Pengamat hukum yang juga mantan hakim Mahkamah Konstitusi I Dewa Gede Palguna (tengah) dalam acara diskusi di Denpasar, Jumat (26/5/2023). (BP/Ant)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pertimbangan Mahkamah Konstitusi yang memutuskan mengubah masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dari semula empat tahun menjadi lima tahun dinilai tidak masuk akal. Penilaian ini disampaikan pengamat hukum yang juga mantan hakim Mahkamah Konstitusi I Dewa Gede Palguna, disela-sela acara diskusi di Denpasar, Bali, dikutip dari Kantor Berita Antara, Jumat (26/5).

“Pertimbangan Mahkamah Konstitusi untuk kali ini tidak masuk akal menurut saya. Tidak ada ‘ratio decidendi’ dari putusan itu. Menurut saya tidak ada pertimbangan konstitusional itu,” katanya.

Mahkamah Konstitusi, lanjut dia, seharusnya tidak masuk ke ranah tersebut karena menjadi wilayah pembentuk undang-undang. “Dengan kata lain, saya ikut pendapat yang ‘dissenting (berbeda) seperti yang disampaikan empat hakim MK. Bagaimana Mahkamah Konstitusi memberikan pandangan bahwa empat tahun itu tidak konstitusional dan lima tahun konstitusional?” ujarnya mempertanyakan.

Baca juga:  Mulai dari Rumah Tangga, Putus Penyebaran COVID-19 dengan PHBS

Apalagi, tambah dia, kemudian membandingkan dengan jabatan yang lain. “Misalnya, kalau pertanyaannya kenapa tidak disamakan dengan jabatan Mahkamah Konstitusi atau dengan masa jabatan yang lain,” ucapnya.

Dewa Palguna menegaskan terkait urusan masa jabatan itu tidak bisa dinyatakan konstitusional atau tidak konstitusional. “Kecuali yang secara tegas dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar 1945 seperti masa jabatan presiden lima tahun dan sesudahnya bisa dipilih kembali untuk masa jabatan yang sama satu kali. Kalau yang ini ‘kan tidak,” tuturnya.

Baca juga:  Kewajiban Setelah Putusan Mahkamah Konstitusi

Menurut dia, itu yang namanya “legal policy’ dari pembentuk undang-undang dan itu tidak bisa dipengaruhi oleh Mahkamah Konstitusi dengan menyatakan ini konstitusional dan itu tidak konstitusional.

“Oleh karena sudah menjadi putusan Mahkamah Konstitusi ya sudah mulai berlaku sejak selesai diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. Pasal 47 dalam UU Mahkamah Konstitusi mengatakan punya kekuatan hukum mengikat jadi mau apalagi,” katanya.

Tetapi kemudian, kata Dewa Palguna, putusan itu akan menjadi milik publik dalam pengertian sekarang sudah diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum, maka hak publik untuk mengkritisi itu. “Termasuk saya sebagai bagian dari publik yang kebetulan dulu pernah ada di sana (MK),” ujarnya.

Baca juga:  Cari Korban KMP Yunicee, TNI AL Libatkan 2 KRI

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan uji materi judicial review terkait masa jabatan pimpinan KPK dari empat tahun, menjadi lima tahun dalam Pasal 34 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.

Permohonan uji materi terkait masa jabatan Pimpinan KPK itu diajukan oleh Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron. “Mengabulkan permohonan untuk seluruhnya,” ucap Ketua MK Anwar Usman membacakan amar putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (25/5). (Kmb/Balipost)

BAGIKAN