Ribut Lupiyanto. (BP/Istimewa)

Oleh Ribut Lupiyanto

Sepak bola adalah olahraga terpopuler sejagad. Putaran ekonominya juga terbesar. Manajemennya sudah masuk pada industri. Efek industri semakin meningkatkan profesionalisme dan dampak ekonomi bagi pemain, pelatih, klub, dan lainnya.

Namun, muncul dilema yang menjebak. Salah satunya adalah hadirnya hantu mafia sepak bola yang berkuasa. PSSI bakal menggelar KLB PSSI pada 16 Februari 2023 untuk memilih satu Ketua, dua Wakil Ketua, dan 12 anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI. Harapan pembenahan total terbebankan kepada Ketum PSSI hasil KLB nanti.

Kasus demi kasus terus menyesaki persepakbolaan negeri ini. Tidak hanya datang silih berganti, tetapi terus menumpuk dan menjadi bom waktu. Salah satunya terkait pengaturan skor.

Pengaturan skor sebenarnya bukanlah isu baru dalam dunia sepak bola, termasuk di Indonesia. Suryo (2018) memaparkan bahwa sepak bola Indonesia rentan terhadap pengaturan skor dikarenakan industri sepak bola Indonesia yang tidak sehat secara finansial. Kondisi ini menjadi sasaran empuk para bandar judi.

Kasus pengaturan skor sudah hadir sejak tahun 1950-an. Judi sepak bola kala itu dilegalkan bahkan dikelola negara. Adalah Ramang, pemain Timnas dan PSM Makasar yang legendaris pernah terlibat.

Baca juga:  Demokrasi Digital dan Big Data

Selanjutnya jelang Asian Games 1962, badai pengaturan skor menerjang Timnas. Tidak tanggung-tanggung, ada 18 pemain timnas yang terlibat. Empat pertandingan Timnas diduga diatur oleh para penjudi. Antara lain saat timnas bertanding melawan Malmoe, Yugoslavia Selection, Thailand, dan Petrorul Tjeko Combined.

Era berikutnya dalam kurun waktu 1979- 1994, judi bola dan pengaturan skor mendapatkan surganya di kompetisi Galatama. Galatama menjadi lahan basah bagi para penjudi. Perjalanan perdana Galatama baru seitar tiga bulan, Perkesa 78, salah satu peserta Galatama, sudah terlibat kasus suap.

PSSI kala itu sebenarnya telah bertindak. Pada tahun 1984 dibentuk Tim Antisuap yang dipimpin langsung Acub Zainal, penggagas Galatama. Namun karena tugas yang sangat terbatas, tim ini tidak mampu bekerja secara maksimal.

Isu pengaturan skor pernah menghebohkan publik saat acara Mata Najwa. Salah satu narasumber, Bambang Suryo, membocorkan kasus pengaturan skor di Liga Indonesia.

Baca juga:  Askot PSSI Denpasar Berharap Kucuran Rp 2 M

Suryo memperlihatkan buku catatan yang berisikan daftar runner dan sub-runner yang aktif berkegiatan pada 2011-2015. Ia bahkan termasuk tercatat dalam buku tersebut, karena memang dia adalah mantan runner pengaturan skor di Liga Indonesia. Empat pelatih klub dituding ikut terlibat sebagai pelaku.

Polri juga pernah menyelidiki dugaan pengaturan skor pertandingan sepak bola Liga Indonesia pada musim 2013-2017. PSSI mengklaim telah melakukan upaya mencegah dan mengawasi kecurangan.

PSSI juga mengklaim telah menggelar pendidikan kilat antisuap bagi para wasit dan hakim garis. Pengurus PSSI dan pemilik klub pun wajiib meneken pakta integritas terkait kewajiban menjunjung prinsip fair play.

Totalitas Pemberantasan

Pemerintah pernah membentuk satgas antimafia bola. Namun harus disadari kehadirannya bukanlah palugada yang bisa menyelesaikan permasalahan apalagi dalam waktu singkat. Alih-alih menghadirkan solusi penegakan, jangan sampai satgas justru membuat permasalahan baru yang menambah kompleksitas.

Hasilnya hingga kini juga dirasa belum tuntas mencerabut mafia sepak bola.
Hukum adalah panglima. Kehadiran peran kepolisian menjadi niscaya karena masuk dalam ranah pidana. Namun hal ini jangan membuka celah untuk masuknya intervensi ke dalam manajemen persepakbolaan.

Baca juga:  Tri ’’Kite’’ Karana

Kehadiran kepolisian mesti hanya sebatas penanganan tindak pidana tidak boleh terlalu dalam. Polri penting berkonsentrasi membidik keterlibatan penjudi hingga mengungkap jaringan internasionalnya.

Hal ini mengingat tidak mungkin dijangkau oleh PSSI. Sebaliknya, Komdis PSSI penting menunjukkan taringnya. Paralel dengan penanganan kepolisian, maka Komdis mesti berindak cepat dan taktis.

Sanksi internal mesti ditegakkan guna memberikan efek jera. Tanpa pandang bulu. Pemenuhan aspek keadilan mesti menjadi pegangan. Sepak bola adalah olahraga rakyat.

Ratusan juta rakyat menyorot setiap detik perjalanan sepak bola Indonesia. Rakyat sudah rindu prestasi dan frustasi melihat sengkarut permasalahan yang muncul. Isu pengaturan skor justru dapat menjadi pelecut bangkitnya sepak bola.

Semua tergantung niatan dan sikap bijak PSSI dan pemangku kepentingan sepak bola lainnya. Jika tidak bangkit, maka sepak bola kita rawan mengarah bangkrut.

Penulis, Deputi Direktur C-PubliCA (Center for Public Capacity Acceleration), Penikmat sepak bola Indonesia

BAGIKAN