Sang Ayu Putu Arie Indraswarawati. (BP/Istimewa)

Oleh Sang Ayu Putu Arie Indraswarawati

Tradisi merupakan adat istiadat dan kepercayaan yang secara turun temurun dapat dipelihara dari kehidupan suatu penduduk asli yang meliputi mengenai nilai-nilai budaya, norma-norma, hukum dan aturan-aturan yang saling berkaitan, dan kemudian menjadi suatu sistem atau peraturan yang sudah mantap, serta mencakup segala konsepsi sistem budaya dari suatu kebudayaan untuk mengatur tindakan sosial. Salah satu tradisi di Bali yang masih bertahan sampai dengan saat ini adalah tradisi Nyingkrem. Kamus Bali Indonesia edisi ke-3 menyebutkan arti kata cingkrem yang berarti simpanan wajib dalam bentuk uang yang biasanya dilakukan oleh anggota banjar atau kumpulan secara bersama-sama.

Nyingkrem merupakan tata kelola keuangan tradisional yang bernuansa kearifan lokal masyarakat Hindu di Bali guna mencapai terjaminnya ketersediaan dana yang akan digunakan di dalam setiap aktivitas keagamaan di Bali. Nyingkrem didasari kesepakatan dan kepercayaan dari masing–masing anggotanya sehingga dengan sukarela taat akan ketentuan yang sudah disepakati. Praktik keuangan tradisional nyingkrem sudah menjadi tradisi dalam menjalin kebersamaan.

Baca juga:  Tata Kelola Keuangan, Pemerintah Desa Harus Kedepankan Akuntabilitas

Nyingkrem merupakan manajemen keuangan untuk mengantisipasi pengeluaran dana yang cukup besar. Hal yang serupa juga tampak di salah satu Banjar Adat di Bali, dimana praktik nyingkrem masih bertahan. Nyingkrem menjadi praktik tata kelola keuangan tradisional yang masih bertahan dengan keunikannya. Penyampaian pertanggungjawaban dilaksanakan oleh prajuru banjar dihadapan krama

banjar, yang dimulai dari nyingkrem, ngampil dan pencatatan dosan nikel yang pelaksanaannya dilaksanakan oleh jero petajuh dibantu kesinoman, dilanjutkan dengan pengaksama jero kelian menjadi dresta dalam masyarakat.

Banjar yang menjadi bagian dari desa berhak tau terkait perkembangan desa dan keputusan yang sudah ditetapkan desa. Keterlibatan krama banjar dalam nitenin (memeriksa) laporan yang disajikan menjadi rangkaian tanya jawab sebelum disahkan. Hal tersebut merupakan cuplikan proses pelaksanaan tradisi nyingkrem di Bali.

Baca juga:  Celuluk Bergentayangan ke Amerika

Pertanggungjawaban keuangan nyingkrem dalam sangkepan Banjar berupaya menampilkan keterbukaan informasi.

Kepedulian krama terlihat sangat kental dalam perdebatan pada saat sangkepan atau parum. Sebagai prajuru berpegang teguh pada amanah yang diberikan krama,

upaya prajuru bekerja dengan sebaiknya, merupakan bagian dalam menjalankan amanah yang diberikan kepada prajuru. Rangkaian prosesi nyingkrem bejalan dari dulu dan tetep berjalan sampai saat ini merupakan bagian dari komitmen prajuru untuk melanjutkan nyingkrem. Menghormati dan menghargai jasa pendahulu banjar yang sudah mewariskan nyingkrem sebagai upaya dalam menjaga paiketan makrama banjar.

Persembahan secara sekala niskala dalam setiap poses pertanggungjawban keuangan selalu diakhiri dengan wujud syukur dengan persembahan, kecil besarnya sebuah persembahan yang dihaturkan merupakan bakti keseriusan dalam makrama, mendedikasikan diri sebagai prajuru merupakan termasuk bakti persembahan dalam ngayahin krama. Praktik-praktik akuntabilitas pertanggungjawaban keuangan nyingkrem di salah satu Banjar Adat di Bali tercermin dari keterbukuaan informasi yang dilakukan pada saat sangkepan banjar.

Baca juga:  Perekonomian Kerthi Bali dan Prospek Bali ke Depan

Segala permasalahan yang terjadi diselesaikan secara musyawarah, sehingga sangkepan dapat dijadikan sebagai mimbarterbuka dalam menyampaikan inspirasi. Kepedulian krama sangat kental dalam perdebatan pada saat sangkepan atau parum. Sebagai prajuru berpegang teguh pada amanah yang diberikan krama, upaya prajuru bekerja dengan sebaiknya, merupakan bagian dalam menjalankan amanah yang diberikan kepada prajuru.

Penulis, Mahasiswa Program Doktor Ilmu Akuntansi FEB Universitas Udayana

BAGIKAN