Viraguna Bagoes Oka. (BP/Dokumen)

Oleh Viraguna Bagoes Oka

Karut marut pilpres 2024, protes di sana-sini, hujat menghujat, semua parpol saling mengklaim paling benar dan paling jujur memperjuangkan kebenaran dan keadilan semu. Para tokoh agama cendekiawan memperjuangkan kebenaran moral dan etika sebatas slogan semata.

Ya kita semua terlupa untuk merefleksi kembali bagaimana perjalanan sejarah bangsa ini yang selalu berulang menyuarakan kebenaran moral etika tanpa mampu untuk menuntaskannya, sesuai kondisi situasi dan jamannya bahwa kita adalah bangsa yang gampang lupa atas kesalahan. Sejarah akan terus berulang, kekisruhan akan terus berlanjut sesuai dengan karma politiknya.

Soekarno yang dicurangi oleh Soeharto –yang menurut catatan sejarah diduga kuat melalui rekayasa issue adanya Dewan Jendral dengan pembantaian jenderal dengan dalih pemberontakan Partai Komunis Indonesia. Soeharto menerima karma politik dijatuhkan rakyat saat krisis moneter 1998, sehingga harus jatuh dan bangkitnya Orde Reformasi yang tidak tuntas sehingga kekuatan Orba tetap mewarnai Republik tercinta hingga hadirnya tokoh kontroversial pembaharuan: KH Abdurahman Wahid (Gus Dur) sebagai presiden yang tidak sepenuhnya didukung parpol saat itu.

Baca juga:  Pendidikan dan Capaian Pembelajaran Lulusan

Gus Dur selanjutnya menjadi korban dicurangi dan dimakzulkan dengan rekayasa politik sehingga Gus Dur berhasil dijatuhkan serta Megawati bisa tampil menjadi presiden pengganti. Karma politik berlanjut lagi ketika Megawati ditelikung oleh menko Polhukam saat itu Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi presiden ke-6. SBY sebelumnya mengaku kepada Megawati tidak akan maju jadi presiden.

Karma politik dan derita politik tidak beretika buat bangsa ini terus berlanjut. Megawati mendapat kesempatan kembali (setelah puasa selama dua periode bersama PDI Perjuangan). Megawati kembali tampil berkibar sejak 2014 setelah sukses mengusung Jokowi jadi presiden ke-7 untuk dua periode hingga 2024.

Baca juga:  KPU Tetapkan 7.968 Caleg DPR RI

Puncaknya adalah pemilu tahun 2024, lewat pemilu 14 Februari 2024 yang terkesan kontroversial karena sarat diwarnai politik era baru digitalisasi, medsos mengglobal, saling hujat lewat hoax, buzzer penuh intrik yang membuat Megawati dan pembenci Jokowi kali ini kembali harus ikhlas dan legowo untuk kembali terkena karma politik kebablasan ala Indonesia.

Pada saat yang tepat dan dengan strategi politik diam dan mematikan, Jokowi mau tidak mau harus all out dan dengan langkah efektif dan terukur telah tampil sebagai tokoh utama untuk menggolkan Prabowo sebagai capres dengan menggalang kekuatan partai-partai besar dalam satu kekuatan politik baru dengan label Indonesia Baru adalah sebagai satu-satunya cara untuk bisa melawan dan menandingi kekuatan besar PDI Perjuangan.

Baca juga:  Ironi Negeri Petani

Kini kita harus bisa menerima bahwa Republik tercinta masih akan terus harus mau bersabar dengan karma politik praktis yang nampaknya akan masih harus menjadi karma politik dan cerita bersambung. Apakah Jokowi yang sering dipanggil Pak Lurah akan mampu dimakzulkan atau bahkan bisa lolos dengan soft landing serta Prabowo – Gibran bisa dilantik pada Oktober 2024? Jawabannya adalah: “Let Us Pray for The Best of our country but we Should prepare for The Worst”.

Marilah kita tetap semangat buat kita rakyat yang akan tetap harus berjuang uuntuk bisa hidup di tengah budaya karma politik Indonesia yang kebablasan tiada akhir. Semoga Indonesia ke depan bisa segera pulih dan terhindar dari karma politik yang berkelanjutan.

Penulis, Akademisi dan Pemerhati Ekonomi

 

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *