Pedagang sedang melayani pembeli di Pasar Badung, Denpasar. (BP/Dokumen)

DENPASAR, BALIPOST.com – Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, R. Erwin Soeriaatmadja, menyampaikan bahwa inflasi Bali secara bulanan (Juni 2025) tercatat sebesar 0,44% (mtm), lebih tinggi dari angka nasional (0,19% mtm).

Penyumbang utamanya adalah komoditas hortikultura seperti cabai rawit dan tomat. Secara tahunan, inflasi Bali berada pada angka 2,94% (yoy), masih dalam sasaran inflasi nasional (2,5 ±1%), namun tetap memiliki potensi risiko ke depan yang perlu diantisipasi.

Baca juga:  Antisipasi Lonjakan Angkutan Nataru, Pos Pantau Dibuka di 5 Lokasi Ini

“Salah satu risiko utama ke depan adalah kelancaran distribusi, terutama terkait kondisi infrastruktur. Selain itu, kenaikan biaya pendidikan, harga emas, dan faktor cuaca juga menjadi perhatian,” ungkapnya, Rabu (16/7).

Meski demikian, menurut BI, terdapat juga sisi positif atau downside risk yang dapat membantu menahan tekanan inflasi, seperti panen bawang merah di NTB dan Bali, serta penyaluran Minyakita dan beras SPHP oleh pemerintah.

Baca juga:  Kreatif, Petani Ini Manfaatkan Tanah Marginal hingga Olah Hasil Panen

Terkait hal ini, Sekda Bali Dewa Made Indra menegaskan bahwa upaya pengendalian inflasi memerlukan kerja sama lintas sektor dan tidak dapat dilakukan secara parsial atau sektoral. Ia mengimbau seluruh pemangku kepentingan untuk tetap waspada, namun tetap menjaga optimisme dalam menghadapi dinamika perekonomian.

Terkait kenaikan inflasi yang terjadi ini, diharapkan angka inflasi di Bali setidaknya dapat setara, atau bahkan lebih rendah dibandingkan rata-rata inflasi nasional.

Baca juga:  Ini, 7 Pecahan Uang Rupiah Kertas Baru

“Pengendalian inflasi membutuhkan kerja keras kita semua. Kuncinya terletak pada sinergi. Jalan boleh rusak, tetapi sistem dan kerja kita tidak boleh berhenti. Kita buktikan bahwa Bali tetap mampu menjaga stabilitas distribusi dan harga melalui kerja sama,” pungkasnya. (Ketut Winata/balipost)

BAGIKAN