Suasana di Desa Adat Demung. (BP/Istimewa)

TABANAN, BALIPOST.com – Berada di kawasan perkotaan, Desa Adat Demung, Desa/Kecamatan Kediri, sampai saat ini masih bisa melestarikan 100 persen subaknya. Upaya pelestarian ini tak terlepas dari dukungan penuh krama adat setempat yang dikuatkan dengan perarem.

Salah satu perarem adalah melarang adanya pengembangan pemukiman tanpa seijin bendesa Adat. Ini sejalan dengan impian desa adat menuju Demung Eco Culture di 2023.

Desa Adat Demung dengan jumlah krama adatnya sebanyak 230 kepala keluarga ini memiliki potensi pertanian yang masih sangat produktif dengan view yang luar biasa, meski wewidangan desa adat berada di areal perkotaan kabupaten Tabanan. Bendesa Adat Demung, I Ketut Suka Buana mengatakan, sebelum wabah Covid 19 melanda, dengan potensi yang dimiliki tersebut bahkan sudah tercetus konsep pengembangan wisata eco culture.

Baca juga:  Target Kunjungan Wisman Naik, Bali Perlu Pikirkan "Carrying Capacity"

Bahkan penataan sudah dilakukan di lahan pertanian seluas sekitar 180 hektare yang masih produktif dan asri tersebut. Salah satunya pembangunan jalan usaha tani yang  terus dilanjutkan di tahap ketiga sepanjang 800 meter di 2021, untuk memudahkan angkut hasil pertanian.

Pada tahun depan dilanjutkan lagi 2 kilometer, sehingga menjadi jalan tani yang melingkari subak demung. Dengan total keseluruhan jalan subak tersebut sepanjang 4 kilometer.

“Sekarang sudah sekitar 2 kilometer lebih jalan usaha tani dibangun, nanti setelah jalan ini terwujud keseluruhan tentunya bisa digunakan untuk kegiatan tracking dan olahraga, selanjutnya akan kita lengkapi sarana penunjang lainnya seperti tempat peristirahatan yang konsepnya masih bernuansa alam,” terangnya, Senin (27/12).

Baca juga:  Dari Jokowi dan Keluarga Kunjungi Bali Safari hingga Polisi Siaga di Pintu GOR Ngurah Rai

Terkait dengan upaya menjaga potensi pertanian yang ada, Ketut Suka Buana menjelaskan desa adat juga mengikat dengan peraraem. “Kami jaga pertanian dengan perarem, artinya pemilik boleh dari luar wilayah desa adat, namun harus wajib mengikuti perarem dimana salah satu intinya melarang pengembangan pemukiman tanpa seizin bendesa adat,” tegasnya.

Dikatakannya, perarem ini sudah ada sejak lama dan sangat didukung penuh oleh krama adat setempat. Kondisi pertanian yang masih asri inilah yang ‘menelurkan’ konsep wisata eco culture, yakni di sekeliling subak ditata jalan tracking.

Tak hanya pertanian, pengembangan desa adat juga diarahkan untuk obyek wisata spiritual. Ini lantaran Demung merupakan satu jalur dari upacara pemelastian dari Pura-Pura Jajar Kemiri, Penebel. “Selalu saat akan mesucian ke segara Tanah Lot, Ida Bhetara simpang di Pura Puseh Demung,” terangnya.

Baca juga:  Desa Adat Pengeragoan Dangin Tukad Gelar Pengabenan Kolektif

Dengan konsep pengembangan wisata tersebut, sejumlah penataan tentunya sudah terus dilakukan. Seperti penataan Parahyangan yang disesuaikan dengan palem yang sangat ada. Termasuk juga dari segi palemahan, dimana pihak adat intens koordinasi dengan Bupati Tabanan Dr I Komang Gede Sanjaya yang juga memberikan dukungan penuh terhadap perkembangan desa adat. “Di seputaran Kahyangan kebetulan ada hutan lindungnya, rencana akan kita permanenkan jalan-jalan setapak yang ada di hutan itu, untuk nantinya tembus keliling mengitari subak. Target 2023 sudah launching untuk konsep wisata ini tetapi mundur karena Covid,” jelasnya. (Puspawati/balipost)

BAGIKAN