
DENPASAR, BALIPOST.com – Kota Denpasar menampilkan kesenian dramatari klasik Gambuh pada rekasadana (pagelaran) Pesta Kesenian Bali (PKB), Sabtu (28/6) di Panggung Ratna Kanda. Kesenian klasik gambuh berlakon Diah Santun tersebut melibatkan 25 orang seniman yang tergabung dalam Paguyuban Seniman Kota Denpasar.
Pembina Tari Gambuh AA. Made Anom Wira Kusuma menuturkan, musik gambuh style Pedungan itu diiringi lakon dramatari Diah Santun. Cerita Diah Santun merupakan cerita Panji Malat dari Pulau Jawa.
Dalam cerita itu, Diah Santun berupaya menyelamatkan kerajaannya karena diserang Wiraksanegara.
Wiraksanegara menyerang karena lamarannya ditolak oleh ayah Diah Santun, Prabu Dwipanegari. Hal itu membuat Wiraksanegara marah dan ingin menyerang kerajaan Prabu Dwipanegari.
Dalam penyerangan itu Prabu Dwipanegari gugur. Tak puas dengan hal itu, Wiraksanegara juga membunuh seluruh keluarga Prabu termasuk istri.
Namun Diah Santun berhasil menyelamatkan diri karena ilmu yang dimohon ke Dewi Durga. Ilmu tersebut juga yang digunakan Diah Santun untuk menghancurkan kerajaan Wiraksanegara akibat wabah yang ditimbulkan.
Lakon drama tari diawali dengan kemunculan Diah Santun yang mengutarakan isi hatinya pada ibunya. Diiringi sendunya suara gambuh membuat pennonton terhanyut dengan lakon cerita, terutama ketika scene perkelahian antara Wiraksanegara dan Prabu Dwipanegari dimulai.
Wiraksanegara sebagai seorang raja dengan kekayaan melimpah membuatnya angkuh. Sifat ego, mudah marah dan tersinggung dengan penolakan lamaran dari Prabu Dwipanegari itulau merupakan awal mula kehancuran dua kerajaan.
“Dari pementasan ini, kami ingin menggugah penonton, agar sifat-sifat ego dapat dikendalikan,” ujarnya.
Para pelakon drama yang terpaut usia cukup jauh yaitu dari usia 19 tahun sampai 58 tahun tak menjadi halangan bagi penari mendalami karakter tokoh yang dibawakan. Gambuh Pedungan sendiri memiliki ciri khas pada gending (musik gambuh) dan pola lantai (struktur pertunjukan). Kekhasan ini yang ingin ditampilkan pada PKB 2025 ini.
Konsultan Seni Kota Denpasar Wayan Butu Antara bersama Kadisbud Denpasar Raka Purwantara menyampaikan, lewat kesenian klasik gambuh, ia berharap masyarakat dapat hidup harmonis. Dualisme Dharma dengan Adharma yang tergambar jelas pada lakon cerita Panji Malat yaitu Diah Santun diharapkan dapat ditangkap oleh penonton dengan bijak. “Ketika di akhir cerita Diah Santun, Dharma dan Adharma melebur menjadi satu sehingga terwujud kehidupan yang harmonis,” ujarnya.
Gambuh adalah seni pertunjukan yang ditonton oleh masyarakat terutama saat ini pengunjung PKB, mengandung nilai tontonan yaitu berupa tuntunan. “Tuntunan itu diresapi oleh penari itu sendiri, kedua menuntun penonton untuk menjaga hidup harmonis sehingga mana yang cocok diterapkan, mana yang tidak sehingga ini merupakan salah satu bentuk ajaran Wiweka, mampu memilah setelah menonton, mampu memilih yang dianggap benar sesuai ajaran agama dan digunakan dalam kehidupan bermasyarakat,” ujarnya. (Citta Maya/balipost)