Ilustrasi . (BP/dok)

DENPASAR, BALIPOST.com – Suhu politik menghangat seiring hari pemungutan suara Pilpres dan Pileg yang kurang dua bulan lagi, pada 14 Februari 2024. Masing-masing kontestan makin gencar berkampanye dan menyosialisasikan diri maupun program. Konsolidasi parpol dan relawan kian intensif. Kawasan perkotaan sampai sudut perdesaan dipenuhi baliho politik. Ruang sosial media juga tak kalah ramai memperbincangkan isu politik, yang tak jarang justru memicu polemik.

Hiruk pikuk di masa kampanye wajar terjadi mengingat ini adalah ruang komunikasi bagi kontestan Pemilu untuk meraih simpati pemilih. Momen ini harus dimanfaatkan maksimal agar pesan politik tersampaikan dengan baik.

Apalagi, tidak sedikit dari pemilih yang belum menentukan pilihannya. Tentu ini bukan perkara mudah mengingat jumlah pemilih yang besar dan sebarannya yang luas. Khusus di Bali, DPT pada Pemilu 2024 mencapai 3.269.516 pemilih. Dari angka tersebut, sebanyak 1.685.484 pemilih atau 52 persennya adalah generasi muda yang merupakan gabungan Generasi Milenial dan Generasi Z.

Mitha (18) adalah salah satu Generasi Z yang sampai sekarang belum menentukan pilihannya baik pada paslon capres-cawapres maupun caleg tertentu. Mahasiswi Politeknik Negeri Bali bernama lengkap I Gusti Agung Ayu Indira Paramitha ini mengaku sudah cukup banyak mendapat informasi dari medsos mengenai program kontestan yang bertarung khususnya dalam Pilpres.

Akan tetapi, informasi tersebut belum cukup untuk meyakinkan dirinya yang akan perdana mengikuti Pemilu pada 2024 mendatang. “Masih nunggu, belum bisa sekarang nentuin pilihan. Informasinya sudah lumayan banyak, tapi belum ada mau ke mana (tentukan pilihan). Yang penting, Pemilu damai. Jangan ada hoax, apalagi sampai ada konflik,” katanya.

Baca juga:  Polri Diminta Usut Indikasi Aliran Dana Politik Bersumber dari Bandar Narkoba

Hal senada disampaikan Ketua BEM Fakultas Hukum Universitas Warmadewa, I Putu Cahyadi (21). Menurutnya, sampai saat ini ia belum menentukan pilihannya kepada salah satu paslon capres-cawapres yang telah ditetapkan oleh KPU. Namun demikian, sebagai generasi muda bangsa yang memiliki hak pilih, ia nantinya harus menjatuhkan pilihan kepada paslon yang dinilai mampu membawa arah pembangunan bangsa yang lebih baik.

Untuk itu, ia mengajak seluruh pemilih pemula dan generasi muda bangsa untuk mencermati dan memahami visi misi dan program-program yang ditawarkan oleh masing-masing paslon. Begitu juga dengan visi dan misi para caleg, jangan sampai generasi muda, terutama pemilih pemula termakan ajakan atau isu-isu yang menjebak. “Generasi muda merupakan penentu arah bangsa ke depan. Apalagi, bangsa Indonesia akan menuju Indonesia Emas Tahun 2045. Oleh karena itu, jangan sampai salah memilih pemimpin yang nantinya membawa bangsa ini ke arah yang tidak sesuai dengan harapan bersama,” ujar mahasiswa Prodi Ilmu Hukum ini

Ketua BEM Fakultas Teknik dan Perencanaan Universitas Warmadewa Anak Agung Gede Saka Pramana Agni (20) juga mengaku sampai saat ini belum menentukan pilihannya. Ia memandang bahwa untuk menggaet suara pemilih pemula maupun pemilih muda, para calon cukup mensosialisasikan visi dan misi serta program-program terbaiknya untuk pembangunan bangsa ke depan. Visi-misi dan program para calon pun mesti mendukung kreativitas anak muda dan segala bentuk kegiatan yang bertujuan untuk memajukan anak muda.

Baca juga:  Pemilu 2024, Keterlibatan Jaringan Narkotika Diantisipasi

 

Dominasi pemilih muda dalam Pemilu 2024 baik di Bali maupun secara nasional menunjukkan betapa pentingnya bagi kontestan khususnya paslon capres-cawapres untuk mendulang suara pemilih muda. Namun, bukan perkara mudah jika kontestan Pemilu tidak mampu mengelola isu maupun menggunakan metode kampanye yang tepat.

Pengamat politik yang juga dosen FISIP Universitas Warmadewa, Anak Agung Gde Brahmantya Murti, S.I.P., M.PA., mengatakan, pemilih muda menjadi kelompok strategis. Mereka adalah pemilih cerdas yang telah terekspose berbagai isu-isu penting, mulai dari isu lingkungan, ketenagakerjaan, pembangunan, dan isu-isu lainnya.

Pemahaman ideologi serta sejarah politik yang mereka alami tidak sama dengan generasi sebelumnya. Hal ini membentuk cara pikir serta pertimbangan yang mereka gunakan dalam preferensi politiknya menjadi sangat berbeda. “Generasi muda memiliki perhatian dengan isu-isu domestik hingga internasional karena mudah mengakses informasi melalui media sosial,” ucapnya.

Khusus Generasi Z, Brahmantya Murti menyebutkan, generasi ini dianggap paling berbeda dibandingkan generasi-generasi sebelumnya. Hal ini terjadi karena mereka tumbuh di tengah kondisi lingkungan yang berbeda, ada perkembangan teknologi yang begitu masif, hingga pandemi Covid-19, sehingga mereka memiliki nilai serta pemaknaan yang berbeda atas realitas politik. “Mereka juga ada dalam pilpres sebelumnya di mana terjadi polarisasi dan konflik horizontal antarpara pendukung sekaligus dipertontonkan bagaimana politik dan kekuasaan dimainkan oleh aktor-aktor negara,” katanya.

Baca juga:  Berubah Dalam Sehari, Hasil Tes Swab PCR Bingungkan Warga

Dekan Fakultas Hukum Universitas Mahasaraswati Denpasar Dr. Kt. Sukawati Lanang P. Perbawa, S.H., M.Hum., pun menekankan perlunya menggunakan metode kampanye yang tepat untuk mendapat simpati pemilih muda. Metode kampanye dengan menggunakan media sosial dan media massa atau media elektronik di era kekinian akan lebih mudah menjangkau pemilih muda. “Strategi yang perlu dimunculkan lebih efektif adalah kampanye melalui dunia digital. Soal efektivitas, itu kembali ke pola yang disampaikan,” kata mantan Ketua KPU Provinsi Bali ini.

Namun, ada yang mesti diwaspadai di era post truth ini. Derasnya arus informasi di media digital membuat banyak pihak kesulitan membedakan kebenaran yang sebenarnya dengan kebenaran yang direkayasa. Di sinilah masyarakat harus betul-betul melakukan filter informasi. Jangan menelan informasi mentah-mentah. Harus ada cross check misalnya dengan mencari informasi di media massa atau situs-situs terpercaya.

Ia menambahkan, berbeda dengan pertarungan di pusat, jika kontestan pemilu bertarung dalam zona wilayah kabupaten/kota maupun provinsi, mereka akan berusaha menggunakan metode kampanye bertatap muka langsung dengan masyarakat. Kontestan akan masuk ke ruang masyarakat dekat sehingga akan lebih bisa memunculkan kedekatan emosional termasuk menyerap aspirasi pemilih muda secara langsung. (Dedi Sumartana/Ketut Winata/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *