Prof. IB Raka Suardana. (BP/Dokumen)

Oleh Prof IB Raka Suardana

Pandemi COVID-19 mengubah banyak hal. Mengubah perilaku manusia, tatanan sosial, ekonomi, budaya, lingkungan dan banyak lagi, termasuk pengelolaan entitas bisnis, yang salah satunya adalah manajamen lembaga koperasi.

Bagi orang yang mempelajari, menekuni atau sebagai pelaku ekonomi, pasti paham bahwa manajemen merupakan hal dasar dalam setiap organisasi, di mana intinya ada empat, yaitu (1) Perencanaan (planning), termasuk dalam perumusan tujuan akhir, cara kerja, sumber daya yang dibutuhkan untuk melaksanakan kerja, tanggung jawab dan waktu penyelesaian kerja; (2) Pengorganisasisan (organizing), adalah mewujudkan tujuan dengan cara maksimal, misalnya dengan membuat unit baru, meninjau pekerja, membangun ruang kerja dan lain sebagainya; (3) Pengarahan (leading), termasuk seperangkat aturan untuk organisasi, bagian atau individu yang dipatuhi dengan baik; dan (4) Pengawasan (controlling), termasuk koordinasi, pemantauan dan penyesuaian atas sistem kerja, proses dan struktur agar efektif dan efisien dalam mewujudkan tujuan.

Baca juga:  Revitalisasi Fondasi Demokrasi

Demikian pula Manajemen Koperasi, pada hakikatnya merupakan penerapan ilmu manajemen dalam organisasai koperasi, dimana orang-orang yang diberi wewenang dan tanggung jawab melaksanakan proses perencanaan, pengorganisasian, dan pengendalian sumber daya yang dimiliki oleh koperasi untuk mencapai tujuan koperasi. Tujuan utama berdirinya koperasi adalah meningkatkan kesejahteraan anggota berdasarkan nilai dan prinsip-prinsip koperasi, yang prinsip utamanya adalah ‘dari anggota untuk anggota.

Kesejahteraan anggota jauh lebih penting dibandingkan sisa hasil usaha (SHU atau profit). Meskipun SHU suatu lembaga koperasi kecil misalnya, tapi jika anggotanya mengalami perbaikan kesejahteraan, maka itulah yang dituju.

Di tengah pandemi (wabah besar) akibat virus Corona yang melanda dunia selama 1,5 tahun terakhir yang berdampak ke semua sektor kehidupan, tentu juga mempengaruhi manajemen (pengelolaan) koperasi, terutama di sisi pengelolaan keuangannya. Koperasi berada di suatu kondisi yang dilematis, di satu sisi pendapatan menurun akibat banyak yang menunda pembayaran atau malah banyak yang tidak membayar (istilah kerennya non-performing loan/NPL), sementara di sisi lain harus membayar biaya bunga simpanan dan deposito dari para anggota, serta mengeluarkan biaya operasional dan biaya tetap lainnya, seperti biaya gaji pegawai, bayar listrik dan biaya overhead lainnya. Hal itu jelas akan berdampak pada sisa hasil usaha (SHU) yang akan diperoleh.

Baca juga:  Pembatasan Kegiatan Masyarakat

Dalam situasi pandemi Covid-19, jelas kinerja koperasi pasti akan mengalami penurunan yang cukup drastis. Maka tak pantas kiranya bagi para anggota selaku pemilik koperasi dalam menilai keberhasilan jajaran manajemen (pengelola/pengurus) memakai patokan ukuran konvesional seperi kesejahteraan anggota dan juga perolehan SHU (profit).

Hal itu dikarenakan kondisi ekonomi yang sangat terpuruk seperti saat ini tak memungkinkan aktivitas bisnis berjalan normal. Untuk menilai keberhasilan atau kegagalan pengelolaan dapat diukur dari cara atau strategi yang diambil para pengelola/pengurus dalam mengatasi kesulitan akibat pandemi.

Baca juga:  "All Out" Memajukan Wisata Medis

Sederhana saja mengukurnya, misalnya apakah aktivitas koperasi masih berjalan normal? Apakah kredit tidak banyak yang macet? serta apakah para anggota yang meminjam dana diberikan relaksasi (keringanan) untuk membayar (bunga dan pokok), yang dapat juga dipakai sebagai salah satu wujud kmensejahterakan anggota. Sebab tentu ada ‘perasaan sejahtera’ yang dirasakan jika ada anggota koperasi yang meminjam kredit diberikan keringanan.

Artinya, kriteria keberhasilan kinerja manajemen koperasi harus pula diubah di saat pandemi ini, sebab tidak bisa kita memakai ukuran yang konvensional. Situasi berbeda, maka kriteria ukurannya pun harus berbeda.

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *