
DENPASAR, BALIPOST.com – Persoalan sampah menjadi sorotan akhir-akhir ini, terlebih dengan penyelenggaraan event yang tentu akan menghasilkan lebih banyak sampah. Dengan itu, penyelenggaraan Denpasar Festival (Denfest) akan menekankan zero waste atau nol sampah yang dibuang keluar dengan memaksimalkan pengolahan sampah di tempat. Dalam penerapannya, Denfest tahun ini menggandeng 17 komunitas lingkungan.
Wakil Wali Kota Denpasar, I Kadek Agus Arya Wibawa saat jumpa pers pelaksanaan Denfest ke-18 di Denpasar, Kamis (18/12), mengatakan, kondisi saat ini tengah memberi tantangan di tengah bencana baik di Denpasar ataupun luar Bali. Namun di sisi lain, ruang seni, budaya, dan ekonomi tentu menjadi harapan bagi pegiatnya sehingga event harus tetap dijalankan.
Untuk itulah, Pemkot Denpasar menekankan agar pelaksanaan Denfest mengalami peningkatan dari segi kualitas dan kuantitas, salah satunya dengan pengelolaan sampah. “Setiap event itu akan menghasilkan sampah, termasuk Denfest ke-18 ini yang menjadi event besar tentu akan menghasilkan sampah. Kami tekankan agar mampu mengolah sampah yang dihasilkan,” terangnya.
Selain DLHK, dalam Denfest ke-18 ini akan melibatkan 17 komunitas lingkungan yang akan membantu mengolah sampah yang dihasilkan di Denfest. Ketua Umum Komunitas Temanmu sekaligus Koordinator Waste Department Eling Ring Rasa Denfest 2025, Anak Agung Ngurah memaparkan, pengelolaan sampah dilakukan melalui sistem urunan antarkomunitas.
Pihaknya akan menghadirkan satu unit mesin press plastik, dan mesin komposting dua unit berkapasitas 250 liter. Selain itu, tersedia bak magot yang diletakkan di setiap UMKM. Sebanyak 20 unit teba modern di seputaran Lapangan Puputan tengah dikosongkan sebagai bagian dari sistem pengolahan untuk sampah organik. Seluruh komponen di Denfest baik pelaku UMKM hingga pengunjung akan dilibatkan dalam pengolahan sampah.
Akan ada 200 relawan dari 17 komunitas lingkungan yang terlibat termasuk dari pelajar SMP, SMA/SMK, serta mahasiswa, yang akan dilibatkan secara aktif. Mereka dibagi dalam 3 shift, masing-masing bertugas selama 4 jam. Tugas mereka bukan untuk bersih-bersih, melainkan untuk mengedukasi dan mengingatkan pengunjung agar membuang sampah sesuai kategori yang telah ditentukan dari pukul 10.00 hingga 22.00 Wita.
“Tugas ini memang berat, namun akan terus kami lakukan. Tujuan utama kami lebih mengedukasi dan membiasakan masyarakat memilah sampahnya,” ujar Agung Ngurah.
Demikian dalam pengolahan sampah, dari 17 komunitas yang terlibat, dua fokus pada pengolahan sampah organik, khususnya buah-buahan yang diolah menjadi eco enzyme. Dan untuk sampah organik lainnya akan diubah menjadi kompos. “Untuk sampah anorganik, dilakukan pemilahan menjadi 7 jenis dan organik menjadi dua jenis sehingga total 9 jenis,” paparnya.
Sistem ini didukung dengan pembuatan stasiun sampah menggunakan kampil di 10 titik strategis. Titik kumpul pengelolaan sampah berada di kawasan Jalan Gajah Mada dan sisi timur Lapangan Puputan Badung, dengan unit khusus bertajuk ‘Waste Department’ bernama Eling Ring Rasa.
Sampah anorganik yang terkumpul akan di-press hingga mencapai berat 140 kilogram sebelum didistribusikan lebih lanjut. Terkait residu, pihak penyelenggara telah melakukan koordinasi dengan DLHK Kota Denpasar untuk mencari solusi terbaik.
Target utamanya adalah memastikan sampah yang keluar dari area festival seminimal mungkin, dan jika pun keluar, tetap memiliki nilai guna. Pengelolaan sampah akan melewati empat layer dari tingkat UMKM, pemeriksaan komunitas, pemilahan hingga pemrosesan.
Sementara itu, Kadis Pariwisata Denpasar, Ni Luh Putu Riyastiti menambahkan, selama 4 hari pelaksanaan, anggaran untuk Denfest ini sebesar Rp4,5 miliar. Sementara, target pengunjung lebih dari 62 ribu orang. “Tahun lalu 62 ribu pengunjung selama 4 hari, tahun ini agar bisa lebih banyak,” katanya. (Widi Astuti/bisnisbali)


