Rektor Dwijendra University, Dr. Ir. Gede Sedana, M.Sc., MMA. (BP/kmb)

DENPASAR, BALIPOST.com – Sejak memiliki Pergub No.80/2018 tentang Pelindungan dan Penggunaan Bahasa, Akasara dan Sastra Bali serta Pengelengaraan Bulan Bahasa Bali, Pemerintah Provinsi Bali mulai 1 Februari 2023 kembali menggelar Bulan Bahasa Bali. Tahun 2023, memasuki pelaksanaan yang kelima kalinya. Bulan Bahasa Bali ini diharapkan menjadi kebanggaan kaum milenial Bali.

Bagaimana pelaksanaannya dan dampaknya terhadap penggunaan bahasa Bali? Semuanya dikupas dalam Dialog Merah Putih Bali Era Baru dengan tema “Implementasi Bulan Bahasa Bali pada Generasi Muda” pada Senin (30/1) di Bali Coffee Warung 63, Jalan Veteran Denpasar.

Akademisi yang juga Rektor Dwijendra University Dr. Ir. Gede Sedana, M.Sc., MMA. mengatakan, Perda Nomor 80/2018 tentang Bahasa, Sastra dan Aksara Bali dilatarbelakangi atas perhatian Gubernur Bali terhadap pelestarian budaya Bali termasuk di dalamnya sistem bahasa. Sastra, bahasa dan aksara yang merupakan kekayaan budaya Indonesia.

Bali merupakan salah satu yang memiliki aksara di dunia. Bahkan tiga bahasa daerah di dunia dinyatakan hilang tiap hari oleh Unesco. “Jauh sebelumnya Bali telah memiliki bahasa, aksara dan sastra. Artinya Bali memiliki peradaban tinggi pada jaman itu sehingga upaya Gubernur Bali melalui bahasa sastra aksara adalah upaya mengangkat kembali , mengamankan, melestarikan dan mengembangkan kekayaan budaya kita adalah bagian dari nkehatiran hilangnya bahasa Bali,” ujarnya.

Menurutnya, upaya Gubernur Bali Wayan Koster ini beririsan kuat dengan visi Dwijendra terkait sastra dan budaya Bali. Sehingga budaya Bali dijaga bersama – sama. Pencanangan bulan bahasa Bali ini sangat positif sehingga tanpa disadari akan tumbuh dan muncul dalam diri masyarakat Bali dan bahasa, aksara, dan sastra Bali menjadi bagian dalam diri setiap orang tanpa ditekan atau dipaksa dari eksternal. Bahkan dia berharap bahasa dan sastra Bali bisa go international seperti yang dimiliki Jepang dan Korea.

Baca juga:  UMK Bangli Naik Rp 170 Ribu, Ini Besarannya

Kata kuncinya adalah jadikan Bulan Bahasa Bali sebagai kebangaan kaum milenial Bali. Siswa, mahasiswa dan STT terlibat dan berperan dalam kegiatan tersebut. Makanya sangat tepat Gubernur Bali menyediakan Bulan Bahasa Bali sebagai wahana pengembangan atas pelindungan bahasa Bali sesuai Pergub 80/2018.

Dosen Bahasa Indonesia dan Daerah Dwijendra University Dr. IB. Wisnu Parta. S.S., M.Hum.mengatakan, Februari sebagai bulan Bahasa Bali hanya dirayakan Provinsi Bali. Hanya Bali yang memiliki bulan bahasa untuk pelestarian bahasa Ibu di Indoensia sehingga wajar disebut Pestanya Bahasa Bali.

Dosen peraih doktor di Bahasa Bali ini mengungkapkan pelaksanaan Bulan Bahasa Bali tidak hanya dilakukan pada generasi muda tapi seluruh komponen masyarakat sehingga setiap manusia Bali terlibat di dalamnya. Pemerintah Prov. Bali terus menambah tenaga penyuluh bahasa Bali di desa-desa, mengangkat guru bahasa Bali sebagai honorer daerah atau guru kontrak serta menggalakkan peminatan anak muda Bali agar menekuni bahasa Bali.

Baca juga:  Wacana Bali Era Baru, Pangdam Koordinasi dengan Gubernur

Salah satunya dilakukan membantu lembaga pendidikan tinggi seperti FKIP Dwijendera, Univ. PGRI Mahadewa Indonesia, Unud dan Undiksha berupa beasiswa penuh sampai tamjat bagi yang memilih Bahasa dan Sastra Bali. Ia berharap bulan bahasa Bali tidak hanya fokus pada bahasa tapi juga mencakup aksara dan sastranya.

Membuat perlombaan yang menarik minat generasi muda seperti standup comedy yang menggunakan bahasa Bali, lomba Baligrafi, dll. Inovasi perlombaan inilah yang akan menarik generasi muda aware terhadap bahasa Bali tidak hanya membaca lontar, masatua Bali dan berpidato bahasa Bali. Perhelatan ini diharapkan mampu menarik minat generasi muda dengan membuat perlombaan kekinian.

Guru Bahasa Bali SMAN 9 Denpasar Ida Ayu Putu Laksmiyanti, S.Pd., M.Pd. mengatakan, sebenarnya generasi muda sangat antusias mendapat pelajaran Bahasa Bali termasuk mengikuti Festival di Bukan Bahasa Bali di sekolah. Baik mjengikuti lomba pidarta, baca puisi dan yang ngetren adalah lomba Baligrafi, yaitu kumpulan aksara dijadikan gambar berbagai bentuk dan memiliki makna. Sehingga Bahasa Bali dengan cara-cara atau inovasi kekinian menjadi sangat digandrungi generasi muda.

Perlu juga diperhatikan SDM yang mengajarkan muatan lokal Bahasa Bali. Tidak seperti sekarang hanya kebagian dua jam pelajaran tiap minggu. Sementara di pendidikan dasar guru bahasa Bali masih dirangkap guru kelas sehingga metodenya kurang optimal.

Baca juga:  Perkuat Nasionalisme Lewat Seni Tradisi untuk Nangun Sat Kerthi Loka Bali

Dia menilai selama ini perhatian Pemda terhadap SDM guru bahasa Bali sangat tinggi sehingga ia optimis upaya pelestarian ini dapat memberi dampak positif bagi generasi muda. Makanya di sekolah dia menularkan Bahasa Bali lewat dialog campuran dengan bahasa Bali dan bahasa nasional. Jika siswa bertanya dengan bahasa Indonesia, dia jawba dengan bahasa Bali sehingga ada keinginan mereka mencarinya dalam bahasa Bali. Termasuk membaca lontar yang masih dinilai menyeramkan bagi anak muda Bali.

Terhadap kondisi ini, penekun Lontar dan Sastra Bali Drs. Nengah Sudiarta, M.Si. mengatakan, dalam pelaksanaan pada generasi muda perlu melakukan kolaborasi karena tidak bisa lepas dari perkembangan IT. Namun jangan kebablasan. Nilai lokal harus diutamakan. Termasuk dalam menarik minat anak muda membaca lontar yang harus dimulai dari mengenal huruf atau aksara Bali, kemudian mengenalkan dan mencobanya.

Cara guru mengenalkan aksara Bali hingga mau menulis di daun lontar adalah sebuah upaya berat. Namun, salah satu cara yang ia tempuh sendiri bisa di contoh dalam mengajarkan tembang atau pupuh. Pertama, ada pihak yang memperkenalkan, secara perlahan mengajarkan dan menuntun, jangan terlalu cepat mencapai hasil memuaskan. Jika sudah kenal dan tertarik barulah diikuti dengan guru lagu dan lain-lain. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN