
dbpaDENPASAR, BALIPOST.com – Dampak jebolnya jalan di depan Pasar Bajera Tabanan dan kecelakaan Kapal Motor Penumpang (KMP) Tunu Pratama Jaya menjadi penanda rentannya jalur transportasi Jawa-Bali.
Selain menelan korban jiwa, secara ekonomi terjadi kerugian yang cukup signifikan.
Perlu segera dilakukan langkah antisipasi agar jika terjadi kejadian serupa tidak berdampak besar bagi Bali.
Jebolnya jalan di Bajera memaksa banyak kendaraan angkutan barang bertonase besar melintasi jalur alternatif.
Kecelakaan akibat truk tronton pengangkut semen yang mengalami rem blong di Banjar Bangklet Kayubihi Bangli menelan empat korban jiwa.
Banyak lagi terjadi kecelakaan. Ini belum termasuk kerugian akibat rusaknya jalan-jalan desa yang dijadikan jalur alternatif.
Sementara, tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya membuat pihak Kementerian Perhubungan melakukan evaluasi kelaikan kapal yang beroperasi.
Banyak yang ternyata mengalami masalah dan ketika dilakukan penundaan belasan kapal yang dapat melayari Selat Bali, penyeberangan lumpuh, antrean panjang terjadi.
Atas kondisi ini, Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Provinsi Bali, I Made Rai Ridartha menyarankan untuk jangka panjangnya pembangunan jalan tol Gilimanuk-Mengwi segera direalisasikan.
Hal ini setidaknya akan dapat mengurangi beban lalu lintas di lintasan tol tersebut. Meskipun persoalan tetap masih akan terjadi di wilayah setelahnya, terutama dari Mengwi ke arah timur pulau Bali yang harus melewati Denpasar.
Kemacetan pasti akan terjadi dan mungkin saja lebih parah jika tidak dilakukan kolaborasi berupa perbaikan persimpangan pada lintasan utama tersebut.
“Untuk selanjutnya kita tidak dapat terus-terusan melakukan pembangunan infrastruktur untuk menyediakan ruang bagi kendaraan berdimensi besar. Selain karena keterbatasan ruang juga membutuhkan pembiayaan yang besar. Tentu perlu juga dibarengi dengan pengaturan melalui traffic demand management, yaitu mengurangi volume kendaraan yang ada dijalan,” sarannya.
Ia mengatakan untuk distribusi logistik eksternal-eksternal dapat tetap memanfaatkan tol laut secara optimal. Untuk distribusi internal dan eksternal-internal dapat dilakukan dengan membangun terminal barang (stop over) untuk membagi distribusi barang yang dibutuhkan di internal.
Menurutnya, hal ini akan sangat banyak membantu beban lalu lintas di areal perkotaan yang sudah sangat padat. “Tentu sebagai tambahannya adalah harus juga dibarengi dengan pembangunan dan peningkatan layanan transportasi publik yang berkualitas,” tandasnya.
Terkait kondisi jalan di Bali, Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, dan Kawasan Permukiman (PUPRKIM) Provinsi Bali, Nusakti Yasa Wedha mengungkapkan bahwa jalan di Bali sudah direncanakan sesuai klasifikasi dan fungsinya. Sehingga, perkerasan jalan didesain dan dilaksanakan pembangunannya sesuai klas jalan untuk memenuhi fungsinya pelayanan yang dibebankan.
“Memperhatikan kejadian di ruas jalan nasional Antosari – Megati di Bajera km 38+725, memang sudah sangat diperlukan adanya jalan-jalan alternatif lainnya, seperti jalan tol dan diperlukan peningkatan beberapa ruas-ruas jalan provinsi, kabupaten yang dapat dijadikan alternatif ruas ketika terjadi bencana,” ujar Nusakti, Jumat (18/7).
Diungkapkan, saat ini Bali memiliki ruas jalan provinsi sepanjang 805,35 Km. Di mana, 81,16 persen dalam kondisi kemantapan atau baik. Artinya, masih ada 18,84 persen dalam kondisi tidak baik (rusak).
Sehingga perlu dilakukan perbaikan. Untuk itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali menambah alokasi anggaran untuk perbaikan jalan rusak tersebut pada anggaran perubahan tahun 2025. Penambahan dana tersebut mencapai Rp99,2 miliar, sehingga total anggaran menjadi Rp571,2 miliar. (Ketut Winata/balipost)