Badan Akuntabilitas Publik DPD RI saat rapat dengar pendapat dengan masyarakat terdampak PLTU Celukan Bawang di Denpasar, Bali, Kamis (23/11/2023). (BP/Ant)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pemerintah, swasta, dan masyarakat diberikan waktu enam bulan untuk menyelesaikan polemik Pembangkit Listrik Tenaga Uap Batu bara Celukan Bawang, Buleleng, Bali. Target tersebut diberikan Ketua Badan Akuntabilitas Publik (BAP) DPD RI Tamsil Linrung.

“BAP DPD RI meminta kepada pihak-pihak terkait berkomitmen penuh untuk menyelesaikan permasalahan tersebut dalam tenggang waktu maksimal enam bulan sejak kesepakatan ini ditandatangani dengan penuh rasa tanggung jawab,” kata Tamsil usai rapat dengar pendapat di Denpasar, dikutip dari kantor berita Antara, Kamis (23/11).

Dalam rapat tersebut, DPD RI mengumpulkan perwakilan masyarakat terdampak, yakni masyarakat Dusun Pungkukan, Desa Celukan Bawang, merasa ada gangguan pernapasan, kurangnya penyediaan air bersih dan klinik, serta ganti rugi tanah yang tidak sesuai harapan.

Baca juga:  Tambahan Harian di Atas 170, Korban Jiwa COVID-19 Juga Naik dari Sehari Sebelumnya

Tamsil mendapat informasi dari masyarakat bahwa sebanyak 62 KK belum terelokasi, mereka menuntut PT. PLN memberi ganti rugi karena lokasi lahan mereka berada di kawasan pembangkit, namun tak diindahkan lantaran lahan tersebut di luar batas lahan yang digunakan PLN.

Atas perdebatan itu, BAP DPD RI meminta agar pemerintah turun langsung ke lapangan untuk melihat posisi lahan warga yang merasa paling terdampak. “Saya minta Kementerian ESDM melihat langsung ke lapangan, kita akan rapat di DPD RI nanti,” ujar senator asal Sulawesi Selatan itu.

Ia mengatakan, BAP DPD RI hadir setelah masyarakat Celukan Bawang menyampaikan aduan ini, Tamsil mengaku bingung lantaran pembangunan PLTU Celukan Bawang sendiri sudah sejak 15 tahun lalu.

Baca juga:  Pertama Kali Dalam Sejarah, Gubernur Koster Hibahkan Gedung dan Tanah ke DPD RI

“Kita mau menyelesaikan pengaduan masyarakat terkait PLTU Celukan Bawang. Lalu ada masalah tanah, lahan yang belum tuntas, masyarakat terdampak belum direlokasi. Investasi atau pembangunan apapun jangan pernah merugikan masyarakat, boleh investasi asing apapun tapi jangan menyengsarakan rakyat,” sambungnya.

Dalam enam bulan, selain mencari solusi terhadap tuntutan relokasi, seluruh peserta rapat juga sepakat agar ketika ada penambahan kapasitas produksi listrik, Kementerian ESDM dapat menyelaraskan dengan konsep Tri Hita Karana.

Selanjutnya, agar PT PLN dalam membangun transmisi SUTET memastikan area tersebut aman dihuni melalui kajian AMDAL dan ESG (Environmental Social Governance) yang lengkap, termasuk keputusan menggunakan sumber daya pembangkit listrik menggunakan gas uap atau hybrid dengan PLTS, menggantikan penggunaan batu bara.

Baca juga:  Buntut "Speeding" Makan Korban, Polisi Tindak Ratusan Motor di Serangan

Sementara untuk PT General Energy Bali (GEB) PLTU Celukan Bawang diminta untuk melaksanakan 10 komitmennya kepada masyarakat, termasuk bantuan CSR dan mengutamakan penyerapan tenaga kerja lokal.

Sementara itu perwakilan masyarakat Desa Celukan Bawang Hilman Eka Rabbani mengatakan mereka tetap konsisten menuntut relokasi lahan. “Harus tetap direlokasi karena dilihat dari wilayahnya mereka terhimpit di posisi itu. Baratnya pagar PT PLN, timurnya sungai, makanya saya menekankan pihak-pihak yang berkepentingan atau pemangku kebijakan memang harus turun ke lapangan langsung untuk meninjau,” kata dia. (Kmb/Balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *