Prof. Dr. Ni Luh Made Mahendrawati, S.H., M.H. (BP/Istimewa)

Oleh Prof. Dr. Ni Luh Made Mahendrawati, S.H., M.H.

Pada era globalisasi, perkembangan kondisi perekonomian yang semakin pesat. Kecenderungan makin memerlihatkan bahwa banyak perjanjian di dalam transaksu bisnis yang terjadi bukan melalui proses negosiasi yag seimbang diantara para pihak tetapi perjanjian untuk terjadi dengan cara di pihak.

Perjanjian disodorkan kepada pihak lainnya untuk disetujui dengan hampir tidak memberikan kebebasan sama sekali untuk melakukan negosiasi syarat-syarat yang disodorkan. Menghayati kembali kondisi tersebut, pemerintah sebagai salah satu elemen dalam menjaga stabilitas perekonomian nasional perlu melakukan perubahan sebuah pola perlindungan terhadap pelaku usaha tanpa mengesampingkan perlindungan terhadap konsumen.

Berbicara perlindungan terhadap konsumen pengaturannya ada dalam UU No. 8 Tahun 1999. Pada Pasal 2 UUPK dengan jelas menyebutkan perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan, dan keselamatan konsumen serta kepastian hukum. pada kajian ini kunci pokok perlindungan konsumen. Bahwasanya adanya saling membutuhkan antara konsumen dan pelaku usaha: pelaku usaha dengan konsumen produksi akan menjadi tidak berguna jika tidak ada yang mengkonsumsi atau memanfaatkannya dan produk yang dikonsumsi serta dimanfaatkan jika membuat
konsumen puas akan menjadikan promosi gratis bagi pelaku usaha sehingga terjadi tingkat efisiensi dan efektivitas dalam berusaha bagi pelaku usaha.

Baca juga:  Indonesia Darurat Kenegarawanan

Perlindungan konsumen sangat penting, atas setiap transaksi yang dilakukannya dengan pelaku usaha. Ada beberapa faktor yang melemahkan konsumen. diantaranya adalah masih rendahnya tingkat kesadaran konsumen akan haknya , belum terkondisinya masyarakat konsumen karena sebagai masyarakat belum tahu akan hak-hak dan kemana haknya disalurkan jika mendapatkan kesulitan atau kekurangan dari standar barang atau jasa yang sewajarnya, belum terkondisinya masyarakat konsumen menjadi masyarakat yang mempunyai kemauan menuntut hak-haknya, proses peradilan yang ruwet dan waktu yang berkepanjangan serta Posisi konsumen yang lemah.

Mengingat lemahnya kedudukan konsumen pada umumnya: dibandingkan dengan kedudukan produsen, perlindungan terhadap konsumen merupakan suatu hal penting dan mendesak, apa lagi di era perdagangan bebas saat ini, masalah perlindungan konsumen semakin kompleks. Contohnya mengenai tanggung jawab produk, standardisasi produk, standar kesehatan, timbangan barang, kausa halal, pemeliharaan lingkungan, serta kegiatan periklanan.

Baca juga:  Tantangan Ketahanan Pangan Bali

Mengkaji hakikat dari ketentuan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat : yang pada utamanya adalah memberikan peluang berusaha yang sebesar besarnya kepada usaha kecil untuk tumbuh semakin kuat dalam persaingan usaha di tengah persaingan usaha domestik maupun global. Perhatian lebih kepada usaha kecil dan mikro ini tidak secara otomatis mengesampingkan perhatian terhadap usaha yang digolongkan dalam usaha sedang maupun usaha besar di Indonesia. Dalam demokrasi ekonomi, iklim persaingan usaha yang sehat mutlak harus diciptakan dan dipelihara dengan baik sehingga suasana persaingan usaha tetap terwujud dan persaingan tidak sehat dapat dihindari.

Pengorganisasian kepentingan-kepentingan itu dilakukan dengan membatasi dan melindungi kepentingan-kepentingan tersebut. Beranjak dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa perlindungan hukum yang diberikan kepada seseorang itu merupakan hak dari orang yang bersangkutan. Ini berarti bahwa perlindungan hukum yang diberikan kepada pelaku usaha kecil juga merupakan hak dari pelaku usaha tersebut, agar ia dapat menjalankan kegiatan usahanya dengan baik.

Baca juga:  "Pertempuran" Tradisional dan Modernitas di Bali

Dalam situasi iklim persaingan usaha yang sehat dan kompetitif itu akan terjadi alokasi sumber daya secara efisien, karena itu pelaku usaha akan memproduksi barang-barang dan jasa sesuai dengan kebutuhan masyarakat dengan harga yang ditetapkan berdasarkan biaya produksi. Konsekuensinya pelaku usaha yang tidak efisien akan tersingkir.

Harus pula diperhatikan secara hakikat bahwa dalam kedudukannya masing-masing, pelaku usaha dan konsumen memiliki keterkaitan yang erat dalam hal kepentingan. Sudah tentu bahwa kepentingan pelaku usaha adalah agar barang/jasa yang diperdagangkan diminati oleh konsumen hingga terjadi transaksi jual-beli antara pelaku usaha dengan konsumen.

Penulis, Guru Besar FH Unwar

BAGIKAN