
MANGUPURA, BALIPOST.com – Desa Adat Pecatu, Kuta Selatan, kembali menggelar Karya Manusa Pitra Puja “Bhaktining Suputra” yang meliputi upacara ngaben pranawa utama, baligia, punggel, ngangkid dan mapandes kinembulan. Upacara yang sekaligus menjaga adat dan budaya ini di-puput oleh Ida Pedanda Mpu Nabe Jaya Acharya Nanda dari Griya Serongga, Gianyar.
Bendesa Adat Pecatu, I Made Sumerta, menyampaikan bahwa pelaksanaan karya ini merupakan program rutin yang sudah berjalan sejak tahun 2013 dan dilaksanakan setiap tiga tahun sekali. “Kegiatan ini merupakan program dari Desa Adat Pecatu bekerja sama dengan LPD Desa Adat Pecatu dengan tujuan untuk meringankan beban krama-nya tatkala melaksanakan karya nyekah dan karya manusa yadnya,” ungkapnya.
Ia juga menambahkan, total biaya yang dikeluarkan untuk pelaksanaan karya kali ini mencapai sekitar Rp3,5 miliar. Dana tersebut berasal dari swadaya krama, dukungan LPD Desa Adat Pecatu, dan alokasi dana dari Desa Adat Pecatu sendiri. Pelaksanaan yadnya massal ini menjadi wujud nyata semangat gotong royong dan solidaritas antarwarga desa, sekaligus pelestarian nilai-nilai budaya Bali.
Hadir dalam kegiatan tersebut, Bupati Badung I Wayan Adi Arnawa, yang sekaligus memberikan apresiasi yang tinggi atas penyelenggaraan karya tersebut. Ia merasa bersyukur bisa menyaksikan langsung prosesi upacara besar ini. “Saya berbahagia bisa hadir menyaksikan langsung karya manusa pitra puja bhaktining suputra ini. Terima kasih Jero Bendesa Adat Pecatu dan krama yang sudah membuat program-program positif karya manusa yadnya yang sudah dilakukan bersama-sama dan secara tidak langsung memberikan dampak yang luar biasa dalam hal meringankan krama dari segi biaya dan pelaksanaanya,” ujarnya.
Ia pun mengajak seluruh krama Desa Adat Pecatu untuk terus menjaga kebersamaan dan kekompakan dalam melaksanakan yadnya. “Saya berpesan kepada krama Desa Adat Pecatu agar selalu bersatu dan kegiatan karya manusa pitra puja bhaktining suputra dan semoga bisa dilaksanakan terus menerus sesuai apa yang disampaikan Jero Bendesa Adat Pecatu yaitu setiap tiga tahun sekali,” tambahnya.
Karya bhaktining suputra ini bukan hanya menjadi momentum sakral bagi masyarakat Pecatu, namun juga mencerminkan komitmen desa dalam menjaga warisan budaya dan mendukung krama dalam pelaksanaan kewajiban adat dan agama. (Parwata/balipost)