
DENPASAR, BALIPOST.com – Pembahasan Raperda Bale Kertha Adhyaksa Desa Adat di Bali memasuki pandangan umum fraksi-fraksi DPRD Provinsi Bali, Senin (11/8).
Dalam pandangan umum Fraksi Gerindra-PSI yang dibacakan langsung oleh Ketua Fraksi Gede Harja Astawa menyoroti penggunaan kata “Adhyaksa” pada judul Raperda ini yang dinilai sudah menjadi brand lembaga kejaksaan.
Untuk itu, perlu dikaji kembali dan dipertimbangkan dengan pilihan yang lebih bijaksana dan lebih netral.
Menurutnya, penggunaan kata tersebut seperti pisau bermata dua jika pada tataran implementatif hasilnya tidak baik atau setidaknya tidak sesuai dengan harapan penggagas.
Hal tersebut bisa mencederai nama Adhyaksa yang identik dengan nama kejaksaan yang saat ini masyarakat memberikan apresiasi positif di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo.
Di mana, kepercayaan terhadap Lembaga Kejaksaaan semakin tinggi dan ratingnya terus meningkat dalam penegakan hukum khususnya di bidang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Selain itu, Fraksi Gerindra-PSI berharap niat baik pembentukan Bale Kertha Adhyaksa untuk memperbaiki wajah penegakan hukum khususnya di Bali ini mesti dapat tersampaikan dengan baik kepada masyarakat.
Tujuannya untuk menghindari berbagai bentuk tindakan reaktif, baik perseorangan maupun secara kelembagaan karena akan bersinggungan dengan lembaga lainnya yang ada di desa dengan beban tugas yang semakin banyak.
Apalagi, setiap produk hukum daerah yang dibuat sasaran kelembagaaanya hampir semua mengarah pada desa adat.
Fraksi Gerindra-PSI membayangkan bagaimana tumpukan beban tugas yang terus menerus ditimpakan kepada desa adat. Sementara keberadaan sumber daya manusianya antar satu desa dengan desa yang lain tidak sama.
Dikatakan, Fraksi Gerindra-PSI bukan tidak memiliki optimisme tetapi optimisme saja tanpa memperhatikan realitas faktual hanya akan menjadikan peraturan hukum yang dibuat menjadi hiasan untuk menambah koleksi ruang perpustakaan dan bercerita pada generasi yang akan datang bahwa mereka telah mampu membuat peraturan ini.
Namun, peraturan itu di masa kepemimpinannya tidak mampu mengubah realitas sosial yang diharapkan sesuai dengan maksud dan tujuan dibuatnya peraturan hukum tersebut.
Terkait penggunakan kata “Adhyaksa”, Kajati Bali Ketut Sumedana menjelaskan bahwa Adhyaksa tidak identik dengan kejaksaan. Dikatakan, kata Adhyaksa diambil dari bahasa Sansekerta yang berasal dati kata Adhyaksa yang artinya pemimpin yang jujur dan adil.
“Saya kira nggak ada alasan, karena Adhyaksa itu berasal dari kata Dyaksa artinya pemimpin yang jujur, pemimpin yang adil, jadi nggak identik dengan kejaksaan. Saya kira itu tidak menjadi permasalahan,” tegas Kajati saat ditemui usai Rapat Paripurna ke-31 DPRD Bali terkait Pandangan Umum Fraksi-Fraksi DPRD Bali Terhadap Raperda Bale Kertha Adhyaksa Desa Adat di Bali, di Gedung Wiswa Sabha Utama, Kantor Gubernur Bali, Senin (11/8).
Ketut Sumedana tidak mempermasalahkan jika kata Adhyaksa dihilangkan dalam Raperda ini. “Saya bahkan berpikir kemarin, silakan dirubah, pakai nama Bale Kertha aja nggak masalah. Tapi beliau (pimpinan Fraksi DPRD Bali,red) justru mengapresiasi dengan adanya nama tadi (Adhyaksa,red), karena kami ngambil Dhyaksa itu dari bahasa Sansekerta yaitu pemimpin yang adil dan jujur,” tegasnya kembali.
Diungkapkan, bahwa kasus yang bisa ditangani Bale Kertha Adhyaksa ini yaitu kasus yang kecil dan tidak berdampak luas, serta tidak melanggar HAM. Kasus seperti pemerkosaan dan pembunuhan tidak bisa dilakukan oleh forum Bale Kertha Adhyaksa.
“Kasus yang bisa ditangani Bale Kertha Adhyaksa, yaitu kasus di desa adat yang tidak berdampak luas dan kecil. Mirib-mirib dengan RJ (Restorative Justice,red), tetapi ini perluasan sedikit. Sanksinya ada yang berat, sedang, dan ringan. Kalau berat mungkin bayar piduka, yang kedua ada kerja sosial, ada teguran tertulis, jadi nggak berat tidak melanggar HAM sanksinya. Contohnya, kerja sosial sudah kami laksanakan dibeberapa daerah, seperti di Bangli dan di Gianyar. Kerja sosial itu bersih-bersih pura, bersih-bersih masjid, bersih-bersih tempat ibadah, bale desa dalam 1 hari 2 jam. Pemerkosaan dan pembunuhan tidak bisa, karena dampaknya luas,” ungkapnya. (Ketut Winata/balipost)