I N. Jampel. (BP/Istimewa)

Oleh I.N. Jampel

Hampir 100 tahun semenjak Taman Siswa didirikan oleh Ki Hajar Dewantara (KHD), pendidikan di Indonesia telah mengalami perubahan yang begitu besar. Konsep-konsep yang ditanamkan tentang pendidikan masih relevan diaplikasikan sampai saat ini.

Dalam bukunya, KHD menyampaikan, “setiap tempat adalah sekolah, setiap orang adalah guru”. Konsep ini menjadi fondasi dasar tentang penerapan Merdeka Belajar.

Khusus di Perguruan Tinggi, mahasiswa Sarjana Pendidikan Akademik diberikan kesempatan untuk belajar 3 semester di luar program studi, termasuk di luar perguruan tinggi, seperti industri, masyarakat, satuan pendidikan, badan riset, dan sebagainya. Ini artinya setiap orang dapat belajar dari siapapun dan di manapun.

Tidak hanya dari seorang guru yang memiliki kualifikasi akademik, tetapi juga dari setiap orang dari pengalaman dan pengetahuan yang dimilikinya, walaupun yang bersangkutan tidak memiliki kualifikasi akademik formal.
Memberikan pengalaman lapangan terhadap peserta didik merupakan hal yang sangat bermakna untuk mengimplementasikan dan mengadaptasikan teori-teori yang diperoleh di ruang kelas.

Proses belajar (learning process) bukan hanya transfer of knowledge, transfer of skill, dan transfer of technology. Namun yang utama dalam proses belajar adalah transfer of value. Bagaimana kita bisa mentransfer nilai-nilai kepada anak didik, baik nilai-nilai pendidikan itu sendiri, nilai kemanusiaan, nilai tentang kehidupan, nilai tentang lingkungan hidup, dan nilai-nilai lainnya yang mampu membangun karakter.

Baca juga:  Tugas Lain yang Juga Melekat pada Politisi

Ungkapan “setiap tempat adalah sekolah, setiap orang adalah guru” juga menjadi nyata di tengah pandemi Covid-19 ini. Semua menerapkan belajar dari rumah, bekerja dari rumah, menerapkan pola hidup sehat, stay at home, physical distancing, dan beberapa imbauan lainnya.

Masa pandemi ini memberikan percepatan terhadap implementasi revolusi industri 4.0 dan juga reformasi pendidikan. Pembelajaran daring yang telah lama diwacanakan oleh berbagai institusi akademik sebagai suplemen untuk pembelajaran tatap muka, perlahan dapat diimplementasikan.

Masa pandemi ini adalah tipping point untuk melakukan perubahan. Perubahan dalam segala aspek kehidupan. Reformasi Pendidikan adalah salah satu target perubahan yang selalu diimpikan bersama.

Menyaksikan Indonesia menjadi salah satu negara maju yang sejajar dengan negara-negara besar lainnya, bukanlah hal yang mustahil untuk dicapai. Indonesia maju hanya akan dicapai oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul. Melalui SDM unggul, akan menciptakan keunggulan kompetitif, sehingga Indonesia mampu bersaing dengan negara-negara lainnya.

Kualitas guru menjadi indikator penting dalam sebuah sistem pendidikan. Di tengah pandemi Covid-19, peran para pahlawan tanpa tanda jasa ini masih tetap melekat pada kehidupan para peserta didik yang menjadi andalan pembangunan masa depan bangsa.

Baca juga:  Sang Arsa Wijaya, Pemimpin Idola Bali

Guru mesti juga menjadi sosok yang unggul. Keunggulan ini bermakna suatu proses yang mengangkat motivasi belajar siswa ke tingkat yang lebih tinggi dibandingkan dengan efek mengajar biasa. Kegiatan mengajar semacam ini menginspirasi siswa untuk terus belajar.

Guru yang baik dipandang sebagai salah satu energi yang memberikan kontribusi positif yang luar biasa terhadap terciptanya suasana belajar siswa, termasuk membangkitkan minat mereka. Menjadi seorang guru merupakan panggilan jiwa.

Oleh karenanya haruslah mampu melayani anak didik, dan mampu bekerja dengan hati yang hidup. Dalam situasi yang rentan dengan perubahan, kemampuan untuk mengelola proses pembelajaran yang adaptif dan efektif pun harus menjadi perhatian serius dari para guru.

Ini tidak terbatas pada penguasaan teknologi yang mampu menjadi jembatan untuk menghubungkan ruang yang berbeda. Tetapi juga membuat inovasi rencana pembelajaran yang mampu memunculkan kemampuan berkomunikasi, kreatif, berkolaborasi, kemampuan berfikir kritis, dan kemampuan memecahkan permasalahan oleh peserta didik. Kemampuan ini menjadi ciri era revolusi industri 4.0 dan pembelajaran abad 21.

Baca juga:  Membudayakan Milenial Membaca

Sebagai tenaga pendidik yang memiliki kemampuan substantif (content knowledge), pengetahuan pedagogis dan penguasaan teknologi juga tidak dapat diabaikan.
Dari pandangan itu, tugas guru semakin nyata, yaitu tidak hanya menjalankan kurikulum, tetapi juga menjadi penghubung antara kurikulum dan minat/bakat siswa.

Namun permasalahannya tidak semudah itu. Jika dirunut ke akar permasalahan, kualitas guru yang belum merata masih menjadi tantangan yang dihadapi Indonesia.

Ada banyak faktor sebagai penyebabnya, antara lain guru bukan prioritas utama bagi para generasi muda untuk menjadikan pekerjaannya, sehingga prodi pendidikan menjadi pilihan kesekian setelah prodi-prodi lain, seperti prodi kedokteran, teknik, hukum, dan lainnya, sehingga dari sisi kualitas input prodi kependidikan bukanlah yang terbaik.

Selain itu, banyak sekali orang-orang yang memiliki kualitas akademik yang sangat baik, namun tidak dapat mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG) karena kurang beruntung secara ekonomi. Sehingga mereka tidak memiliki kesempatan menjadi guru. Kondisi ini perlu mendapat perhatian dari pemerintah melalui pemberian beasiswa penuh terhadap mahasiswa-mahasiswa berprestasi untuk mengikuti PPG dan berikatan dinas untuk diangkat langsung menjadi guru.

Penulis Rektor Undiksha

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *