Petani sedang memetik cabai. (BP/dok)

DENPASAR, BALIPOST.com – Harga cabai acap kali menjadi penyumbang inflasi setiap tahun. Namun bertahun-tahun, kondisi ini terus berulang. Bahkan di pasar tradisional, harga cabai sudah mencapai Rp 100.000 per kilogram.

Bank Indonesia menawarkan solusi untuk mencegah persoalan ini terus berulang. Yakni hilirisasi komoditi cabai.

Kepala BI KPw Bali Trisno Nugroho mengatakan, menanggulangi kenaikan harga cabai sebagai penyebab inflasi bisa dengan hilirisasi produk cabai misalnya cabai dikeringkan atau dibuat chili saos. Namun masyarakat perlu disosialisasikan untuk bisa memakai cabai hasil hilirisasi. “Pengaruh musim hujan memang bagusnya antisipasi sebelum musim hujan,” tandasnya Selasa (21/1).

Baca juga:  Pesan Hilirisasi Budaya Mpu Tanakung

Kepala Bidang Produksi Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali I Wayan Sunartha menjelaskan, kenaikan harga cabai terjadi karena kemarau panjang yang terjadi pada 2019 membuat proses tanam diundur. Kondisi ini tidak hanya terjadi di Bali tapi juga di seluruh wilayah Indonesia.

Berdasarkan data statistik antara produksi cabai rawit di Bali dibandingkan dengan kebutuhan dikatakan masih surplus. Namun cuaca yang sangat mempengaruhi produksi membuat terjadi kelangkaan pasokan pada waktu-waktu tertentu. “Di sisi lain karena kenaikan harga terjadi secara nasional, produksi di Bali bisa saja dibawa ke luar Bali, saat harga yang ditawarkan lebih mahal. Hal itu juga menyebabkan terjadi kelangkaan barang di pasaran,” jelasnya.

Baca juga:  Jaga Stabilitas Harga, Bali Dijatah 205 Hektare Penanaman Cabai

Kata Sunartha, cold storage yang menjadi solusi untuk menyimpang komoditi pertanian tidak berlaku bagi cabai, karena cabai mudah busuk. Penyimpanan di cold storage hanya bisa bertahan maksimal 1 bulan.

Menurutnya yang bisa dilakukan untuk menanggulangi harga cabai yang tinggi adalah pengaturan pola konsumsi. Masyarakat agar mulai terbiasa untuk mengonsumsi cabai olahan. “Sebenarnya hanya persoalan mindset, karena rasa pedas yang ditawarkan oleh cabai olahan dan cabai basah sama, terutama dalam membuat bumbu. Hanya saja cabai olahan harus murni tanpa ada penambahan bahan lain,” jelasnya.

Baca juga:  Kasus Bertambah Puluhan Orang, Lebih dari 75 Persen Ada di Kabupaten Ini

Demikian juga penanaman cabai di pekarangan rumah agar terus dilakukan, untuk kebutuhan konsumsi rumah tangga. “Jika itu dilakukan, cabai segar yang ditanam di pekarangan rumah bisa dimanfaatkan untuk konsumsi langsung misalnya peneman gorengan. Sementara untuk cabai olahan digunakan untuk keperluan pelengkap bumbu. Jadi ini bisa sebagai alternatif saat harga cabai melonjak di pasaran,” imbuhnya. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *