali sedikit. Sedangkan untuk membangun sirkuit membutuhkan lahan yang sangat luas. (Ketut Winata/balipost)