Sejumlah pembeli sedang memilih baju bekas impor di salah satu lapak yang berlokasi di Pasar Badung, Denpasar pada Selasa (4/11). (BP/Heri)

DENPASAR, BALIPOST.com – Larangan impor baju bekas menjadi isu yang cukup hangat di masyarakat mengingat saat ini usaha thrift cukup marak. Bahkan, banyak generasi muda yang memilih membeli baju hasil thrifting ketimbang baru dengan alasan lebih murah dan modelnya kekinian.

Merujuk pada konteks berbelanja, thrifting merupakan kegiatan membeli atau mencari barang bekas yang masih layak pakai, seperti pakaian, elektronik, atau barang antik, dengan tujuan berhemat mau pun mencari barang unik.

Di tengah adanya upaya pemerintah menertibkan impor baju bekas ini, para pedagang thrifting masih banya yang kebingungan jika aturan tersebut benar-benar dijalankan.

Baca juga:  Dampak Cuaca Ekstrim, Waspadai Tanah Longsor

Ditemui di salah satu pusat thrifting yang berlokasi di areal Pasar Badung, Dani mengaku berjualan baju bekas selama ini dilakoni karena modalnya rendah namun bisa memperoleh keuntungan yang lumayan.

Saat ditemui Selasa (4/11), ia mengaku telah berjualan di Pasar Badung selama 3 tahun.

Berjualan baju bekas lebih mudah dengan modal yang rendah dan keuntungan yang cukup menjanjikan. Baju bekas yang dia jual rata-rata Rp10 ribu per potong.

Ia mengaku mendapatkan barang dari Tabanan, namun saat ini sudah mulai sulit mendapatkan baju bekas. Kondisi ini, menurutnya, terjadi sejak ada wacana larangan impor baju bekas.

Baca juga:  Ngarebong di Kesiman Diawali Kober Mregan dan Parade Penjor

Penjualan saat ini pun dikatakannya menurun, terlebih musim hujan yang membuat orang malas ke pasar.

Pria asal Sumbawa, NTB ini mengaku pasrah jika larangan impor baju bekas diberlakukan. Ia akan menjual produk lain. “Mungkin akan jual barang lain. Sisa barang nanti diobral saja,” ujarnya.

Hal senada diungkapkan oleh pedagang lainnya di pasar yang sama, Jahmat. Ia yang baru 2 tahun berjualan baju bekas di Pasar Badung mengaku akan kembali ke kampung halaman di Sumba, NTT jika sudah tidak boleh lagi berjualan.

Jahmat mengaku saat ini kondisi penjualan tengah sepi. Sehari dia biasanya membawa 2 karung baju bekas dengan jenis baju anak-anak.

Baca juga:  Gelar Pahlawan Nasional Ida Dewa Agung Jambe Kebanggaan bagi Bali

Sementara itu, salah seorang pembeli Santi, mengaku memilih baju bekas karena harganya jauh lebih murah dibanding baru. Baju bekas yang dibelinya seharga Rp15.000 per potong.

“Di sini pinter-pinter milih saja, dapat yang bagus. Kalau beli di toko bisa harganya sampai Rp100 ribu,” ujar wanita yang tinggal di Gelogor Carik, Denpasar ini.

Disinggung terkait adanya wacana larangan impor baju bekas, dia mengaku akan beralih ke baju baru, tapi jenis baju dengan harga murah. (Widiastuti/bisnisbali)

BAGIKAN