Stadion Kapten I Wayan Dipta Gianyar direhab, guna menyongsong Piala Dunia U-20 pada 2023. (BP/Dokumen)

JAKARTA, BALIPOST.com – Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus menyebut Indonesia kehilangan potensi tambahan Produk Domestik Bruto (PDB) senilai Rp3,36 triliun karena pembatalan penyelenggaraan piala dunia U20. Jika dirinci per Provinsi yang menjadi tuan rumah, Ahmad menyebut Bali kehilangan potensi PDRB sebesar Rp 42,83 miliar.

Sementara itu, Rp554,78 miliar Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) hilang dari DKI, Rp499,22 miliar oleh Jawa Timur, Rp451,55 miliar oleh Jawa Barat, Rp298,39 oleh Jawa Tengah, dan Rp97,54 miliar oleh Sumatera Selatan. Ahmad mengutarakan perhitungan ini menggunakan metode computable general equilibrium setelah menghitung keluaran dari injeksi senilai Rp1,13 triliun kepada perekonomian untuk perhelatan piala dunia U20.

Baca juga:  PUPR Bantah Infrastruktur Jadi Alasan FIFA Coret Indonesia Tuan Rumah Piala Dunia U-20

“Untuk perhelatan piala dunia, ketika diinjeksi Rp1,13 triliun ke dalam perekonomian, ternyata dampaknya lebih, sampai Rp3,36 triliun,” katanya di Jakarta, Kamis (6/4) dikutip dari Kantor Berita Antara.

Menurut dia, pagelaran piala dunia ini berdampak sangat luas tidak hanya ke sektor olahraga, tapi misalnya juga dari sponsor, hak siar, dan langganan streaming piala dunia. Dari nilai Rp3,36 triliun tersebut, senilai Rp1,9 triliun didapatkan oleh enam provinsi yang direncanakan menjadi tempat penyelenggaraan piala dunia U20.

Baca juga:  Setelah Dua Pekan Tangkapan Melimpah, Kini Paceklik Ikan Berlanjut

Adapun injeksi pada perekonomian untuk pagelaran piala dunia sebesar Rp1,13 triliun didapatkan dari belanja infrastruktur untuk pembangunan enam stadion utama dan 18 lapangan berlatih.

Di samping itu, biaya penyelenggaraan dan persiapan teknis diperkirakan mencapai Rp500 miliar, biaya yang dikeluarkan tim peserta senilai Rp27,69 miliar, biaya yang dikeluarkan penonton senilai Rp212,6 miliar, dan biaya untuk pengeluaran streaming senilai Rp250 miliar.

“Dari beberapa bagian itu akan menimbulkan perputaran uang yang senilai Rp1,13 triliun. Dampaknya bisa lebih dari Rp1,13 triliun karena, misalnya pembangunan infrastruktur, ada kuli yang mendapatkan penghasilan itu bisa membeli makanan dan lain-lain,” katanya. (kmb/balipost)

Baca juga:  Gubernur Koster dan Risiko Sebuah Keputusan
BAGIKAN