Ilustrasi. (BP/dok)

Penumpukan angkatan kerja pasti akan menjadi beban baru negeri ini. Kenyataan ini tak bisa kita abaikan mengingat laju pertumbuhan penduduk tak sejalan dengan pertumbuhan lapangan kerja. Bahkan, ada kecenderungan lapangan kerja menyusut ketika teknologi mengambil alih peran manusia. Kondisi ini diperparah oleh melambatnya pertumbuhan ekonomi yang berdampak pada semua sektor kehidupan.

Kenyataan di era digital ini tentu harus kita sikapi dengan kreatif dan inovatif. Berbuat dan bukan hanya berteori adalah hal pasti yang harus dilakukan. Yang terjadi saat ini justru sebaliknya. Kita lebih banyak bicara ketimbang berbuat.

Orang-orang kita sangat pandai berkomentar soal tantangan di era digital dan memprediksi apa yang terjadi. Bahkan, pandangan mereka sangat jauh ke depan, seolah di kemudian hari manusia tak akan berperan.

Baca juga:  Menengok ke Masa Lalu

Jika kita cermati, jika kita profesional dan tetap peka dengan teknologi maka peluang kerja tetap terbuka. Adaptasi harus dilakukan. Negara harus hadir memberikan pendampingan menyiapkan tenaga terampil dengan program yang jelas. Negara tak boleh hanya membentuk lembaga-lembaga berlabel ekonomi kreatif, namun implementasi sangat jauh dari harapan. Yang pasti, kita membutuhkan solusi terencana untuk lepas dari jeratan penumpukan tenaga kerja.

Kita pernah berharap lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) akan menjadi salah satu strategi menyiapkan tenaga terampil menengah, kenyataannya banyak lulusan SMK yang juga menganggur. Bahkan, lulusan perguruan tinggi (PT) juga menumpuk.

Lulusan sarjana yang nyaris dilepas setiap tiga bulan sekali juga menjadi daftar tunggu mendapatkan pekerjaan. Banyak dari angkatan kerja menjadi pelengkap deretan angkatan kerja yang tak terserap. Secara ekonomi, mereka adalah tanggungan atau beban ekonomi yang harus dicarikan solusinya,

Baca juga:  Jam Kunjung Perpustakaan Sekolah

Kembali pada lulusan SMK, kalaupun ada sejumlah lulusan SMK yang terserap pasar, kebanyakan dari sekolah-sekolah yang memang memiliki kurikulum yang memiliki link and match dengan dunia kerja. SMK-SMK harus merancang kurikulumnya sejalan dengan kebutuhan dunia kerja. Kurikulum mereka tak boleh disamakan, karena melahirkan calon-calon profesional. SMK memang harus memiliki lulusan berkarakter dan berkualitas.

Namun, apa pun yang kita lakukan saat ini dan apa pun solusi yang kita rancang, juga harus tetap dikorelasikan dengan dinamika ekonomi. Lesunya perekonomian, sangat kita yakini akan menimbulkan berbagai dampak di sektor jasa dan perdagangan. Imbasnya juga akan melebar ke sektor ketenagakerjaan. Bahkan, pertumbuhan ekonomi yang dirasakan melambat juga telah membuat berbagai usaha terdampak. Menyikapi hal ini, perlu kepekaan pemimpin melakukan terobosan.

Baca juga:  Penghitungan Lebih Cepat Lebih Baik

Khusus untuk Bali, potensi penumpukan tenaga kerja juga harus disikapi dengan menjaga keamanan dan menjauh dari gesekan horizontal. Ini penting dilakukan mengingat Bali mengandalkan pertumbuhan ekonomi dari sektor pariwisata. Jika keamanan dan stabilitas wilayah gagal kita pertahankan, maka kita yakini risikonya akan begitu besar bagi Bali. Dunia usaha akan macet dan ini akan menghambat penyerapan tenaga kerja.

Bali juga harus bergerak dan memfasilitasi peningkatan minat pebisnis di usaha UKM dan UMKM sudah menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Hanya yang diperlukan adalah membangun jiwa yang tangguh dalam menghadapi tantangan. Dengan demikian kontribusi ekonomi lokal dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi Bali.

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *