I Made Agus Adnyana. (BP/Istimewa)

Oleh I Made Agus Adnyana

Badan Pusat Statistik baru saja merilis perkembangan beberapa indikator pariwisata Bali, diantaranya adalah jumlah kunjungan wisatawan mancanegara, tingkat hunian kamar hotel dan rata-rata lama menginap. Ketiga indikator tersebut menunjukkan adanya peningkatan dibandingkan periode sebelumnya.

Kunjungan wisatawan mancanegara yang datang langsung ke Bali bulan Juni mencapai 181.625 kunjungan, naik 57,10 persen dibandingkan Mei 2022. Tren peningkatan ini sepertinya akan terus berlangsung, seiring sudah dibukanya penerbangan beberapa negara yang langsung ke tujuan Bandara I Gusti Ngurah Rai.

Sepertinya pariwisata Bali mulai bangkit perlahan. Sudah terlihat banyak aktivitas pariwisata hampir diseluruh wilayah kabupaten kota di Bali.

Meningkatnya aktivitas pariwisata ini tentu juga akan meningkatkan aktivitas ekonomi penunjang sektor pariwisata, seperti sektor jasa akomodasi, makan dan minuman, transportasi dan juga perdagangan. Dengan meningkatnya sektor-sektor tersebut yang notabene adalah sumber pertumbuhan ekonomi Bali sebelum pandemi, diharapkan akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Bali yang telah ambruk di dua tahun terakhir pada masa pandemi COVID-19.

Baca juga:  Ekspor Maret 2021 Nasional Sebesar 18,35 Miliar Dollar

Sebelum pandemi pertumbuhan ekonomi Bali selalu berada diatas 5 persen. Terakhir tahun 2019 misalnya, pertumbuhan ekonomi Bali mencapai 5,60 persen. Namun pada tahun 2020 dan 2021 akibat pandemi, pertumbuhan ekonomi Bali minus, masing-masing sebesar -9,33 persen dan -2,47 persen.

Namun dengan meredanya kasus COVID-19 di seluruh dunia, dan diiringi dengan dibukanya kembali beberapa penerbangan internasional langsung ke Bali
berimbas pada meningkatnya kedatangan wisatawan mancanegara yang langsung datang ke Bali, dan kembali mampu menggerakan ekonomi Bali untuk tumbuh kembali seperti sebelum pandemi.

Menurut catatan Badan Pusat Statistik, pada tahun 2000, angka koefisien Gini Bali sebesar 0,2502. Koefisien Gini menggambarkan tingkat ketimpangan pendapatan suatu wilayah secara menyeluruh, dengan nilai terendah adalah 0 dan nilai tertinggi adalah 1. Koefisien Gini bernilai 0 berarti pemerataan sempurna, sedangkan apabila bernilai 1 berarti ketimpangan benar-benar sempurna terjadi.

Baca juga:  Ini, Penyumbang Terbesar Inflasi April

Angka koefisien Gini Bali terus meningkat seiring
meningkatkan pendapatan perkapita penduduk Bali.
Puncaknya adalah di tahun 2014, dimana rasio Gini Bali mencapai 0.4310. Dan data terakhir menunjukkan nilai koefisien Gini Bali cenderung menurun yaitu sebesar 0,3780 pada tahun 2021.

Studi yang dilakukan oleh Nuryanto (2017) menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara meningkatnya pariwisata Bali yang dilihat dari share sektor pariwisata terhadap total PDRB dengan ketimpangan. Hasil studi ini juga sejalan dengan beberapa studi yang melihat hubungan antara perkembangan pariwisata dengan ketimpangan pendapatan, antara lain seperti studi terhadapap beberapa negara berkembang yang dilakukan oleh Alam dan Paramati (2016).

Lebih lanjut Nuryanto menyampaikan bahwa ketimpangan distribusi pendapatan ini dikarenakan pada rumah tangga dengan pendapatan yang tinggi, memperoleh benefit yang lebih tinggi dibandingkan dengan rumah tangga yang tingkat pendapatannya rendah. Pemilik modal memperoleh keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan keuntungan yang
diperoleh oleh para pekerja.

Baca juga:  Evaluasi PPDB, Dewan Denpasar Minta Tetap Gunakan Nilai Ujian

Kecenderungan bahwa pekerja rendahan akan mendapatkan upah sesuai dengan upah minimum yang ditentukan oleh pemerintah. Banyaknya peminat
pariwisata yang bisa dilihat dari banyaknya sekolah-sekolah pariwisata yang ada di Bali menyebabkan daya tawar pekerja menjadi rendah.

Kedepannya, dengan mulai bangkitnya pariwisata Bali beberapa bulan terkahir pasca pandemi, pengembangan parwisata Bali harusnya tidak melulu pada peningkatan jumlah wisatawan mancanegara dan peningkatan penerimaan APBD saja, akan tetapi juga mengarah ke propoor tourism dan tidak melupakan wisatawan domestik.

Karena terbukti pada masa pandemi, pariwisata Bali benar-benar bergantung pada wisatawan domestik. Selain itu, hasil penelitian Suraj Pant (2011) menyebutkan bahwa wisatawan domestik berkontribusi lebih besar terhadap penurunan ketimpangan pendapatan dibandingkan dengan wisatawan internasional.

Penulis, Statistisi di Badan Pusat Statistik Provinsi Bali

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *