
DENPASAR, BALIPOST.com – Tradisi umat Hindu Bali tidak hanya sarat simbol, tetapi juga penuh makna spiritual yang mendalam.
Salah satunya adalah upacara mecolongan atau tutug kambuhan yang digelar saat bayi berusia 42 hari atau 1 bulan 7 hari.
Inilah lima makna penting dari tradisi ini, dilansir dari berbagai sumber:
1. Mengembalikan Energi Spiritual ‘Nyama Bajang’
Dalam kepercayaan Hindu Bali, sejak dalam kandungan bayi dijaga oleh energi halus yang disebut Nyama Bajang. Upacara Mecolongan dilakukan sebagai bentuk pengembalian kekuatan ini ke asalnya, sekaligus menghindarkan bayi dari gangguan niskala.
2. Pembersihan Raga dan Jiwa Bayi serta Ibu
Selama 42 hari pasca melahirkan, ibu dan bayi dianggap masih berada dalam masa leter, yaitu masa belum suci secara niskala. Upacara ini menjadi momentum penyucian jasmani dan rohani agar siap menjalani kehidupan sosial dan spiritual.
3. Disimbolkan dengan Ayam
Dalam prosesi ini, digunakan ayam jantan dan betina sebagai simbol Bajang Colong. Ayam menyentuh jidat dan bahu bayi secara simbolis—bukan disembelih. Ini mencerminkan filosofi Hindu Bali dalam menggunakan simbol hidup tanpa kekerasan.
4. Dilakukan di Tiga Lokasi Suci
Upacara ini tidak berlangsung di satu tempat saja. Ada tiga lokasi utama:
- Dapur (Brahma): Simbol kehidupan dan api.
- Tempat pemandian (Wisnu): Simbol air dan kesucian.
- Sanggah Kamulan (Siwa): Simbol roh dan leluhur.
Ketiganya menyatu sebagai bentuk penghormatan Tri Murti.
5. Wujud Rasa Syukur dan Harapan atas Tumbuh Kembang Bayi
Tak sekadar ritual, Mecolongan adalah bentuk manusa yadnya, yaitu yadnya (pengorbanan suci) untuk manusia. Di dalamnya terkandung doa-doa untuk kesehatan, keselamatan, dan masa depan bayi. (Pande Paron/balipost)