Hokkaido Bunkyo University Jepang Jajaki Kerjasama dengan Perguruan Tinggi di Bali. (BP/wan)

DENPASAR, BALIPOST.com – Sejatinya pulau Bali telah mengembangkan sistem pertanian organik yang berbasis budaya. Bahkan, pada tahun 2020 mendatang pemerintah Provinsi Bali telah mencanangkan Bali clean dan green. Untuk mewujudkan itu, pemerintah telah melakukan kerjasama dengan berbagai perguruan tunggi lainnya. Baik di dalam maupun di luar negeri. Di samping juga mengembangkan berbagai program untuk menjadikan Bali sebagai pulau organik.

Dosen Pertanian Universitas Udayana (Unud) sekaligus Pengamat Pertanian di Bali, Luh Kartini mengatakan bahwa sistem pertanian organik sudah dikembangkan sejak tahun 1990 oleh Fakultas Pertanian Unud dengan memasukkannya pada salah satu mata kuliah. Bahkan, deklarasi Bali menjadi pulau organik sudah dilakukannya pada tahun 2009 silam. Diawali di Desa Kerta pada tahun 1999 dan di Pura Jati pada tahun 2015. Deklarasi ini telah mendapat dukungan dari Pemprov Bali kala itu, dan Gubernur Bali saat ini yang konsen terhadap pertanian organik.

Selain itu, dikatakan pihak Unud juga telah melakukan kajian pada tahun 1998-2017 yang pada intinya menyelamatkan Danau dari berbagai masalah dengan paket teknologi pertanian organik yang bagus dan terintegrasi. Diharapkan paket teknologi yang dihasilkan ini bisa diterapkan untuk keberlangsungan ketahanan pangan organik di Bali bisa terus meningkat. Apalagi, pertanian di Bali merupakan sumber dari kebudayaan. Sehingga, pertanian organik berbasis budaya harus dijaga untuk keberlangsungan budaya Bali ke depannya.

Baca juga:  Sampah Mendominasi Ruang Publik

“Kami (Fakultas Pertanian Unud-red) juga sudah menjalin 3 hubungan dengan petani sebagai produsen, pengusaha sebagai distributor, dan masyarakat sebagai konsumen. Tetapi ini belum bejalan maksimal, karena belum didukung 100 persen penuh oleh pengusaha,”tandas Luh Kartini.

Akademisi Pertanian Universitas Warmadewa (Unwar), Dr. Ir. I Gusti Bagus Udayana, M.Si., mengatakan pengembangan pertanian organik di Bali masih sekadar diwacanakan, namun belum belum bisa dijalankan sesuai dengan fikiran para akademisi. Berbagai kerjasama telah dilakukan dengan pemerintah, namun dengan pengusaha belum berjalan maksimal. Sehingga, Pasar untuk hasil produk pertanian organik belum ada yang menyebabkan harga belum sesuai dengan harapan para petani. Di samping juga faktor penyusutan produk pertanian organik pasca panen juga sering terjadi yang menyebabkan petani semakin merosot.

“Kalau sistem pertanian organik, Bali siap. Tetapi petani sering mengeluh mau jual kemana hasil pertaniannya. Kami juga siap untuk melakukan kerjasama ini (denganHokkaido Bunkyo University Jepang,red), apalagi Ristekdikti menyarankan bagaimana komuditas kita bisa diterima di industri,”tegas Kaprodi Agroteknologi Fakultas Pertanian Unwar ini.

Baca juga:  Kembali Jadi Terbanyak Sumbang Korban Jiwa COVID-19 Harian, Ini Desa di Denpasar Tambah Warga Meninggal

Akademisi Pertanian Universitas Mahasaraswati (Unmas) Denpasar, Ketut Arnawa mengatakan pihaknya di Unmas sedang melakukan program kemitraan wilayah desa untuk mengembangkan pertanian organik di Bali melalui pengabdian kepada masyarakat. Tujuannya bagaiaman desa bisa menjadi tujuan wisata agrikultur dan semua produk pertanian bisa jajakan kepada para wisatawan, sehingga memiliki nilai jual. Namun, permasalahan yang dihadapi  yaitu para petani tidak sepenuhnya menjadikan pertanian sebagai pekerjaan utama. Sehingga, fokus untuk pengembangan pertanian oragnik masih lemah, sehingga harus dilakukan pendampingan.

“Kami berharap kerjasmaa ini dapat memberikan kesempatan mahasiswa kami untuk menuntut ilmu tentang pertanian organik dan segala sesuatunya di jepang sehingga bisa diterapkan di Bali nantinya,”harapnya.

Dekan Fakultas Kesehatan Ayur Weda Unhi Denpasar, Ida Bagus Wiryanata, mengatakan UNHI merupakan satu-satunya Universitas di Asia Tenggara yang mengembangkan pengobatan tradisional (Ayur Weda) dengan menggunakan bahan-bahan herbal (organik). Hal ini sesuai dengan visi Unhi melestarikan budaya termasuk budaya pengobatan. Bahkan, sebulan yang lalu Unhi mengadapak seminar internasional bertajuk pengobatan tradisional belerjasama dengan dengan India.

Baca juga:  Ditemukan, Pedagang Jual MinyaKita di Atas HET

“Pertemuan ini sangat penting sekali, sehingga ke depan pengembangan bahan-bahan organik dari pertanian bisa dikembangkan di Bali dan bisa kami manfaatkan untuk bahan-bahan pengobatan tradisional,”pungkasnya.

Sementara itu, Raja Denpasar IX, Tjokorda Ngurah Mayun Samirana mengatakan di ramah kebudayaan pihaknya juga sedang membahas tentang Bali Agriculture Tourisme dan Bali Organic Island. Namun, sistem pertanian organik yang dikembangkan di darat tidak boleh merugikan sistem pertanian di laut. Sebab, 80% lebih budaya di Indonesia adalah budaya maritim yang bersumber dari budaya pertanian. Sehingga, budaya pertanian harus dikembangkan dengan tetap berfokus pada budaya maritim.

“Apapun yang dikembangkan di pertanian darat, agar tidak merugikan pertanian di laut. Sebab, semua pertanian di darat melalui aliran sungai, kalau aliran sungai tercemar, maka biota yang di laut akan terdampak. Kita harus membangun ini (budaya organik), sehingga kejayaan pertanian organik bisa bangkit kembali yang harus didukung oleh aturan, masyarakat, serta didukung pasar,”pungkasnya. (winata/balipost)

 

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *