John de Santo. (BP/Istimewa)

Oleh John de Santo

Sulit untuk menyangkal fakta bahwa, perilaku individu atau sosial merupakan cerminan dari hasil pendidikan nilai di masa lampau. Apabila mental korup masih merajalela, penipuan, dan kecurangan masih terjadi di mana-mana, dan orang mengandalkan kekerasan dalam penyelesaian masalah, dapatlah dipastikan, ada yang salah dalam proses pendidikan nilai. Berbagai karut marut persoalan seperti sengketa pemilu, mega korupsi Rp271 triliun, Kekerasan Dalam Rumah Tangga, anak berontak terhadap orangtua, oknum polisi yang jadi bandar narkoba, kasus bunuh diri keluarga, semua itu, mendorong kita bertanya, apa yang salah dengan pendidikan nilai kita? Tipe dan sasaran pendidikan nilai apa yang salah dengan pendidikan nilai kita?

Menurut Shobbit Sharma (2024), pendidikan nilai itu selalu mengacu kepada berbagai upaya menumbuhkan nilai-nilai kemanusiaan yang penting pada diri seseorang. Ini artinya, pendidikan nilai berfokus pada pembangunan karakter seseorang, agar menjadi individu yang bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan kemudian berdampak terhadap lingkungan sekitarnya. Jadi, berbeda dengan pendidikan umum, pendidikan nilai berfokus pada transformasi kepribadian dengan menanamkan nilai-nilai positif dan sistem kepercayaan pada diri sendiri. Tujuannya, supaya generasi muda, tumbuh menjadi warga negara yang berkepedulian, terlibat secara sosial, dan berkontribusi kepada masyarakat.

Konteks pendidikan nilai bisa terjadi di mana saja. Ia bisa berlangsung di rumah, di sekolah, di perguruan tinggi, atau di berbagai organisasi kemasyarakatan. Menurut sejumlah pakar aksiologi (ilmu tentang nilai), terdapat dua pendekatan utama di dalam pendidikan nilai. Yang pertama, memandangnya sebagai upaya mengalihkan seperangkat nilai. Kedua, melihat pendidikan nilai sebagai semacam dialog Sokrates, di mana murid dibimbing secara pelan dan bertahap dalam terang akal budinya, untuk menyadari perilakunya sendiri, hingga akhirnya sanggup membedakan yang benar dari yang salah.

Baca juga:  Pariwisata Bali, Kembali ke Jati Diri

Secara sederhana pendidikan nilai bertujuan meningkatkan pertumbuhan integral seorang manusia, membangun sikap hidup tertentu, meningkatkan kesadaran tentang sejarah bangsa dan warisan budayanya.

Selanjutnya, pendidikan nilai memiliki sejumlah ciri berikut, pertama, nilai kemanusiaan. Pendidikan nilai kemanusiaan di negeri kita, umumnya dilestarikan dalam berbagai dongeng atau legenda dari berbagai daerah di tanah air. Dongeng atau legenda itu mengajarkan nilai-nilai seperti kebaikan, kejujuran, kerja keras, dan belas kasih melalui berbagai karakter dan peristiwa dalam cerita.

Kedua, nilai sosial. Cinta, kelembutan, kasih sayang, toleransi dan keadilan yang merupakan ajaran-ajaran dasar dari agama-agama yang ada, ditenun dalam sebuah format pendidikan nilai yang kuat. Nilai-nilai ini seharusnya dijaga dan dilestarikan agar semua bentuk kehidupan di planet bumi ini terawat.

Ketiga, nilai global. Pengenalan terhadap konsep bahwa peradaban manusia adalah satu bagian dari planet bumi dan bahwa berbagai fenomena alam terkoneksi dan saling terkait dalam sebuah relasi yang harmonis. Keempat nilai spiritual. Nilai ini menyangkut prinsip-prinsip pengendalian diri, atau disiplin diri, penyederhanaan keinginan, bebas dari keserakahan dan pola hidup sederhana.

Baca juga:  MICE untuk Masyarakat Desa

Sasaran Pendidikan Nilai

Sasaran utama pendidikan nilai yang perlu kita perhatikan bersama, yakni; Pertama, pengembangan kemampuan penalaran. Artinya, pendidikan nilai bermaksud meningkatkan kemampuan anak untuk membedakan mana yang benar dan mana yang salah, sekaligus dituntun untuk belajar membuat pilihan-pilihan berdasarkan sistem nilai yang dianut.

Kedua, membangun kekuatan karakter. Artinya meningkatkan berbagai kebajikan seperti integritas diri, tanggungjawab, dan keuletan yang pada akhirnya dapat membentuk kepribadian seseorang untuk berkiprah dalam bidang kehidupan yang ia pilih sendiri.

Ketiga, kohesi sosial. Artinya, sejak kecil anak-anak sudah dibiasakan   untuk bersikap toleran terhadap berbagai perbedaan, menghargai persatuan dalam keragaman, menghargai serta menghormati orang lain, sebagai dasar pembentukkan masyarakat yang adil dan inklusif.

Keempat, mendorong keterlibatan warga. Artinya, baik orangtua di rumah, maupun guru di sekolah, sama-sama berkewajiban mendorong murid untuk bertanggungjawab, baik secara sosial maupun secara ekologis.

Kelima membina individu yang berpengetahuan luas. Artinya, warga dewasa memfasilitasi generasi muda dengan berbagai cara, demi terbentuknya generasi muda yang cerdas, etis, serta memiliki kecerdasan emosional dan sosial.

Baca juga:  Gambaran Sosial dalam Debat Kandidat Presiden

Dari berbagai sumber, penulis merumuskan setidaknya, lima cakupan pendidikan nilai. Pertama, pendidikan nilai pribadi. Pendidikan ini berfokus pada nilai-nilai yang menentukan moralitas dan karakter pribadi seseorang seperti: kejujuran, integritas, disiplin diri, tanggungjawab, keuletan dan rasa syukur. Kedua, pendidikan nilai sosial. Mengajarkan nilai-nilai yang membentuk hubungan dengan masyarakat seperti: pengabdian, persamaan, toleransi, dan keterbukaan. Ketiga pendidikan nilai spiritual.

Pendidikan ini dilakukan berdasarkan berbagai kebajikan yang berkaitan dengan hati nurani dan kejiwaan manusia seperti: kebenaran, kejujuran dan kemandirian.  Keempat, pendidikan nilai budaya. Mendorong terbentuknya kohesi budaya melalui nilai-nilai seperti: saling menghormati, toleransi, dan berbagai tradisi perayaan yang mengajarkan hal-hal baik di balik simbol-simbol.

Dari uraian di atas, kita dapat melihat betapa urgennya pendidikan nilai untuk membangun karakter etis bagi seorang individu yang kelak menjadi warga negara. Mustahil akan tercipta masyarakat yang lebih baik dan berkualitas, tanpa komitmen kita terhadap pendidikan nilai. Hanya melalui pendidikan nilai, akan tercipta kebaikan hati, integritas, empati dan berbagai perilaku konstruktif lainnya. Dari warga yang berperilaku konstruktif itu, akan lahir pemimpin masa depan yang bermoral dan beretika yang layak menjadi panutan.

Penulis, Pendidik dan Pengasuh Rumah Belajar Bhinneka

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *