Suasana sidang pledoi Dewa Puspaka yang digelar Kamis (14/4). (BP/asa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pascadituntut selama 10 tahun penjara dan juga dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU), Ir. Dewa Ketut Puspaka, MP., Kamis (14/4) diberikan kesempatan melakukan pembelaan. Dalam pledoinya Dewa Puspaka atau DKP yang didampingi penasehat hukumnya, Agus Sujoko, Gede Indria dkk., pada pokoknya mengakui menerima hadiah saat dia masih aktif sebagai ASN dalam hal ini Sekda Buleleng.

Agus Sujoko dkk., di hadapan majelis hakim pimpinan Heriyanti dengan hakim anggota Konny Hartanto dan Nelson, mengatakan bahwa terdakwa dalam perkara ini terbukti menerima hadiah sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 11 UU Tipikor.

Sedangkan soal pemerasan, Puspaka membantah melakukannya sebagaimana dalam surat tuntutan jaksa. Agus Sujoko mengatakan hal itu tidak dapat dibuktikan jaksa.

Lanjut dia, dalam fakta persidangan, baik soal WhatsApp, SMS, itu tidak satupun yang menunjukkan adanya pemerasan. Soal isi percakapan terkait adanya permintaan sejumlah uang, menurut Agus, itu karena adanya perjanjian-perjanjian. “Tolong ini dibedakan,” tegasnya.

Baca juga:  Percakapan dengan Investor Dibuka di Persidangan, Dewa Puspaka Sempat Membantah

Lanjut dia, soal perizinin LNG, terdakwa DKP tidak punya wewenang di sana, namun yang punya wewenang adalah para kepala dinas. Lantas, terkait permintaan dalam bukti percakapan “tolong kirim Rp 2 miliar”, menurut Sujoko itu terkait lahan Air Sanih.

Masih dalam pembelaanya, ada tiga hal yang mesti disikapi, yakni soal perijinan, soal sewa dan soal pinjaman ke Wijanarka. “Dari sana jelas, uang itu berasal dari investor. Termasuk uang yang diterima Dewa Gede Radhea adalah uang sewa lahan. Jadi, kalau dia tersangka, Made Sukawan Adika juga kena. Karena itu masuk ke Sukawan kemudian diserahkan ke Pak Dewa (terdakwa),” tandas Agus Sujoko.

Diakui pula, bahwa uang itu tidak disamarkan seperti untuk membeli aset. Namun dipakai kepentingan politik.

Baca juga:  Pertina Jaring Petinju Pemula

Tak ditampik, bahwa DKP sebagai ASN menerima hadiah, sehingga cenderung kesalahan terdakwa berada pada Pasal 11 UU Tipikor. Karena dia sebagai Sekda dikiranya bisa mengeluarkan izin. Sedangkan roh dari pasal 12 UU Tipikor adalah pemerasan. “Nah, menurut kami bahwa perbuatan melawan hukum di sini tidak ada, namun adalah perbuatan keperdataan,” sebutnya.

Hadiah yang diterima DKP sebagai Sekda Buleleng disebutkan berupa uang sekitar Rp 150 juta. “Uang itu kemudian di antaranya dipakai membayar utang kepada Bupati Gianyar I Made Mahayastra. Itulah yang membuktikan DKP menerima hadiah sebagai PNS, sebagai Sekda dia tidak bisa menghindari hal itu. Tapi untuk pemerasan, saya kira jaksa gagal membuktikan itu. Kalau perjanjian, itu ranah perdata,” urai Agus Sujoko.

Sementara DKP dalam pembelaan tersendiri juga menyampaikan bahwa tidak ada niat sedikitpun untuk melakukan pemerasan saat dia menjabat Sekda Buleleng. “Tidak ada satu pun saksi yang menerangkan adanya tindakan saya yang mengarah ke pemaksaan. Dan saya sebagai Sekda tidak memiliki kewenangan dalam proses perizinan baik soal LNG maupun kawasan Air Sanih,” ucap Dewa Puspaka.

Baca juga:  Soal Kasus Gratifikasi Dewa Puspaka, Kejati Sebut Sudah Periksa Pemberi

Terkait alokasi dana yang diberikan kepada diri terdakwa, menurutnya akan dipertanggungjawabkan secara keperdataan. Itu, sudah disampaikan pada investor.

Pun soal TPPU, Dewa Puspaka di Pengadilan Tipikor menyampaikan sumber dana yang dialokasikan atas permintaan diri terdakwa ke Sukawan Adika, Dewa Radhea, Chandra Beratha, dan Hasyim, adalah dari perusahaan legal yang pendanaannya tidak bersumber dari hasil kejahatan. “Dan saya sudah alami penggunaanya untuk memenuhi kepentingan ambisi politik saya,” tegasnya.

Atas pembelaan itu, JPU Agus Sastrawan dkk., diberikan kesempatan oleh majelis hakim untuk menanggapinya dalam sidang pekan depan. (Miasa/balipost)

BAGIKAN