Dewa Gde Satrya. (BP/Istimewa)

Oleh Dewa Gde Satrya

ASEAN Summit ke-42 pada 9-11 Mei terasa istimewa. Kali ini, perhelatan bergengsi di kawasan Asia Tenggara itu dihelat di destinasi super prioritas Labuan Bajo. Bagi Indonesia, keketuaan sekaligus tuan rumah KTT ASEAN tersebut bermakna strategis. Selain pembangunan infrastruktur yang masif, bagi masyarakat Labuan Bajo, kabupaten Manggarai Barat, provinsi Nusa Tenggara Timur, even ini meningkatkan harkat, martabat dan kepercayaan diri dalam pergaulan bangsa-bangsa di dunia. Diyakini bahwa even berskala internasional memiliki dampak yang signifikan bagi perekonomian lokal, maka diharapkan akan mengentaskan kemiskinan di Labuan Bajo secara signifikan.

Bagi masyarakat ASEAN, even ini menggugah harapan semakin eratnya persatuan yang direalisasikan dalam single tourism destination. Gagasan ini telah dirintis sejak akhir abad ke-20, namun realisasinya membutuhkan spirit yang harus terus dinyalakan untuk membangun ikatan persaudaran di antara negara-negara anggota ASEAN.

Pada ASEAN Tourism Forum yang berlangsung di Yogyakarta beberapa tahun lalu misalnya, spirit merealisasikan ASEAN sebagai destinasi wisata tunggal tampak pada lima agenda penting bagi kepariwisataan. Pertama, penyediaan fasilitas perjalanan dan melakukan upaya untuk menghilangkan hambatan-hambatan bagi wisatawan negara-negara anggota ASEAN dan tiga negara mitranya (China, Jepang dan Korsel). Kedua, melakukan program promosi tujuan-tujuan wisata di ASEAN dan tiga mitra negara. Ketiga, menciptakan program untuk bisa mengembangkan sektor pariwisata di negara masing-masing. Keempat, kesepakatan untuk melakukan kerja sama di bidang riset dan pembinaan sumber daya manusia serta informasi teknologi, dan kelima, melakukan kerja sama di bidang promosi investasi usaha di bidang kepariwisataan.

Baca juga:  Bagaimana Sistem Pemilu Proporsional Konstitusional?

Data Kemenparekraf menunjukkan, rata-rata 50 persen dari wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Indonesia berasal dari kawasan ASEAN. Mayoritas dari total wisman tersebut berasal dari Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Data ini kerap digunakan sebagai acuan untuk mengerucutkan promosi dan penjualan pariwisata Indonesia di tingkat internasional. Even-even expo pariwisata di Asia khususnya, seperti MATTA Fair di Malaysia, Shanghai Tourism Festival di Shanghai China, PATA Travel Mart, dan JATA World Travel Fair di Tokyo Jepang, tidak pernah dilewatkan oleh Indonesia.

Karateristik pasar wisman setiap negara perlu dicermati. Untuk kondisi saat ini, meski ada penyesuaian di beberapa segmen dan perilaku wisatawan pasca pandemi, namun secara umum pasar wisatawan Asia dapat dikelompokkan ke dalam 4 cluster: shopping, golf and sport, culinary, art & heritage. Cabang golf misalnya, posisi Indonesia semakin diakui sebagai tempat (destinasi) menarik untuk pertandingan golf kelas dunia. Secara keseluruhan, Indonesia memiliki ratusan padang golf yang tersebar di berbagai kawasan wisata di tanah air. Kondisi ini merupakan aset dalam menarik kunjungan wisatawan untuk menikmati olah raga golf sambil berwisata.

Baca juga:  ASEAN Bersiap Hadapi Kondisi Terburuk

“Rethinking Tourism”

Masih dalam suasana pasca pandemi, United Nation World Tourism Organization (UNWTO) mengajak seluruh pelaku pariwisata untuk memikirkan kembali praktik dan dampak pariwisata bagi dunia selama ini. Tema perayaan World Tourism Day 2022, “Rethinking tourism”, terkait dengan cita-cita luhur warga bangsa ASEAN berkolaborasi dalam destinasi wisata tunggal. Tidak sekadar jargon, melainkan tercermin dalam kehidupan sehari-hari, sebagai negara yang saling berdekatan dan bertetangga memiliki keakraban dan kepedulian yang tinggi, serta saling menghormati. Spirit itu kiranya tetap terjaga pasca pertemuan September tahun lalu di Bali yang dihadiri lebih dari 300 perwakilan negara anggota UNWTO, Menteri Pariwisata negara anggota G20, tamu negara, organisasi internasional, serta stakeholder pariwisata dalam dan luar negeri.

Rethinking tourism dirasakan penting pasca penderitaan yang dialami bersama-sama selama pandemi. Esensinya tidak sekadar bekerjasama secara formal, namun memiliki spirit kemanusiaan yang menyatukan. Bagi kawasan ASEAN, spirit yang menyatukan, membangun perdamaian dan kesalingpengertian sesama warga negara, haruslah menjadi contoh bagi negara bangsa di dunia. Warga bangsa ASEAN yang harmonis, hangat dan menjadi impian tujuan bagi semua umat manusia, merupakan kedalaman makna kerjasama dan jargon persatuan ASEAN. Signal itu tampak pada slogan pemasaran pariwisata ASEAN “Southeast Asia: Feel the Warmth” dan kini menjadi “A Destination for Every Dream”.

Baca juga:  Kekerasan Seksual Masuk Kampus: Salah Siapa?

Karena itu, bagi Indonesia khususnya dan negara-negara anggota ASEAN lainnya, pariwisata yang dihadirkan haruslah inklusif dan berkelanjutan, memungkinkan semua orang untuk terlibat dan mendapat manfaat yang maksimal dari pariwisata untuk menggapai kehidupan yang berkualitas. Konkretnya tercermin pada laporan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (Januari 2022), bahwa paradigma pembangunan ego-centric yang cenderung sektoral perlu diubah menjadi eco-centric berbasis ilmu yang transdisiplin. Hal itu akan mendorong pelaksanaan ekonomi sirkuler berbasis sumber daya alam yang tangguh dan berkelanjutan untuk memecahkan masalah terkait kepentingan ekonomi dan ekologi yang menghormati hak setiap warga negara. Peraturan Presiden Nomer 111 tahun 2022 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan kiranya menjadi lompatan bagi Indonesia sebagai negara di ASEAN yang berketetapan hati dan memiliki orientasi perilaku yang relevan dengan cita-cita pembangunan berkelanjutan.

Destinasi wisata ASEAN mengandaikan benefit seluas-luasnya bagi Indonesia khususnya dan negara-negara ASEAN lainnya. Kesepahaman, emotional bonding dan solidaritas sesama negara ASEAN dirasa semakin penting guna mendorong percepatan kemajuan kepariwisataan kawasan dan Indonesia khususnya.

Penulis, Dosen School of Tourism, Universitas Ciputra Surabaya

BAGIKAN