
TABANAN, BALIPOST.com – Diterpa berbagai isu negatif terkait pengelolaan lembaga pengasuhan anak, Yayasan Gayatri Widya Mandala angkat bicara.
Ketua Yayasan, Wiwin Sri Pujiastuti, menyampaikan klarifikasi sekaligus membantah tudingan miring yang beredar belakangan ini.
Ia menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah berniat melakukan kesalahan dan siap melakukan perbaikan demi kenyamanan serta hak-hak anak yang diasuh.
“Jika ada kekeliruan, kami selalu meminta bimbingan dan akan kami perbaiki. Tidak ada niat sedikit pun untuk berbuat hal yang tidak baik dengan anak asuh,” tegas Wiwin, saat ditemui di lingkungan yayasan, Kamis (26/6).
Saat ini, yayasannya menaungi 23 anak, termasuk 8 bayi. Bayi-bayi tersebut mendapatkan pengasuhan intensif dengan sistem pengampu terjadwal —tiga pengasuh di siang hari dan tiga lainnya bertugas pada malam hari.
Yayasan ini memiliki dua unit layanan utama, yakni panti asuhan dan layanan day care. Bahkan, tengah berencana merintis lembaga pendidikan PAUD untuk anak usia 0–6 tahun.
Saat ini, layanan day care mereka telah menampung 40 anak, sebagian besar merupakan titipan dari orangtua yang bekerja, dan sebagian lagi merupakan anak asuh yayasan.
“Kegiatan pembelajaran dimulai sejak 2019 secara gratis. Sempat vakum selama pandemi dan kembali aktif sejak 2022. Kami ingin menciptakan model pengasuhan dan pendidikan yang mandiri, dengan sebagian hasil dari day care digunakan untuk mendukung operasional panti,” tambah Wiwin.
Dalam keseharian, pengasuhan anak dilakukan oleh para pengurus, dibantu dua ibu asuh yang menangani 15 anak, termasuk bertanggung jawab terhadap bayi-bayi yang ada.
Terkait isu ijazah anak-anak asuh, pihak yayasan menjelaskan bahwa ijazah itu adalah milik anak yang keluar dari yayasan dan tidak diambil.
“Kalau masuk baik baik tentunya keluar juga harus baik baik, dan tidak ada maksud kami menahan ijazah mereka, karena ijasah itu sebelumnya digunakan untuk mencari sekolah dan keperluan sekolah lainnya,” jelasnya.
Menurut Wiwin, peraturan dan disiplin yang diberlakukan di panti tidak serta-merta diterima dengan baik, terutama oleh anak-anak remaja. “Kami punya standar disiplin yang cukup ketat, namun tetap dalam koridor pembinaan. Pelanggaran seperti pacaran, berbohong, hingga mencuri termasuk yang kami tindak tegas, agar tidak berdampak pada anak-anak lain,” ungkapnya.
Salah satu kasus yang sempat mencuat adalah mengenai seorang anak asuh yang duduk di bangku SMK dan diketahui bekerja di warung bakso. Pihak yayasan menegaskan, tidak pernah menyuruh anak asuhnya bekerja.
Ia mengatakan kejadian itu sudah setahun lalu, Juni 2024. Soal jual bakso, anak itu yang melamar dan bertugas membuat minuman. Ia mengaku yayasan pun mengajarkan anak tersebut berbagi melalui donasi kepada adik-adiknya di panti. “Namun itu bukan paksaan. Anak itu sendiri yang ingin berdonasi, dan itu hanya dua kali dilakukan,” tambahnya.
Anak itu akhirnya dikeluarkan dari yayasan pada November 2024 karena mengulangi kesalahan yang sama. “Anak ini sudah beberapa kali melanggar peraturan, tidak menjalankan piket, menumpuk cucian, dan bahkan menyalahgunakan HP. Kami sudah memanggil keluarganya, namun tidak berhasil dibina, akhirnya dikembalikan ke bibinya,” jelas Wiwin.
Terkait insiden keracunan makanan yang terjadi pada April 2024, Wiwin menyebut hal itu bukan disebabkan oleh makanan kedaluwarsa. “Itu akibat nasi dan makanan ringan yang dibagikan oleh donatur saat itu, dan langsung kami tangani. Saat itu ada 9 anak dibawa ke UGD, 5 di antaranya sempat opname,” katanya. (Puspawati/balipost)