Pemulung mencopot sisa bagian mobil yang hangus terbakar di Jalan Matraman, Jakarta Timur, Sabtu (30/8/2025). Sebanyak 12 mobil yang terparkir di Jalan Matraman terbakar saat berlangsung aksi unjuk rasa yang berakhir ricuh. (BP/Antara)

DENPASAR, BALIPOST.com – Sejak pecahnya gelombang demonstrasi besar-besaran di berbagai kota di Indonesia pada 25 Agustus 2025, perekonomian nasional mengalami tekanan yang cukup signifikan. Aksi massa yang berlangsung selama beberapa hari telah mengguncang berbagai sektor, mulai dari pasar keuangan hingga mobilitas publik.

Gelombang demonstrasi yang berlangsung beberapa hari terakhir ini telah memberikan tekanan luas terhadap ekonomi nasional.

Dampaknya tidak hanya terasa di pasar keuangan dan nilai tukar, tetapi juga menjalar ke sektor riil, infrastruktur, dan indikator makroekonomi. Potensi kerugian yang mencapai triliunan rupiah menjadi alarm bagi pemerintah dan pelaku pasar bahwa stabilitas politik serta keamanan adalah fondasi utama dalam menjaga keberlangsungan pertumbuhan ekonomi.

Langkah-langkah pemulihan, dialog politik, serta jaminan keamanan menjadi krusial untuk mengembalikan kepercayaan investor dan menjaga momentum ekonomi nasional agar tidak tergelincir lebih dalam.

Berikut ini dampak ekonomi nasional yang perlu diwaspadai jika demonstrasi terus meluas dan berlarut-larut:

1. Guncangan di Pasar Keuangan

Pasar keuangan Indonesia menjadi salah satu sektor pertama yang merasakan dampak dari instabilitas politik akibat demonstrasi. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat mengalami penurunan tajam, melemah sekitar 1,5% hingga lebih dari 2% selama puncak kerusuhan.

Baca juga:  Pemimpin Umat Diajak Jaga Akar Rumput dan Siapkan Regenerasi Kepemimpinan

Salah satu penurunan harian paling tajam terjadi dengan IHSG turun 121 poin atau sekitar –1,53%, mengakibatkan kapitalisasi pasar terkikis hingga Rp195 triliun.

Di sisi lain, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga mengalami pelemahan yang signifikan, berada di kisaran Rp16.450–16.475 per USD , level terendah sejak awal Agustus 2025, dengan penurunan sekitar –0,8% hingga –1%.

Menanggapi kondisi ini, Bank Indonesia melakukan berbagai intervensi, termasuk pembelian obligasi pemerintah, intervensi di pasar valuta asing, dan komunikasi terbuka untuk menenangkan pasar.

2. Kepanikan Investor dan Aliran Modal Keluar

Situasi politik yang memanas telah memicu kekhawatiran serius di kalangan investor, terutama investor asing. Sentimen negatif terhadap stabilitas nasional membuat investor global mengambil langkah protektif, yakni menarik dana mereka dari pasar domestik.

Data menunjukkan dalam periode 25–28 Agustus 2025, investor asing melakukan aksi jual bersih (net sell) sebesar Rp0,25 triliun, terutama di pasar saham dan Surat Berharga Negara (SBN).

Baca juga:  Ini, Daftar Pemenang Anugerah Jurnalistik Adinegoro 2020

Fenomena capital outflow ini menjadi sinyal serius bagi pemerintah, karena menunjukkan menurunnya kepercayaan pasar terhadap kondisi ekonomi dan politik Indonesia dalam jangka pendek hingga menengah.

3. Gangguan pada Aktivitas Ekonomi dan Dunia Usaha

Dampak demonstrasi juga terasa langsung pada kegiatan ekonomi harian, khususnya sektor jasa. Berbagai usaha di sektor ritel, kuliner, perhotelan, transportasi, dan logistik mengalami gangguan operasional.

Sejumlah pusat perbelanjaan dan hotel terpaksa tutup lebih awal, sementara banyak perusahaan memilih untuk meliburkan karyawan atau memberlakukan sistem kerja dari rumah (WFH) demi menjaga keselamatan.

Apabila kondisi ini terus berlanjut, risiko terjadinya penutupan usaha, pemutusan hubungan kerja (PHK) massal, dan kerugian ekonomi yang lebih luas sangat mungkin terjadi. Hal ini menempatkan sektor jasa — yang berkontribusi sekitar 45% terhadap PDB — dalam posisi yang sangat rentan.

4. Kerusakan Infrastruktur dan Terganggunya Mobilitas

Aksi unjuk rasa yang disertai kekerasan juga menyebabkan kerusakan besar pada infrastruktur publik. Tercatat tujuh gerbang tol dan sejumlah halte TransJakarta dibakar, pos polisi rusak, dan toko-toko dirusak. Di Jakarta, layanan TransJakarta sempat dihentikan total, dan layanan MRT hanya beroperasi sebagian rute.

Baca juga:  Penerima BSU Diminta Bersabar Tunggu Pencairan

Situasi serupa terjadi di daerah lain, termasuk Makassar, di mana gedung DPRD dibakar, menyebabkan korban jiwa dan tiga kematian. Kerusakan infrastruktur ini tidak hanya menimbulkan kerugian fisik, tetapi juga memperparah hambatan mobilitas masyarakat dan distribusi logistik, yang pada akhirnya menghambat aktivitas ekonomi secara menyeluruh.

5. Kerugian Ekonomi Makro dan Tekanan terhadap Pertumbuhan

Ekonom memperkirakan jika gangguan berlangsung selama tiga hari dan sektor jasa terdampak hingga 10%, maka kerugian ekonomi secara makro dapat mencapai Rp8–9 triliun. Selain itu, perlambatan belanja konsumen serta penurunan aktivitas usaha diprediksi akan memengaruhi target pertumbuhan ekonomi kuartal III-2025.

Di sisi fiskal, serapan pajak juga berpotensi menurun akibat turunnya transaksi ekonomi, yang pada akhirnya akan memperlemah kemampuan pemerintah dalam menjalankan program-program pemulihan dan pembangunan. Lebih jauh lagi, stigma ketidakstabilan politik dapat memperburuk citra Indonesia di mata investor global, menciptakan risiko jangka panjang terhadap arus modal dan kemitraan ekonomi internasional. (Pramana Wijaya/balipost.

BAGIKAN