Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean (tengah), didampingi anggota Dewas KPK Albertina Ho (kiri) dan Syamsuddin Haris (kanan) memimpin sidang putusan etik terkait kasus pungli di Rutan KPK bagi tiga terperiksa pegawai rutan KPK dari unsur Kemenkumham yang berhalangan hadir di Ruang Sidang Etik Gedung ACLC KPK, Jakarta, Rabu (27/3/2024). (BP/Antara)

JAKARTA, BALIPOST.com – Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi menjatuhkan sanksi berat kepada tiga orang pegawai lembaga antirasuah yang menjadi pengendali dalam perkara pungutan liar di Rumah Tahanan Negara Cabang KPK.

Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean dalam sidang kode etik di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta Selatan, Rabu (27/3), mengatakan tiga orang pengendali tersebut adalah Kepala Rutan KPK Achmad Fauzi, Pelaksana Tugas Kepala Rutan KPK periode 2020–2021 Ristanta, dan Koordinator Keamanan dan Ketertiban Rutan KPK Sopian Hadi.

Baca juga:  Di Lombok, Menpar Berbagi Semangat Digitalisasi Komunikasi Publik

Dewas KPK menyatakan para terperiksa terbukti melanggar Peraturan Dewas dengan melakukan penyalahgunaan wewenang dalam melakukan tugas jabatan sebagai insan KPK.

“Mereka disanksi berat, berupa permintaan maaf secara terbuka ke publik,” katanya.

Sebelumnya, dilansir dari Kantor Berita Antara, tim penyidik KPK telah menetapkan Ristanta, Achmad Fauzi, dan Sopian Hadi bersama 12 orang pegawai KPK lainnya sebagai tersangka dalam perkara pungli di Rutan cabang KPK.

Baca juga:  Beredar Surat Kaleng Soroti Pengadaan Buku Perpustakaan Pemkab Buleleng

Sebanyak 15 orang pegawai yang berstatus tersangka tersebut kini sedang menjalani penahanan di Rutan Polda Metro Jaya.

Para tersangka diketahui memberikan fasilitas eksklusif berupa percepatan masa isolasi, layanan menggunakan ponsel dan powerbank, hingga informasi sidak..

Besaran uang untuk mendapatkan layanan tersebut bervariasi dan dipatok mulai dari Rp300 ribu sampai dengan Rp20 juta yang kemudian disetorkan secara tunai ataupun melalui rekening bank penampung.

Baca juga:  DPO Polda Bali Paling Lama Dicari, Hartono Dideportasi dan Diamankan di Jakarta

Rentang waktu 2019-2023, besaran jumlah uang yang diterima para tersangka sejumlah sekitar Rp6,3 miliar dan masih akan dilakukan penelusuran serta pendalaman kembali, baik aliran uang maupun penggunaannya.

Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. (kmb/balipost)

BAGIKAN