
DENPASAR, BALIPOST.com – Sebanyak 4 poin dalam rancangan peraturan daerah (Raperda) Angkutan Sewa Khusus (ASK) Pariwisata berbasis aplikasi masih berpolemik.
Keempat poin yang menjadi perdebatan di meja Pansus adalah Pasal 8 yang mengatur kepemilikan KTP domisili Bali khusus pengemudi ASKP, Pasal 9 yang mengatur izin kendaraan pariwisata, Bab yang mengatur sanksi, dan tarif.
Untuk itu, menurut Wakil Ketua DPRD Bali, I Wayan Disel Astawa, DPRD Bali akan melakukan harmonisasi Raperda ini ke pusat. Pansus akan membawa empat poin aspirasi pengemudi pariwisata lokal ke Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Perhubungan.
“Besok (ke Jakarta), artinya kita sepakat berjuang untuk diskusikan dengan Kementerian Perhubungan dan Kementerian Dalam Negeri, hasilnya nanti kami akan kembali mengundang mereka (pengemudi lokal dan aplikator online) dalam harmonisasi pasal dan Bab,” kata dia di Denpasar, Selasa (16/9) dikutip dari Kantor Berita Antara.
Ia mengungkapkan para peserta rapat setuju mengenai kewajiban seorang pengemudi angkutan sewa khusus pariwisata memiliki KTP beralamat di Bali, sementara ketika ini dibawa ke pusat belum tentu bisa dilaksanakan karena KTP itu diperuntukkan secara nasional.
Begitu pula izin operasional kendaraan yang wajib berlaku sesuai perundang-undangan namun diminta agar cukup disesuaikan dengan izin Pemprov Bali sehingga tidak membebani pelaku usaha.
Contohnya ketika kendaraan operasional diatur memiliki batas usia 10 tahun dengan kapasitas mesin 1.300 cc, pengemudi lokal berharap Pemprov Bali menaruh aturan batas usia mencapai 15 tahun dengan kapasitas mesin di bawahnya mengingat mobil angkutan pariwisata kerap dimiliki oleh pengemudi biasa yang tidak memungkinkan ikut aturan nasional.
“Jadi masalah perundang-undangan itu agar ada di Bali, ya izin kendaraan itu, jadi kalau sesuai dengan Permenhub 117 Tahun 2018 kan itu semua aturan pusat, sekarang kita akan diskusikan agar bisa diatur Bali sesuai dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2023 tentang Provinsi Bali,” kata Wayan Disel.
DPRD Bali juga akan membawa isu batas tarif atas dan bawah ke pusat, sekaligus mengajak aplikator dalam jaringan (online) yang selama ini berselisih dengan lokal agar berkomunikasi ke perusahaan pusat, sebab tujuan dari Raperda ini adalah mensejahterakan pelaku usaha lokal.
Terakhir, mengenai rancangan sanksi, dimana para pengemudi lokal mendorong dimasukkannya sanksi pidana berupa kurungan 3 bulan dan denda Rp10 juga kepada ASKP yang melanggar.
DPRD Bali menjadikan poin ini sebagai catatan khusus yang tetap akan diperjuangkan namun perlu melihat celah untuk bisa mengakomodir, sebab sejauh ini mereka hanya memasukkan sanksi administratif dalam Raperda.
“Itu menjadi catatan sendiri, yang kami buat baru sekarang ini kan sanksi administratif tapi yang namanya saja kita berbicara memohon untuk kekhususan kan pasti kita harus berjuang dulu, harus optimistis,” kata Disel. (kmb/balipost)