itual tolak bala menyambut Tahun Baru Imlek 2574, kembali digelar secara normal, di Vihara Dharmayana, Kuta, Sabtu (21/1). (BP/edi)

MANGUPURA, BALIPOST.com – Ritual tolak bala menyambut Tahun Baru Imlek 2574, kembali digelar secara normal, di Vihara Dharmayana, Kuta, Sabtu (21/1), setelah dua tahun tidak digelar akibat pandemi Covid-19. Tentu hal ini menjadi momen yang ditunggu-tunggu. Bahkan, banyak warga dan wisatawan sengaja datang ke Kuta, untuk menyaksikan prosesi ini.

Penanggung Jawab Vihara Dharmayana Kuta, Adi Dharmaja Kusuma menyampaikan, pascadicabutnya kebijakan PPKM oleh pemerintah, pihaknya kembali melangsungkan ritual tolak bala, dengan mengelilingi Jalan di kawasan Kuta. Ritual tolak bala merupakan persembahyangan berbagi kebahagiaan kepada makhluk yang tidak beruntung. Dalam kepercayaan Hindu di Bali, ritual ini serupa dengan upacara macaru.

Baca juga:  Libur Isra Mikraj dan Imlek, Ulun Danu Beratan Dikunjungi Ribuan Wisatawan Per Hari

Melalui tolak bala ini, pihaknya meyakini, pada Tahun Baru Imlek 2574 bisa dilalui dengan penuh suka cita. Prosesi ini juga diiringi 5 barongsai dan 2 liong atau naga. Lebih lanjut dikatakan, prosesi diawali dari depan pintu vihara dengan persembahyangan. Kemudian, dilanjutkan dengan persembahyangan di masing-masing persimpangan jalan yang dilewati.

“Dari depan pintu masuk vihara, persembahyangan tolak bala dilanjutkan ke perempatan di Jalan Kalianget Blambangan Kuta, lanjut ke perempatan Kalianget-Bakung Sari, bergeser ke arah Pura Desa Adat Kuta kemudian ke perempatan Banjar Temacun dan kembali ke vihara,” bebernya.

Baca juga:  Jelang Imlek, Vihara Dharmayana Kuta Bersih-bersih Rupang

Dalam persembahyangan yang dilakukan di Vihara Dharmayana ini, akulturasi budaya antara budaya Tiongkok dan Bali sangat kental terlihat. Akulturasi budaya yang ada di Vihara Dharmayana, Leeng Gwan Bio, Kuta, telah terjadi lama, sejak berdirinya vihara pada tahun 1750. Terbukti dengan persembahyangan menggunakan canang, dan pakaian adat yang digunakan menyerap budaya Hindu Bali.

“Akulturasinya sangat kental, apalagi warga Tionghoa di sini mengambil saudara-saudara Hindu Bali, sangat banyak sekali hampir 80 persen dari 150 KK. Kita tetap melaksanakan persembahyangan pada intinya yang dibawa adalah canang, apalagi kita berada di Bali,” bebernya. (Yudi Karnaedi/balipost)

Baca juga:  Tarif Pajak Hiburan Masih Sangat Kecil, Bapenda Badung Sepakati Kenaikan
BAGIKAN