Kardinal Robert Francis Prevost terpilih menjadi Paus pertama dari Amerika Serikat dengan nama Leo XIV pada masa kepausannya. (BP/Antara)

DENPASAR,BALIPOST.com – Pemilihan paus (konklaf) bukan hanya momen spiritual, tapi juga penuh intrik, sejarah panjang, dan kadang drama.

Dari yang tercepat hingga yang paling melelahkan, inilah tujuh fakta mengejutkan tentang konklaf kepausan yang menentukan pemimpin tertinggi Gereja Katolik, dilansir dari berbagai sumber:

  1. Pemilihan Paus Terlama: Hampir 3 Tahun!

Konklaf 1268–1271 dikenal sebagai yang terlama dalam sejarah. Para kardinal mengalami kebuntuan ekstrem, hingga akhirnya warga kota Viterbo mencabut atap tempat mereka berkumpul agar mereka “terpaksa” mengambil keputusan.

Baca juga:  Cari Pengganti Paus Fransiskus, Konklaf Kepausan Berlangsung 7 Mei 2025 di Vatikan

2. Makna Kata “Konklaf”

Istilah ini berasal dari bahasa Latin cum clave, artinya “dengan kunci.” Ini merujuk pada praktik mengunci para kardinal secara harfiah di dalam ruangan untuk menjauhkan mereka dari pengaruh luar.

3. Konklaf Tercepat Hanya Beberapa Jam

Tahun 1503, Paus Julius II terpilih dalam hitungan jam. Konsensus cepat ini terjadi karena ia sudah menjadi calon kuat dan populer di antara para kardinal.

Baca juga:  Citilink Buka Rute Jakarta-Penang

4. Konklaf 2025: Peserta Terbanyak Sepanjang Sejarah

Pemilihan Paus Leo XIV melibatkan 133 kardinal—angka terbanyak dalam sejarah konklaf. Logistik pun ditingkatkan, termasuk tata letak Kapel Sistina.

5. Selama Konklaf, Teknologi Total Dilarang

Tidak ada ponsel, internet, atau bahkan koran. Semua komunikasi dengan dunia luar diputus untuk menjaga kerahasiaan dan kekhusyukan pemilihan.

6. Asap Sebagai Sinyal Dunia

Hasil pemungutan suara diumumkan lewat asap: hitam berarti belum ada hasil, putih berarti Paus telah terpilih. Sistem ini digunakan sejak abad ke-19.

Baca juga:  Negara Bagian Victoria Australia Temukan Varian Baru Virus Covid-19

7. Konklaf Modern: Cepat, Tapi Tidak Sederhana

Meski umumnya berlangsung hanya 2–5 hari, proses di dalamnya sangat kompleks: koalisi, diplomasi antar negara, dan visi pastoral yang berbeda bersaing untuk menentukan arah Gereja. (Pande Paron/balipost)

BAGIKAN