Ahmad Sahroni. (BP/Ant)

DENPASAR, BALIPOST.com – Penonaktifan lima anggota DPR RI oleh masing-masig partai politik telah memunculkan pertanyaan baru di masyarakat. Apakah langkah penonaktifan yang dilakukan sebagai bentuk dari sanksi tegas, yang dapat mengakhiri karier mereka di DPR, atau hanya sekedar sanksi sementara, yang memungkinkan mereka Kembali duduk di senayan.

Adapun kelima DPR tersebut diantaranya, Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio (PAN), Surya Utama alias Uya Kuya (PAN), Ahmad Sahroni (Partai Nasdem), Nafa Urbach (Partai Nasdem), dan Adies Kadier (Partai Golkar).

Pasca pernyataam kontroversial yang dikeluarkannya telah memicu gelombang Karahan publik, hingga masing-masing partai politik pengusung mereka secara bersamaan mengeluarkan surat penonaktifan.

Menakar arti penonaktifan DPR yang dilakukan oleh partai politik, sebagai sinyal bahwa partai pengusung mereka saat ini berusaha meredam kemarahan publik. Karena, status ini menyimpan potensi kembalinya mereka ketika badai kemarahan publik mereda. Para anggota bisa saja kembali aktif dengan legitimasi baru.

Baca juga:  Dua Mucikari Dibui Lima Tahun Penjara

Istilah penonaktifan yang dipakai partai politik saat ini lebih bersifat mekanisme internal partai bukan produk langsung dari Undang-undang. Dalam UU MD3 (MPR, DPR, DPD dan DPRD), tidak dikenal istilah Penonaktifan anggota DPR. Dalam ketentuan itu hanya mengatur pemberhentian sementara.

Pemberhentian sementara berlaku jika DPR sedang menghadapi kasus hukum, misalnya ditahan karena tersangka korupsi. Dalam masa ini, hak dan kewajiban anggota ditangguhkan, namun belum kehilangan status sebagai anggota DPR. Jika nantinya terbukti bersalah dan dijatuhi vonis tetap, maka berlanjut ke pemberhentian permanen.

Dengan demikian, penonaktifan anggota DPR oleh partai politik urusan internal partai politik dengan kader partai yang ditugaskan di DPR. Status formal sebagai anggota DPR baru bisa dicabut, jika partai mengajukan PAW ke KPU sesuai pasal 239 UU MD3. Sehingga, saat ini kelima DPR RI yang dinonaktifkan partainya, masih tercatat sebagai anggota DPR RI, hanya saja tidak menjalankan fungsi politiknya karena “dibekukan” oleh partai.

Baca juga:  KRI Nanggala-402 dalam Kondisi Siap Tempur

Implikasi hukumnya dari penonaktifan adalah anggota DPR tersebut tidak bisa hadir di siding, tidak menerima gaji/tunjangan, tidak menjalankan fungsi legislasi atau pengawasan.

Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan anggota tersebut bisa sewaktu-waktu diaktifkan Kembali oleh partainya, kembali ke senayan menjadi DPR. Jika, partai konsisten, dengan penonaktifan ini bisa dilanjutkan ke usuan pemberhentian ke KPU, sehingga secara otomatis kursinya digantikan oleh Pengganti Antar Waktu (PAW).

Berikut daftar dan ringkasan singkat anggota DPR RI yang dinonaktifkan partainya:

1. Ahmad Sahroni (Fraksi Partai NasDem)

Dinonaktifkan efektif sejak 1 September 2025 karena pernyataannya yang kontroversial disebut melukai perasaan publik. Ia bahkan disebut menyebut desakan pembubaran DPR sebagai “orang tolol sedunia” hingga memicu kerusuhan dan rumahnya dijarah massa.

Baca juga:  Masyarakat Bali Diajak Berdemokrasi dengan Riang Gembira

2. Nafa Urbach (Fraksi Partai NasDem)

Juga dinonaktifkan oleh NasDem per tanggal 1 September 2025 karena dinilai tidak menunjukkan empati terhadap rakyat yang terdampak kondisi ekonomi dan mendukung kenaikan tunjangan DPR. Rumahnya pun sempat diserang massa.

3. Eko Hendro Purnomo (Eko Patrio) (Fraksi PAN)

Partai Amanat Nasional (PAN) memutuskan menonaktifkannya mulai 1 September 2025. Pernyataannya—termasuk video berjoget saat Sidang Tahunan MPR—dinilai meremehkan keresahan rakyat.

4. Surya Utama (Uya Kuya) (Fraksi PAN)

Juga dinonaktifkan oleh PAN sejak 1 September 2025 akibat perbincangan viral dan tindakan yang dianggap menyinggung publik. Ia menghadapi kecaman sampai rumahnya dijarah.

5. Adies Kadir (Fraksi Partai Golkar)

Sebagai Wakil Ketua DPR, Adies dinonaktifkan karena pernyataannya tentang “kenaikan tunjangan DPR” yang menjadi viral dan memicu kemarahan publik. Statusnya dibekukan sementara, tanpa langsung digantikan. (Agung Dharmada/balipost)

BAGIKAN