Gubernur Bali, Wayan Koster saat ditemui usai mengikuti Rapat Paripurna ke-22 DPRD Provinsi Bali, Senin (26/6). (BP/win)

DENPASAR, BALIPOST.com – Fraksi di DPRD Bali, yakni Nasdem, PSI, dan Hanura mengusulkan agar Ibu Kota Provinsi Bali dipindah. Usulan ini disampaikan saat pandangan umum fraksi terkait Ranperda Haluan Pembangunan Bali Masa Depan, 100 Tahun Bali Era Baru 2025-2125 yang dibacakan oleh Grace Anastasia Surya Widjaja pada Rapat Paripurna ke-22 DPRD Provinsi Bali, Senin (26/6).

Pemindahan Ibu Kota Provinsi Bali diusulkan dari Kota Denpasar ke Kabupaten Buleleng. Bagi Fraksi Nasdem, PSI, dan Hanura, usulan ini sangat relevan untuk Bali masa depan.

Menanggapi usulan tersebut, Gubernur Bali, Wayan Koster ditemui usai mengikuti Rapat Paripurna mengatakan usulan pemindahan ibu kota Provinsi Bali dari Kota Denpasar ke Kabupaten Buleleng bisa dipertimbangkan. Namun, hal tersebut masih sulit dilakukan.

Mengingat Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2023 sudah ditegaskan bahwa Ibu Kota Provinsi Bali itu di Kota Denpasar. “Jadi usulan itu tentu bisa dipertimbangkan, tapi untuk saat ini tidak bisa dilaksanakan, karena di Undang-Undang (Nomor 15 Tahun 2023,red) kan baru keluar,” ujar Gubernur Koster.

Baca juga:  Curi Barang Penumpang, Sopir Tranportasi Online Ditangkap

Gubernur Koster, mengakui bahwa ketika menyusun UU Nomor 15 Tahun 2023 ini, ada usulan untuk mengembalikan Buleleng menjadi Ibu Kota Provinsi Bali. Namun, dengan berbagai pertimbangan, usulan tersebut dinilai sulit untuk dilakukan. “Dulu ketika nyusun Undang-undang itu ada usulan kembalikan ke Buleleng, tapi saya pikir itu bebannya berat harus membangun infrastrukur lagi, sedangkan banyak yang protes. Jadi biarlah di Denpasar,” tegas Gubernur Koster.

Menurut Gubernur Koster, pada dasarnya ibu kota suatu provinsi harus dekat dengan Bandara. Sedangkan di Buleleng belum terdapat Bandara.

Baca juga:  Tambahan Korban Jiwa COVID-19 Terbaru, Seluruhnya Punya Komorbid

Dalam pandangan umumnya, Grace menyatakan tingkat kepadatan penduduk di Kota Denpasar sangat tinggi. Sebaliknya, Buleleng sangat ideal untuk lebih dikembangkan dengan dasar geografis, ketersediaan lahan untuk pengembangan, dan sumber daya manusia (SDM) unggul.

Untuk selanjutnya, Kota Denpasar bisa difokuskan sebagai kota perdagangan, pariwisata dan pendidikan. Grace mengatakan pemindahan ibu kota ini juga bercermin pada pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke IKN (Ibu Kota Nusantara) di Kalimantan Timur.

Pemindahan ibu kota adalah tuntutan ke depan untuk menyikapi perkembangan kota. Hal ini sejalan dengan kecenderungan diberbagai belahan dunia, yang menggeser ibu kota negara ataupun provinsi ke tempat yang lebih ideal dan memungkinkan untuk di-setting sebagai ibu kota sedari awal.

“Untuk Haluan Pembangunan Bali harus ditegaskan soal ‘diversifikasi’ keunggulan Provinsi Bali di bidang non pariwisata. Grand design memajukan sektor pertanian, perkebunan, peternakan, pendidikan, industri software, hingga menjadikan Bali sebagai pusat digitalisasi dunia harus kita lakukan,” ujar Grace.

Baca juga:  Bali Digital Festival untuk Jana Kerthi Menuju Bali Era Baru

Sementara untuk pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan, tak lepas dari swasembada pangan yang harus dipenuhi Bali sendiri. Apalagi, kata Grace jika menilik prediksi-prediksi akibat pemanasan global akan mengakibatkan krisis pangan di masa datang, sehingga Bali tidak bergantung pangan dari wilayah atau bahkan negara lain, melainkan mampu memenuhi sendiri.

Untuk 100 tahun ke depan, dikatakan tentunya tidak cukup jika hanya mengembangkan pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan dengan pola seperti saat ini. Konsep menghasilkan kualitas lebih baik dan produktivitas bermutu tinggi, tentunya harus dibarengi dengan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) serta digitalisasi. (Winatha/balipost)

BAGIKAN