Dewa Gde Satrya. (BP/Istimewa)

Oleh I Dewa Gde Satrya

Menyikapi kurangnya antusiasme masyarakat terhadap sejarah, situs cagar budaya, alam dan kebudayaan lokal, perlu dikembangkan suatu model untuk memancing perhatian masyarakat. Di
masa selanjutnya, melalui model tersebut diharapkan mampu menumbuhkan rasa ikut memiliki dan ikut bertanggung jawab.

Dalam penerapannya, model ini haruslah mengakomodir dua aspek sekaligus: pemanfaatan secara ekonomis sekaligus mengkonservasi yang bermakna positif untuk mempertahankan sekaligus mengembangkan kebudayaan. Model atau metode itu adalah cultural entrepreneurship, di mana Festival Seni Bali Jani (FSBJ) merupakan contohnya.

FSBJ ke-IV Tahun 2022 yang dihelat pada Oktober mendatang mengangkat tema “Jaladhara Sasmita Danu Kerthi” (Air sebagai Sumber Peradaban)”. Konsep FSBJ yang dirumuskan penyelenggara dengan mengedepankan estetika seni patut diapresiasi.

Pertama, konsep eksplorasi, yakni pencapaian seni inovatif berbasis kreativitas pribadi, sementara ide dan subjek eksplorasi berbasis tradisi atau nilai lokal. Kedua, konsep eksperimentasi, yakni pencapaian seni modern/kontemporer berbasis kreativitas dan percobaan medium/media. Ketiga, konsep lintas batas, yakni pencapaian seni baru berbasis alih media, multimedia maupun transmedia.

Baca juga:  Masuki Dunia Teater, Kedisiplinan dan Komitmen Jadi Modal Utama

Keempat, konsep kontekstual, yakni pencapaian seni baru secara tematik, gaya, dan style relevan dengan konteks tema dan waktu penyelenggaraan Festival Seni Bali Jani. Kelima, konsep kolaborasi, yakni proses dan pencapaian seni modern/kontemporer berbasis sinergi dan kerjasama antar seniman Bali atau luar daerah/luar negeri.

Konsep FSBJ yang dirumuskan penyelenggara di atas merupakan implementasi cultural entrepreneurship, merupakan sintesa atas sumber daya budaya lokal dengan peluang akan tingginya kebutuhan atas nilai-nilai lokal, keaslian dan perangkat yang memperkuat ikatan emosional sebagai bangsa. Beberapa contoh implementasi cultural entrepreneurship mudah dideteksi, umumnya terintegrasi dalam produk ekonomi kreatif.

Pertama, Solo, pemerintah setempat memiliki komitmen yang kuat untuk memfasilitasi ekonomi kreatif, karena mereka yakin sektor ini memberikan
kontribusi yang besar. Kedua, Ponorogo, pelestarian Reog Ponorogo dengan mengedepankan penerapan semangat cultural entrepreneurship diharapkan melibatkan semakin banyak masyarakat, khususnya masyarakat yang terkait langsung dengan kesenian reog dengan memberikan manfaat secara ekonomis kepada mereka.

Baca juga:  Mewujudkan “Smart City”

Kesenian Reog Ponorogo yang telah lama mengakar dan menjadi kekhasan kreativitas masyarakat Ponorogo, seharusnya mendapat rekognisi yang istimewa dengan mengajukannya di tataran internasional melalui lembaga UNESCO. Ketiga, pengembangan model cultural entrepreneurship yang dilakukan Universitas Ciputra melalui Program Studi Pariwisata dan Centre for Creative Heritage Studies dimaksudkan sebagai sintesa atas kajian pustaka dan penelitian lapangan dalam suatu program aksi pengembangan suatu kebudayaan.

Program aksi tersebut ’payungnya’ adalah turisme (perjalanan wisata dan seni pertunjukan) dengan mengedepankan penerapan prinsip pariwisata berbasis masyarakat. Produk budaya pertama yang dikembangkan adalah kebudayaan Panji.

Tentu ada alasan di balik pemilihan fokus studi ini. Di antaranya, kebudayaan Panji merupakan kebudayaan yang asli lahir dari tanah Jawa, khususnya Jawa Timur. Konservasi budaya Panji dengan mengedepankan penerapan semangat cultural entrepreneurship diharapkan melibatkan semakin banyak masyarakat, khususnya masyarakat yang hidup di sekitar kawasan cagar budaya, dan memberikan manfaat secara ekonomis kepada mereka.

Baca juga:  Pemilu, Pilihan Pelangi dan Partai "Konglomerat"

FSBJ dengan tema “Air Sebagai Sumber Peradaban” terkait dengan refleksi akan urgensi perubahan perilaku peradaban masa kini terhadap air. Kiranya sajian dan apresiasi kepada seni budaya serta seniman budayawan pada perhelatan FSBJ,
menumbuhkan kreativitas, daya juang dan kebijaksanaan dalam pemanfaatan dan pengelolaan
air untuk kehidupan masa kini dan mendatang.

FSBJ juga memberi pesan di balik kreativitas dan
estetika perhelatan seni budaya bermutu tinggi
untuk senantiasa mensyukuri karunia Tuhan
pada manusia dan kehidupan melalui air.

Penulis Dosen Hotel & Tourism Business, School of Tourism, Universitas Ciputra Surabaya

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *