Lawar Nangka merupakan salah satu masakan khas Bali yang mudah dibuat. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pada Rabu (19/11), umat Hindu merayakan Galungan yang digelar setiap 6 bulan sekali. Sehari sebelum Galungan, pada hari yang disebut Penampahan, Selasa (18/11), umat Hindu akan memulai kegiatan menyembelih (nampah) ternak untuk dihaturkan dan dikonsumsi, termasuk membuat lawar.

Bahkan, lawar sangat identik dengan Hari Penampahan Galungan dan masuk menu yang wajib ada dalam haturan dan di meja keluarga Bali. Setiap daerah di Bali memiliki keistimewaan tersendiri dalam mengolah lawar, baik dari bahan yang digunakan maupun karakter bumbunya.

Berikut adalah 7 jenis lawar khas Bali yang umum dibuat saat perayaan Galungan, dikutip dari berbagai sumber:

1. Lawar Ayam

Lawar ayam merupakan salah satu jenis lawar yang paling sering dibuat saat Galungan karena bahan-bahannya mudah didapat dan proses memasaknya relatif cepat. Daging ayam dicincang menjadi bagian kecil atau disuwir-suwir, kemudian dicampur dengan kelapa parut sangrai, kacang panjang, dan bumbu base genep.

Rasa gurihnya terkenal menonjol karena penggunaan bumbu lengkap yang meresap hingga ke serat daging ayam.

Di banyak keluarga Bali, lawar ayam sering dipadukan dengan urutan ayam dan kuah kare sebagai pelengkap untuk menghasilkan cita rasa yang lebih kaya. Banyak pula yang menambahkan minyak ayam dan kulit ayam goreng sebagai topping agar lebih renyah.

Lawar ini banyak dibuat di daerah Denpasar, Badung, Gianyar, dan wilayah perkotaan lainnya karena ayam merupakan bahan yang praktis dan mudah diolah dibandingkan babi.

Dalam upacara Galungan, lawar ayam sering menjadi alternatif bagi keluarga yang ingin menyiapkan hidangan yang lebih ringan namun tetap autentik. Karena itulah, lawar ayam termasuk salah satu menu pilihan bagi mereka yang ingin lebih praktis dan relatif ramah di kantong.

2. Lawar Babi

Lawar babi adalah lawar paling klasik dan identik dengan tradisi upacara di Bali. Daging dan kulit babi cincang atau potongan kecil dicampur dengan sayuran, bumbu base genep, dan terkadang kulit babi goreng untuk memberikan tekstur gurih.

Karena bahan dasarnya kaya lemak, cita rasa lawar babi cenderung lebih kuat, pedas, dan beraroma tajam.

Selain daging, beberapa keluarga juga mencampurkan jeroan babi, seperti hati yang sudah dipanggang, sehingga menjadikannya hidangan yang lebih komplit dan padat.

Baca juga:  Intip Kilas Balik Denfest 3 Tahun Terakhir, Dari Tema hingga Nilai Transaksinya

Lawar babi biasanya disajikan berdampingan dengan sate babi, urutan, serta tum babi sebagai rangkaian hidangan Galungan yang tak terpisahkan.

Lawar babi banyak dijumpai di wilayah Bali bagian Selatan, seperti Badung, Denpasar, dan Tabanan, serta daerah Bali Tengah, seperti Bangli dan Gianyar yang memiliki tradisi dalam mengolah daging babi saat upacara. Daerah-daerah ini terkenal memiliki gaya bumbu yang lebih pedas dan pekat.

Sebagai simbol kemakmuran, lawar babi sering dianggap sebagai menu utama dalam rangkaian persembahan Galungan. Tak heran jika aroma lawar babi selalu menjadi pembuka suasana hari raya di banyak rumah.

3. Lawar Merah

Lawar merah karena warna merahnya, adalah lawar yang dibuat dengan menambahkan darah segar yang dimasak. Untuk membuat lawar merah ini kalian harus paham benar cara mengolahnya, jika tidak diolah dengan baik, masakan ini bisa menjadi sumber penyakit.

Cara pengolahannya, darah yang sudah dimasak dicampur dengan daging cincang, sayuran, dan bumbu lengkap sehingga menghasilkan warna merah yang menjadi ciri khasnya. Lawar jenis ini dianggap paling tradisional dan masih kuat dipertahankan di desa-desa adat.

Teknik pembuatan lawar ini membutuhkan keterampilan tinggi karena darah harus dimasak dengan cepat dan tepat agar tidak menggumpal. Inilah mengapa jenis lawar ini dianggap sebagai “lawar tua” atau lawar leluhur yang menjadi simbol kesakralan dalam upacara.

Lawar ini banyak dibuat di wilayah Karangasem, Klungkung, dan beberapa desa adat di Buleleng yang masih memegang teguh tradisi penggunaan darah dalam masakan upacara. Di daerah-daerah ini, lawar merah menjadi hidangan sakral yang disiapkan khusus oleh laki-laki yang dianggap sudah “mapunia” (bersih secara adat).

Di era modern, lawar ini mulai jarang dibuat di kota-kota besar, namun tetap menjadi ikon kuliner tradisional yang memiliki nilai budaya tinggi. Banyak keluarga yang masih membuatnya saat Galungan untuk menjaga warisan leluhur.

4. Lawar Nangka

Lawar nangka adalah lawar yang menggunakan nangka muda sebagai bahan utama. Tekstur nangka yang lembut dan menyerap bumbu dengan baik membuat lawar ini digemari oleh berbagai kalangan, termasuk mereka yang menghindari daging.

Saat Galungan, nangka muda hampir selalu tersedia karena digunakan dalam berbagai hidangan persembahan, sehingga lawar nangka menjadi menu praktis yang mudah dipersiapkan.

Baca juga:  Soundrenalin 2018 Sukses Digelar, Hadirkan Pengalaman Festival Penuh Warna

Dalam pembuatannya, nangka direbus hingga empuk, kemudian disuwir halus dan dicampur dengan base genep, kelapa sangrai, dan sedikit minyak kelapa. Banyak keluarga menambahkan tempe goreng cincang, urutan, atau potongan daging kecil untuk menambah cita rasa.

Lawar nangka sangat populer di wilayah Gianyar, Bangli, dan Karangasem yang dikenal sering menggunakan nangka muda untuk masakan upacara. Di daerah-daerah ini, lawar nangka menjadi hidangan pendamping yang memperkaya meja makan Galungan.

Kelebihan lawar nangka adalah fleksibilitasnya: bisa dibuat pedas, gurih ringan, bahkan versi vegetarian. Itulah mengapa lawar ini tidak pernah absen dalam perayaan besar di Bali.

5. Lawar Gedang (Pepaya Muda)

Lawar gedang menggunakan pepaya muda yang diserut tipis sebagai bahan utama. Pepaya muda menghasilkan tekstur renyah dan segar, menjadikannya lawar yang ringan namun tetap kaya bumbu. Lawar ini sangat cocok untuk menyeimbangkan hidangan daging pada saat Galungan.

Proses pembuatannya cukup sederhana: pepaya muda diiris tipis atau diserut, diremas dengan garam agar lentur, lalu dicampur dengan bumbu lengkap dan kelapa parut. Beberapa daerah menambahkan kacang tanah goreng atau ikan teri untuk cita rasa lebih renyah.

Lawar gedang banyak ditemukan di wilayah Tabanan, Badung, dan Jembrana, yang memiliki tradisi memanfaatkan bahan-bahan kebun untuk hidangan upacara. Pepaya muda mudah didapat di daerah ini sehingga lawar gedang cukup populer sebagai menu pelengkap.

Karena sifatnya yang ringan, lawar gedang menjadi pilihan ideal bagi keluarga yang ingin menyajikan lawar tanpa daging namun tetap otentik dan memuaskan. Lawar ini juga sering menjadi favorit generasi muda yang menyukai rasa segar dan tidak terlalu berminyak.

6. Lawar Klungah (Kelapa Muda)

Lawar klungah dibuat dari daging kelapa muda yang diiris tipis, menghasilkan tekstur unik: lembut namun sedikit kenyal. Kelapa muda memberikan rasa manis alami yang berpadu harmonis dengan bumbu pedas khas Bali.

Lawar ini sering dianggap lawar “istimewa” karena tidak semua kelapa bisa digunakan untuk bahan ini.

Dalam proses pembuatannya, kelapa muda dipisah dari tempurungnya, diiris tipis, dan dicampur dengan kelapa parut sangrai, bawang goreng, serta base genep. Banyak keluarga menambahkan daging ayam atau babi cincang untuk memperkaya rasa, tetapi versi vegetarian juga umum ditemukan.

Baca juga:  Sejumlah LSM Protes Rencana "Sand Stockpile" di Bukit Gumang

Lawar klungah banyak dibuat di wilayah Buleleng, Bangli, Jembrana, dan Karangasem, daerah yang dikenal memiliki banyak kebun kelapa. Masyarakat desa di wilayah ini sering menyajikan lawar klungah sebagai hidangan upacara tradisional, termasuk Galungan.

Keistimewaan lawar klungah terletak pada rasa dan tekstur yang tidak biasa, membuatnya selalu menarik perhatian ketika hadir di meja makan. Hidangan ini menjadi bukti kreativitas kuliner Bali dalam memanfaatkan bahan-bahan alam.

7. Lawar Daun Belimbing

Bahan utama lawar ini adalah daun belimbing wuluh, yang memberikan karakter utama berupa rasa asam lembut, aroma segar, dan warna hijau yang menawan.

Tidak seperti belimbing wuluh yang buahnya sering digunakan untuk menambah rasa masam pada masakan Bali, daunnya memberi sentuhan yang lebih halus dan tidak terlalu tajam.

Daun belimbing secara alami mengandung senyawa asam organik yang membantu menyeimbangkan rasa rempah dalam lawar.

Untuk membuat lawar daun belimbing, daun yang masih muda biasanya dipilih karena teksturnya lebih lembut.

Daun kemudian diiris tipis, diremas sedikit agar layu, lalu dicampur dengan kelapa kukur, bawang goreng, cabai, dan bumbu base genep. Hasilnya adalah hidangan dengan kombinasi rasa: segar, gurih, pedas, dan sedikit tajam, khas masakan Bali yang kaya keseimbangan.

Lawar daun belimbing paling banyak ditemukan di wilayah Klungkung, Karangasem, dan beberapa kawasan pedesaan di Buleleng, tempat pohon belimbing wuluh tumbuh leluasa di pekarangan rumah warga.

Masyarakat di daerah-daerah ini memiliki tradisi kuat memanfaatkan tumbuhan lokal, termasuk daun belimbing yang tumbuh liar namun kaya manfaat.

Di Karangasem, lawar ini sering dibuat sebagai hidangan penyegar setelah menyajikan masakan berat. Sementara di Buleleng, beberapa keluarga menambahkan ikan laut cincang untuk memberikan sentuhan khas pesisir.

Di Klungkung, versi yang paling umum adalah lawar daun belimbing vegetarian, yang hanya menggunakan kelapa dan bumbu, tanpa tambahan daging.

Setiap jenis lawar di Bali memiliki identitas dan karakter rasa yang berbeda, mencerminkan kekayaan tradisi dan keberagaman kuliner tiap daerah. (Diah Dewi/balipost)

BAGIKAN