Sejumlah wisatawan mancanegara sedang berjalan-jalan di Kuta. (BP/dok)

DENPASAR, BALIPOST.com – Setelah masalah turis berulah mengganti plat kendaraan dengan nama, menyalahgunakan izin wisata dengan bekerja, belum lagi turis yang overstay, kini pariwisata Bali dihadapkan pada masalah transportasi turis. Wacana Gubernur Bali melarang turis menyewa sepeda motor, menjadi babak baru dinamika pariwisata Bali.

Ketua Persatuan Angkutan Wisata Bali (Pawiba) I Nyoman Sudiartha, Selasa (14/3) mendukung wacana pelarangan turis menggunakan sepeda motor itu. Alasannya berdampak pada kondusivitas lalu lintas, seperti tidak memakai helm, tidak memiliki SIM, plat kendaraan yang diganti, dan berkendara secara ugal–ugalan.

“Dulu wisatawan bawa motor kan biasanya untuk ke pantai dari tempat mereka menginap. Seiring berkembangnya pariwisata di Bali, sekarang banyak bule menggunakan sepeda motor dari Canggu ke Ubud, Uluwatu. Sedangkan dulu rental sepeda motor digunakan untuk di satu kawasan. Sekarang bule–bule menggunakan sepeda motor sudah keluar dari batasan wilayah,” bebernya.

Kondisi tersebut harus ditertibkan, terutama bagi usaha jasa rental sepeda motor. Menurutnya, penggunaan motor oleh turis untuk melakukan perjalanan diakui karena biayanya lebih murah. Dengan berkembangnya pariwisata, Bali bergerak ke arah kemunduran karena wisatawan yang datang justru wisatawan yang ingin mendapatkan harga yang murah. “Ada stigma juga seperti itu karena kita di satu sisi sedang mengharapkan kedatangan wisatawan. Tapi di sisi lain wisatawan yang datang membuat permasalahan baru,” ujarnya.

Baca juga:  Delapan Mobdin Dewan “Nyangkut” di Setwan

Terkait masalah transportasi, terutama berkendara sendiri hendaknya diperketat. Dalam menyewakan kendaraan agar SOP diperketat dan ada law enforcement dari instansi terkait. “Di satu sisi kita mengharapkan kedatangan wisatawan. Kalau kita bilang ini suatu kemunduran, percuma dong kita promosi. Jadi teman–teman pariwisata bersinergi dengan pemerintah untuk mendatangkan wisatawan, di sisi lain ada permasalahan–permasalahan baru. Yang perlu kita selesaikan kan permasalahannya, bukan memotong turis untuk tidak boleh ke Bali,” ujarnya.

Sementara Ketua Asita Bali Putu Winastra dengan tegas menyatakan turis menggunakan motor bukan karena soal murah, namun karena berkendara sendiri merupakan hal baru yang tidak dapat dirasakan di negaranya. “Saya kira tidak (bukan murah alasan turis memilih berkendara sendiri dengan sepeda motor). Jadi kan sekarang kita melihat, masak mereka menyewa sepeda motor sampai Rp1 juta, kan tidak mungkin. Ini sudah disesuaikan, apa produk yang dibeli, sudah disesuaikan antara produk dan kualitasnya,” tandasnya.

Baca juga:  Air Danau Batur Tak Layak Konsumsi, Warga Mulai Khawatir

Menurutnya jika wisatawan menggunakan jasa perusahaan yang memiliki legalitas, justru akan membantu wisatawan sendiri. Karena jika terjadi sesuatu, maka perusahaan tersebut juga akan ikut bertanggung jawab.

Menurutnya, hal itu merupakan salah satu faktor yang mendorong tren berkendara sendiri di kalangan turis asing semakin marak. “Kondisi tidak memungkinkan mereka naik motor, musim dingin kan tidak mungkin mereka naik motor di negara mereka. Kedua, bisa saja infrastrukturnya tidak mendukung di sana. Nah kalau sekarang di destinasi ini ada sesuatu yang baru yang mereka ingin coba, saya kira itu menjadi suatu trigger kenapa mereka ingin melakukan perjalanan dengan sepeda motor,” bebernya.

Namun ketika permintaan penyewaan sepeda motor meningkat, pemilik usaha hendaknya juga mematuhi aturan agar tidak terjadi hal–hal yang tidak diinginkan. Misalnya, seseorang yang memiliki usaha travel dan ada divisi transportasi, harus memiliki legalitas. Sopirnya memiliki SIM. Jika kendaraan tersebut disewakan, penyewanya harus jelas, baik tempat tinggal, memiliki SIM, mematuhi aturan yang ada, dan lainnya.

Baca juga:  Pura Dadia Gelgel Hangus Terbakar

Menurutnya jika hal itu dilakukan, tidak akan menjadi masalah seperti saat ini. Hal–hal seperti ini yang menurutnya perlu ditertibkan, ditegakkan law enforcement-nya.

Putu Winastra juga menampik fenomena turis yang terjadi saat ini bukan indikasi kemunduran pariwisata Bali, namun justru semakin maju. Menurutnya Bali didesain untuk berbagai jenis wisatawan. Setiap wisatawan yang datang tidak hanya datang ke satu tempat tapi tersebar di berbagai wilayah di Bali.

“Justru ini yang kita mau. Jadi wisatawan berkualitas tidak harus memiliki uang lebih. Kalau wisatawan memiliki uang, itu namanya wisata premium. Wisata berkualitas artinya bagaimana wisatawan bisa spending money, experience, berbaur dengan masyarakat lokal dan bisa memberikan kontribusi pada masyarakat lokal. Itu yang namanya berkualitas,” tandasnya. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN