Wisatawan berkunjung ke hutan bambu di Penglipuran, Bangli. (BP/Istimewa)

BANGLI, BALIPOST.com – Desa Adat Penglipuran kembali dianugerahi Penghargaan Kalpataru dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia. Sebelumnya penghargaan serupa pernah diterima Penglipuran 30 tahun lalu atau 1995.

Penghargaan Kalpataru Lestari yang diraih Penglipuran kali ini merupakan penghargaan tertinggi yang diberikan kepada individu atau komunitas yang sebelumnya telah menerima Kalpataru. Penghargaan ini ditujukan kepada mereka yang terus menunjukkan dedikasi dalam menjaga kelestarian lingkungan secara berkelanjutan.

Baca juga:  Siklon Lili, Masyarakat Diminta Waspada Gelombang Tinggi

Klian Adat Penglipuran I Wayan Budiarta mengatakan salah satu bukti nyata komitmen tersebut adalah konservasi hutan bambu seluas 75 hektare. Hutan ini dijaga ketat melalui aturan adat dan dianggap sebagai kawasan sakral.

Desa Penglipuran juga menerapkan sistem pengelolaan sampah berbasis rumah tangga yang disiplin. Awig-awig juga melarang keras segala aktivitas perusakan lingkungan seperti penebangan pohon liar, pencemaran sungai, dan perburuan satwa.

Baca juga:  DAS Alami Alih Fungsi, BPDAS-HL Unda Anyar Gelar Rakor

Pelanggaran terhadap hukum adat ini tidak hanya dikenai sanksi formal, tetapi juga sosial dan spiritual. Budiarta mengatakan penghargaan ini mencerminkan filosofi hidup masyarakat Bali yang menjunjung harmoni antara manusia dan alam.

Ia juga menegaskan bahwa penghargaan ini adalah penghargaan kolektif masyarakat Bali yang konsisten menjaga kearifan lokal sebagai benteng pelestarian lingkungan.

Kepala Pengelola Desa Wisata Penglipuran Wayan Sumiarsa menambahkan bahwa Kalpataru Lestari menjadi bukti bahwa desa wisata bisa berkembang tanpa merusak alam. Penglipuran memilih mempertahankan nilai adat dan keberlanjutan daripada mengejar ekspansi. (Dayu Swasrina/balipost)

Baca juga:  Bawah Laut Pesisir Lovina Masih Terjaga dari Pencemaran Sampah Plastik
BAGIKAN