
TABANAN, BALIPOST.com – Komisi IV DPRD Kabupaten Tabanan turun langsung ke lapangan menindaklanjuti laporan masyarakat dan informasi viral di media sosial terkait dugaan eksploitasi anak di salah satu panti asuhan di wilayah Tabanan, Rabu (25/6).
Meski masih minim infomrasi karena pemilik yayasan tidak ada di lokasi, namun sejumlah temuan telah menjadi catatan, mulai dari dugaan pelanggaran standar pelayanan, makanan kedaluwarsa, hingga ijazah anak yang ditahan pihak panti.
Ketua Komisi IV DPRD Tabanan, I Gusti Komang Wastana usai kunjungan menjelaskan bahwa kunjungan ini merupakan bagian dari fungsi pengawasan legislatif terhadap lembaga-lembaga sosial di Tabanan. “Kami ingin mengkroscek langsung kondisi di lapangan, apakah informasi yang berkembang di masyarakat itu benar adanya. Ternyata, memang kami temukan beberapa hal yang tidak sesuai standar pelayanan panti asuhan,” tegasnya.
Dari hasil pengecekan langsung, Wastana mendapati kondisi pengasuhan di panti tersebut belum memenuhi standar yang ditetapkan Kementerian Sosial. Salah satu indikatornya adalah jumlah pengasuh yang tidak sebanding dengan jumlah anak asuh.
Jumlah anak mencapai 25 anak yang hanya diasuh oleh 3 orang pengasuh, termasuk 8 bayi dan 3 anak titipan yang diasuh 2 orang.
“Penting bagi sebuah panti untuk memenuhi syarat dasar pelayanan, termasuk ketersediaan pengasuh yang memadai, penyediaan pendidikan agama sesuai keyakinan anak, serta kondisi dapur dan tempat istirahat yang layak,” ujar Wastana.
Saat melakukan peninjauan ke area dapur dan gudang, pihaknya bahkan menemukan anak-anak yang tengah sibuk memilah makanan minuman ringan dari para donasi yang sudah kedaluwarsa. “Ini sangat memprihatinkan. Ada makanan kadaluwarsa yang seharusnya tidak layak konsumsi, mengapa baru sekarang dipilah,” tambahnya.
Tak hanya itu, ia juga menerima informasi terkait adanya ijazah anak yang ditahan oleh pengelola panti. “Ini jelas tidak dibenarkan secara hukum dan melanggar hak anak, bagaimana mereka mau mencari kerja,” tegasnya.
Sayangnya, informasi yang diperoleh belum sepenuhnya lengkap. Pasalnya, saat kunjungan dilakukan, pemilik yayasan tidak berada di tempat dengan alasan sedang mengantar bayi sakit ke RS Sanglah. Sementara rombongan dewan hanya ditemui staf administrasi yang mengaku baru bergabung selama satu bulan, sehingga tidak dapat memberikan keterangan yang jelas.
“Kami juga menilai ada kejanggalan lain. Jawaban anak-anak saat ditanya cenderung tidak bebas, seperti ada tekanan atau rasa takut. Ini harus diinvestigasi lebih lanjut,” kata Dewi Trisnayanti, anggota Komisi IV.
Sebagai tindak lanjut, Komisi IV dalam waktu dekat akan kembali menggelar rapat khusus bersama Dinas Sosial Kabupaten dan Provinsi Bali, serta Komisi Perlindungan Anak (KPA), untuk membahas langkah strategis pengawasan terhadap 19 panti asuhan yang ada di Tabanan. Fokus pengawasan akan mencakup aspek perizinan, pemenuhan standar pelayanan, dan perlindungan hak anak.
“Jika dari hasil verifikasi ditemukan pelanggaran berat, maka kita tidak akan ragu merekomendasikan pencabutan atau tidak diperpanjangnya izin operasional panti tersebut. Semua lembaga sosial harus disiplin dan menjunjung tinggi hak-hak anak,” tutup Wastana. (Puspawati/balipost)