Kumpulan musisi Indonesia peduli krisis iklim yang tergabung dalam komunitas The Indonesian Climate Communications, Arts & Music Lab (Iklim) membantu pemerintah mencapai nol emisi karbon dengan lagu-lagu yang dihasilkannya. (BP/Antara)

DENPASAR, BALIPOST.com – Kumpulan musisi Indonesia peduli krisis iklim yang tergabung dalam komunitas The Indonesian Climate Communications, Arts & Music Lab (Iklim) membantu pemerintah mencapai nol emisi karbon dengan lagu-lagu yang dihasilkannya.

Gede Robi ‘Navicula’ sebagai salah satu pendiri Iklim di Denpasar, Jumat (27/6) menyebut tahun ini ada 15 musisi dan grup nasional-daerah yang ikut dalam lokakarya yang mengaitkan isu sosial lingkungan dengan musik.

Mereka seperti Kunto Aji, Reality Club, Teddy Adhitya, Sukatani, Chicco Jerikho, Ave The Artist, Bunyi Waktu Luang, Egi Virgiawan, Majelis Lidah Berduri, Manja, Peach, Scaller, The Brandals, The Melting Minds, dan Usman and The Black Stones.

“Ini termasuk membantu pemerintah mencapai nol emisi karbon, karena suhu bumi meningkat cepat sebelum jadi parah krisis iklim mari kita membantu Indonesia,” kata Gede Robi dikutip dari Kantor Berita Antara.

Vokalis grup band asal Bali itu meyakini musik memiliki kekuatan besar dalam menyampaikan keresahan di bidang sosial lingkungan yang akhirnya meresap ke pikiran para pendengarnya.

Baca juga:  Pj Gubernur Ajak Masyarakat Bali Sukseskan KTT AIS Forum 2023

“Sebenarnya kan ini kerja kolektif masyarakat dalam pelestarian lingkungan, ini bentuk kepedulian, partisipasi publik, murni masyarakat yang ingin membantu pemerintah untuk mewujudkan pelestarian lingkungan menciptakan keberlanjutan,” ujarnya.

Sebelum melahirkan karya yang mengangkat topik sosial lingkungan, ke-15 musisi ini selama lima hari menjalani lokakarya di Ubud. Mereka dicekoki beragam data dan isu lingkungan yang mendesak.

Gede Robi menyebut beberapa di antaranya seperti ancaman terhadap kawasan Raja Ampat yang memicu gerakan #SaveRajaAmpat, ekspansi pertambangan nikel di Morowali, deforestasi, hingga ketergantungan Indonesia terhadap batu bara yang masih tinggi.

Selama sembilan jam setiap harinya para musisi nasional dan daerah yang terpilih di tahun ketiga lokakarya ini berdiskusi hingga akhirnya nanti dapat melahirkan karya musik terkait isu yang diminati.

Baca juga:  Investasi Terus Mengalir Pengusaha Lokal Justru Tersingkir

Gede Robi mengatakan ke-15 musisi ini masuk dalam daftar antrian, sebab tiap tahunnya banyak musisi yang ingin bergabung, dan tahun ini tim memilih mereka yang memiliki ketertarikan dengan isu sosial lingkungan serta beberapa sudah memiliki penggemar besar.

Tujuannya, agar lagu yang mereka ciptakan nanti lebih banyak didengar dan menjadi motivasi dalam pelestarian lingkungan yang berujung tercapainya misi Indonesia nol emisi pada 2060.

“Belum pernah kami mengukur seberapa besar musik, tapi dari dulu yang paling gampang mengumpulkan orang itu kan musik dan sepak bola, musik itu juga seperti soundtrack kehidupan, memberi peran untuk merawat rasa, rasa peduli pada generasi mendatang,” kata Gede Robi.

Solois Kunto Aji bercerita betapa terkejutnya ia mendapat pemaparan materi selama lima hari, dimana masih banyak persoalan lingkungan yang belum ia ketahui sekali pun banyak membaca.

Kunto Aji mengaku masih bingung isu apa yang akan ia pilih dalam karyanya, namun yang dipastikan kepeduliannya terhadap lingkungan tidak akan berhenti di lagu.

Baca juga:  Perlu Uang untuk Anak, Sopir Asal NTT Mencuri

“Kami bicara isu penting soal keberlanjutan, saya ingin bahas isu ini (dalam karya) tapi harus ada ilmu alasan jelas dan ini kesempatan mahal yang bisa saya dapatkan, tapi mau nulis apa saya bingung karena banyak yang penting perlu disuarakan,” kata dia.

Vokalis Reality Club Fathia Izzati juga sama, bahkan semangat mereka mengarahkan rencana untuk memasukkan beberapa isu dalam lagu.

Yang menjadi tantangan mereka justru bagaimana menularkan semangat melestarikan lingkungan ini kepada penggemar nantinya, mengingat mereka lebih dikenal dengan grup yang menelurkan lagu-lagu tentang kisah cinta.

“Kami juga sering bersuara tapi sebagai band belum pernah, jadi itu tantangannya, membawa fanbase kami menyuarakan isu ini dengan bahasa yang bisa diterima juga oleh mereka,” ujarnya. (kmb/balipost)

BAGIKAN