Suasana di dekat kawasan Ground Zero, Legian yang minim wisatawan dan aktivitas di tengah pandemi COVID-19. (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pengusaha Bali makin terpuruk setelah hampir 1,5 tahun mencoba bertahan di tengah pandemi COVID-19. Beragam stimulus yang dianggarkan untuk pelaku usaha, belum mampu mengatasi kesulitan pelaku usaha Bali, karena mereka kebanyakan berskala menengah.

Untuk itu, pelaku usaha menginginkan agar dua peraturan menteri keuangan yaitu PMK 71 tahun 2020 dan PMK 32 tahun 2021 direvisi. Sebab, kedua PMK itu hanya mengakomodir UMKM dan pelaku usaha korporasi.

Menurut pengusaha Bali, Made Bayu Adisastra, Minggu (1/8), adanya PMK 71 maupun 32, memang membuat perbankan belum mampu memfasilitasi pengusaha di Bali karena usahanya banyak yang omzetnya di bawah Rp 50 miliar. “Sehingga kita mengusulkan diadakan revisi terhadap PMK 32 tahun 2021 agar range fasilitas di atas Rp 50 miliar bisa diakomodir,” ujarnya.

Baca juga:  Penari Rejang Sandat Ratu Segara Masih Alami "Trance," Guru Piduka Digelar di Pura Tanah Lot

Ia berharap usulan tersebut disetujui oleh pemerintah pusat sehingga perbankan di Bali bisa memberikan tambahan fasilitas kredit baru untuk modal kerja agar bisa bertahan dalam situasi pandemi ini. Meski tak memiliki data pasti, menurutnya ada banyak pengusaha di Bali yang tidak terfasilitasi dengan kedua PMK ini.

“Hotel besar yang ada di Nusa Dua, Kuta, kurang lebih omzetnya Rp 4,5 miliar per bulan dan rata-rata Rp 150 juta per hari, sehingga setahun omzetnya Rp 54 miliar. Tidak banyak pengusaha di Bali yang punya omzet sebesar itu. Nanti yang dapat malah pengusaha-pengusaha nasional saja yang propertinya ada di Bali. Kita berharap range pelaku usaha yang ada di Bali bisa diakomodir karena domain pengusaha lokal masih di bawah Rp 50 miliar,” harapnya.

Baca juga:  Kewajiban Umat, Gelar Persembahyangan untuk Gunung Agung

Dengan dibantu permodalan tambahan, setidaknya pelaku usaha di Bali dapat membayar 50 persen gaji karyawan. Agar masyarakat yang bekerja di sektor pariwisata dan penunjangnya masih mempunyai daya beli yang baik, sehingga ada perputaran ekonomi.

Jika dikalkulasikan, perusahaan skala menengah memiliki karyawan 50 hingga 150 orang. Jika 10 perusahaan skala menengah dapat terbantu, sebanyak 1.500 karyawan dapat juga terbantu tingkat konsumsinya.

Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Bali Agus Pande Widura juga berharap PMK 71 tahun 2020 yang berakhir November 2021 dan PMK 32 yang berakhir 2021 bisa direvisi. Terutama, PMK 71 diharapkan bisa direvisi nilai pinjamannya maksimal Rp 20 miliar dan tidak termasuk pinjaman exisiting (sebelumnya). “Kita minta PMK 71, pinjaman existing dihilangkan dan ditambah dari Rp 10 miliar menjadi Rp 20 miliar, tapi tetap dengan norma-norma LTV (loan to value), pinjaman dari total asset tidak lebih dari 70%,” ungkapnya.

Baca juga:  MotoGP, Dua Maskapai Tambah Penerbangan ke NTB

Sedangkan untuk PMK 32, ia meminta agar prasyarat omzet perusahaan bukan Rp 50 miliar tapi Rp 20 miliar ke atas. Ia menilai kedua PMK tersebut hanya berpihak pada pelaku usaha kecil dan besar, sementara pelaku usaha menengah yang notabene banyak di Bali tidak terfasilitasi oleh upaya-upaya pemulihan ekonomi nasional (PEN) tersebut. (Citta Maya/balipost)

 

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *