Ketua Bali Medical Tourism Association (BMTA) dr. I Gede Wiryana Patra Jaya, M.Kes. (BP/may)

DENPASAR, BALIPOST.com – Bali berpotensi mengembangkan wisata kesehatan karena telah menjadi destinasi wisata dunia sejak lama. Namun untuk mewujudkannya, Bali masih perlu menyelesaikan banyak pekerjaan rumah (PR). Demikian disampaikan Ketua Bali Medical Tourism Association (BMTA) dr. I Gede Wiryana Patra Jaya, M.Kes., Sabtu (9/11).

Ia menyebutkan untuk mengembangkan wisata kesehatan berkelas dunia, sumber daya manusia dan teknologi harus berstandar internasional. Pengembangan wisata kesehatan di Bali juga harus mengubah paradigma dari menunggu pasien, menjadi pro-aktif mencari pasien.

“Hanya menunggu orang datang untuk berobat. Sedangkan paradigma wisata kesehatan adalah pro-aktif mengundang orang datang untuk memperkenalkan produk kita,” ujarnya.

Selain itu, untuk mengembangkan wisata kesehatan ini belum ada kepastian regulasi. Baru di 2023 ada MoU antara Menteri Kesehatan dan Menteri Pariwisata untuk mengembangkan wisata kesehatan.

Baca juga:  Fashion Show Semarapura, Ny. Putri Koster Minta Pedagang Jual Kain Tenun Produksi Penenun Klungkung

Senada disampaikan pelaku usaha wisata kesehatan, Nir Peretz. Ia menyebutkan dua kendala yang dihadapi Bali dalam mengembangkan wisata kesehatan, yaitu SDM dan kemacetan.

Untuk meningkatkan SDM, ia menilai dokter dari luar negeri perlu diizinkan berpraktik sehingga ada transfer knowledge sehingga akan mempercepat update ilmu kedokteran.

Sedangkan soal kemacetan, ia menyebutkan yang terpenting adalah manajemen kemacetan. Ia tidak menyukai banyaknya pembangunan jalan atau pelebaran jalan karena akan mengganggu alam Bali.

“Masalah kemacetan bukan hanya soal infrastruktur jalan tapi mengelola kemacetanlah yang paling penting. Seperti, manajemen parkir, manajemen persimpangan (junction management), mengelola jam operasional kendaraan seperti bus dan truk, dan lainnya,” paparnya.

Baca juga:  Hadapi Dampak COVID-19, Ini Pesan Ketua Dekranasda Bali ke Perajin

Ia sendiri merasakan perbedaan kondisi Bali, karena beberapa tahun lalu dari Denpasar ke Payangan, hanya membutuhkan waktu 40 menit. Sedangkan sekarang, jarak itu harus ditempuh lebih lama, lebih dari 2 jam apalagi saat akhir pekan.

“Saya pikir bukan masalah jalan yang perlu diperlebar, karena jika memperlebar jalan maka akan mengorbankan alam, itu tidak baik,” kata pemilik Nandini Jungle by Hanging Gardens ini.

Sementara itu, Penasehat Senior World Council for Preventive, Regenerative, and Anti-aging Medicine (WOCPM), Jusuf Kalla, mengatakan Bali sudah memiliki modal pariwisata untuk mewujudkan wisata kesehatan. Yang menjadi PR adalah dari sisi medik, harus perlu terus update, mengikuti perkembangan di luar negeri.

Baca juga:  Kabupaten Ini, Nihil Tambahan Kasus COVID-19 Tapi Laporkan Korban Jiwa

“Dokter tanpa teknologi tidak bisa berkembang,” sebutnya.

Presiden WOCPM Prof. Dr. dr. Deby Vinski mengatakan, pemerintah perlu mendukung perkembangan kedokteran untuk pengembangan wisata kesehatan. Bali sebagai role model hendaknya giat dalam mengembangkan ilmu kesehatan. “Dengan regulasi pemerintah yang mendukung kemajuan teknologi, mengapa tidak mempromosikan health tourism dengan teknologi. Menggabungkan teknologi dengan tourism, caranya mengundang tenaga ahli kedokteran dari luar negeri ke sini. Apalagi dengan aturan sekarang, kita bisa berkolaborasi,” ujarnya. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN