Sejumlah pengunjung berada di Pelabuhan Serangan, Denpasar. Seiring dibukanya pariwisata Bali, sejumlah lokasi wisata mulai dikunjungi. (BP/Febrian Putra)

DENPASAR, BALIPOST.com – Kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 3 di seluruh Indonesia selama libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) dinilai langkah yang tepat. Sebab, cakupan vaksinasi yang tinggi tanpa dibarengi dengan protokol kesehatan dan pembatasan kerumunan bukan jaminan tidak melonjaknya kasus setelah libur Nataru. Demikian dikemukakan Wakil Dekan II Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dr. Made Ady Wirawan, MPH. Senin (22/11).

Ia mengatakan, PPKM level 3 diberlakukan untuk mengurangi mobilitas. Menurutnya, penerapan kebijakan ini belajar dari kejadian tahun lalu.

Setelah Nataru, terjadi gelombang tinggi kasus COVID-19 sekitar Januari-Februari. “Kalau pergerakan tinggi, penularan akan semakin meningkat, meskipun cakupan vaksinasi di Bali tinggi, namun kan tidak semua daerah tinggi. Jika ada daerah yang cakupan vaksinasinya belum tinggi dikhawatirkan terjadi outbreak-outbreak kecil,” ujar Epidemiolog Unud ini.

Baca juga:  China Airlines Sudah Mendarat di Bali, Rutenya Disebut Tak Dongkrak Kunjungan Wisatawan Tiongkok

Menurutnya, dengan cakupan vaksinasi yang sudah di atas ketentuan minimal seharusnya sudah mampu mengendalikan kasus COVID-19. Demikian pula dengan Bali, yang cakupan vaksinasi dosis lengkapnya telah mencapai 88,31 persen, lebih mudah dalam mengendalikan pandemi. “Tapi kita tidak boleh menganggap vaksinasi satu-satunya jalan. Vaksinasi memang salah satu pilar penting dalam pengendalian,” tandasnya.

Efektivitas vaksin bisa menurun jika ada varian-varian baru jika antibody vaksin itu tidak memberikan perlindungan yang lebih kuat. Mengingat kasus COVID-19 belum tuntas sekali, meskipun vaksinasi sudah bagus, protokol kesehatan juga harus dipantau dengan ketat. “Termasuk juga mobilitas besar-besaran memang harus dikendalikan,” ujarnya.

Baca juga:  8 WNI Positif COVID-19 Seluruhnya Warga Lokal Bali

Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Bali, Made Kerta Duana menambahkam, kebijakan pemberlakuan PPKM level 3 diyakini berangkat dari data tren kasus. Ditambah dengan potensi risiko saat Nataru karena terjadinya kerumunan, mobilitas penduduk tinggi, dan pelanggaran prokes. “Jadi pertimbangannya bukan hanya tren kasus, tapi yang dipertimbangkan adalah risiko. Sehingga semua bisa diantisipasi lebih awal dengan adanya kebijakan tersebut,” ujarnya.

Ia melihat setiap upaya deteksi dini sangat penting sebagai upaya kehati-hatian terhadap adanya potensi peningkatan kasus melalui penularan. Meski, masyarakat berharap Nataru menjadi titik awal perbaikan ekonomi, baik pariwisata maupun sektor lain.

Baca juga:  H-3 Natal, Penumpang di Bandara Ngurah Rai Lampaui Prediksi

Menurutnya upaya pencegahan dengan PPKM level tiga yang terpenting adalah praktek di lapangan. Terutama pengawasan dan penindakan terhadap pelanggaran. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN