Tangkapan layar guru besar hukum pidana dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Profesor Hakristuti Hakrisnowo, menjelaskan tujuan pemidanaan yang diatur dalam KUHP baru di Jakarta, Jumat. (BP/Ant)

JAKARTA, BALIPOST.com – Tujuan pemidanaan yang diatur dalam KUHP yang baru saja disahkan pemerintah bersama DPR berorientasi pada pencegahan. Hal ini dijelaskan pakar hukum sekaligus guru besar hukum pidana dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Profesor Hakristuti Hakrisnowo, seperti dikutip dari Kantor Berita Antara, Jumat (16/12).

“Ini merupakan salah satu upaya untuk mengubah pola pikir penegak hukum agar tidak lagi mereka berpandangan retributif tetapi lebih ke rehabilitatif,” kata dia, di Jakarta.

Baca juga:  Tak Ada Pelemahan KPK melalui Revisi KUHP

Hal itu dia katakan dalam webinar bertajuk 101 KUHP baru #semuaBisaKena yang diadakan Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Artinya, sambung dia, KUHP hasil karya Indonesia itu memiliki tujuan pemidanaan yang lebih berorientasi pada pencegahan bukan penjatuhan hukuman.

Tidak hanya itu, KUHP itu juga bertujuan bagaimana mencari jalan keluar penyelesaian konflik, pemulihan keseimbangan dan penciptaan rasa aman serta damai.

Tujuan penyelesaian konflik, pemulihan keseimbangan dan upaya menciptakan rasa aman tersebut memang tidak ditemukan dalam literatur barat. Sebab, hal itu digali dari kearifan lokal masyarakat Indonesia.

Baca juga:  KPK Perpanjang Pernahanan Lukas Enembe

Terakhir, tujuan pemidanaan dari KUHP yang disahkan pada Selasa (6/12/2022) itu ditujukan agar para terpidana merasa bersalah sehingga pada akhirnya ingin memperbaiki diri.

Menurut dia, seorang hakim harus betul-betul memerhatikan sebelum memutuskan suatu perkara. Seorang hakim tidak bisa sembarangan mengetok palu tanpa adanya konsiderans yang dimasukkan dalam putusan tersebut.

Dalam KUHP tersebut, kata dia, juga terdapat pedoman pemidanaan yang dijadikan sebagai acuan oleh para hakim. Sebab, seorang hakim wajib menegakkan hukum dan keadilan.

Baca juga:  Presiden Bertemu Perwakilan Bank Dunia, Bicarakan Perekonomian Nasional

Hal itu sebelumnya juga ditemukan dalam UU Nomor 14/1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, dan saat ini masih digunakan dalam UU Nomor 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. “Apabila terdapat pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan maka hakim wajib mengutamakan keadilan,” jelasnya. (Kmb/Balipost)

BAGIKAN