Tangkapan virtual Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto dalam webinar “Dampak Kebijakan Ekonomi Politik di tengah Perang Iran-Israel” di Jakarta, Senin (22/4/2024). (BP/Ant)

JAKARTA, BALIPOST.com – Kendati terjadi eskalasi konflik antara Iran dengan Israel, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih memungkinkan mencapai kisaran 4,5-5 persen pada 2024. Demikian dinyatakan Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto.

“Kalau saya lihat sejauh ini, dengan eskalasi konflik yang sekarang menurut saya dampak terhadap ekonomi sektor riil itu masih terbatas, kalau kita lihat untuk tumbuh katakanlah 4,5 sampai 5 persen, saya masih punya keyakinan di 2024 kita masih bisa tumbuh,” katanya dalam webinar “Dampak Kebijakan Ekonomi Politik di tengah Perang Iran-Israel” di Jakarta, seperti dikutip dari kantor berita Antara, Senin (22/4).

Baca juga:  Okupansi Hotel di Yogya Mulai Alami Peningkatan

Keyakinan terhadap pertumbuhan ekonomi di kisaran 4,5-5 persen didasari pengalaman Indonesia yang berhasil melalui tantangan akibat perang antara Rusia dengan Ukraina sejak 2022.

Saat itu, kebutuhan pangan terutama gandum mengalami hambatan di tingkat global, tetapi ekonomi Indonesia secara makro masih bisa bertumbuh.

“Memang tidak akseleratif (pertumbuhan ekonomi Indonesia), tapi untuk sekadar bertahan sebetulnya masih memungkinkan dalam situasi ketidakpastian ekonomi dan geopolitik yang meningkat saat ini,” ungkap Eko.

Baca juga:  Menkopolhukam Dukung Sosialisasi Pers Berwawasan Kebangsaan

Dia juga menduga bahwa dampak konflik antara Iran dengan Israel takkan terjadi apabila pemerintah dapat mengelola komponen konsumsi dan produksi, terutama berkaitan dengan industri sebagai salah satu sektor penggerak pertumbuhan ekonomi.

Namun, untuk menargetkan pertumbuhan ekonomi hingga 7 persen, agak sulit dilakukan karena kondisi global tidak mendukung dan keadaan domestik belum mampu menunjang optimisme fundamental ekonomi dalam negeri.

“Ekonomi kita itu sebetulnya masih inward looking (kebijakan yang berfokus pada pengembangan industri dalam negeri), jadi masih sangat didominasi oleh aktivitas domestik. Hanya saja yang harus kita lihat kalau kemudian rupiah terus berfluktuasi, kemudian harga energi juga cenderung meningkat, itu tetap saja juga berdampak terhadap ekonomi domestik, akan menggerus kemampuan ekonomi kita,” ucap Wakil Direktur Indef. (Kmb/Balipost)

Baca juga:  Menkeu Akan Terbitkan Aturan Perluasan Devisa Hasil Ekspor
BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *