Agung Kresna. (BP/Istimewa)

Oleh Agung Kresna

Solid bergerak, 1.493 desa adat berlakukan Pararem Gering Agung. Tersirat adanya peran besar desa adat sebagai ujung tombak dalam menentukan keberhasilan tahap pertama (dari tiga tahap yang direncanakan) penerapan tatanan kehidupan era baru, pada headline Bali Post (10/7) tersebut. Dalam tahapan pertama ini, desa adat di Bali didorong untuk membuat Pararem Desa Adat tentang Pengaturan Pencegahan dan Pengendalian Gering Agung Covid-19.

Hal ini mengingat bahwa desa adat dengan pararem-nya diyakini akan memiliki kekuatan dan ikatan secara sekala dan niskala yang kuat dengan krama desa adatnya. Melalui pararem ini diharapkan akan meningkatkan kedisiplinan krama desa adat dalam mematuhi protokol kesehatan guna memutus rantai penyebaran Covid-19.

Pandemi Covid-19 secara tidak langsung tengah mengajarkan kepada warga dunia tentang hakikat dan pentingnya kesehatan dalam kehidupan kita sehari-hari. Jika selama ini kita kadang abai dengan perilaku sehat dalam kehidupan keseharian, sekarang kita menjadi begitu peduli dengan berbagai upaya hidup sehat dan bersih demi menghindar dari paparan virus Corona atau Covid-19. Pandemi Covid-19 memang telah mengoyak berbagai sendi kehidupan masyarakat. Perekonomian masyarakat menjadi sektor yang paling awal terganggu dan mendapat tekanan paling luar biasa. Pada gilirannya kemudian sendi sosial-budaya masyarakat juga menjadi terganggu akibat sikap masyarakat yang merasa khawatir dan waswas dalam menghadapi Covid-19 yang tak kasat mata.

Pandemi Covid-19 yang melanda pada lebih dari 200 negara di dunia seakan ingin menunjukkan bahwa Tuhan tetap Yang Maha Kuasa di muka bumi ini. Manusia di seluruh muka bumi hanya bisa ‘’sembunyi di dalam rumah’’ (stay at home) sebagai salah satu upaya memutus rantai penyebaran pandemi Covid-19 yang tidak kasat mata di mana keberadaannya. Manusia bagai tidak berdaya menghadapi pandemi yang memapar muka bumi hanya dalam hitungan bulan. Bencana alam kesehatan menerpa masyarakat dunia yang tidak siap menghadapinya.

Baca juga:  Jalan Lurus Menuju Kehancuran Sektor Pertanian di Bali

Tatanan new normal merupakan upaya Bali dalam mulai menerapkan Tatanan Peradaban Kehidupan Era Baru, hidup berdampingan dengan Covid-19 yang masih bertebar di tengah kehidupan masyarakat. Tatanan ini lebih ditujukan untuk menghidupkan ekonomi masyarakat, sehingga dalam jangka panjang masyarakat akan mampu bertahan menjalani kehidupannya.

Adanya realitas harus hidup berdampingan dengan virus Corona atau Covid-19 yang masih nyata ada di tengah keseharian kehidupan masyarakat, menuntut diperlukannya protokol kesehatan ketat agar kita tetap terhindar dari paparan penyebaran Covid-19. Tatanan peradaban kehidupan era baru harus menjadi paradigma baru masyarakat, sehingga krama Bali semakin produktif dan tetap selalu sehat.

 

Peradaban Era Baru

Pandemi Covid-19 yang saat ini masih merebak harus kita hadapi sebagai musuh bersama. Sementara orang yang kebetulan terpapar Covid-19 justru harus kita beri dukungan agar segera sehat kembali. Hanya dengan peradaban sosial bersama, rantai penyebaran pandemi Covid-19 dapat kita putuskan dan hentikan.

Baca juga:  "Karahayuan," Efektivitas Pembukaan Pariwisata Bali

 

Keputusan Gubernur Bali Wayan Koster yang menegaskan bahwa Bali akan menyelaraskan langkah menekan Covid-19 dengan langkah membangun ketahanan ekonomi, menjadi strategi yang tepat dalam menjaga kenyamanan hidup krama Bali. Meski Bali masih memiliki risiko dalam penyebaran Covid-19, namun Bali harus mulai membuka diri dalam menuju tatanan peradaban kehidupan era baru, dengan protokol yang jelas.

Harus ada pendekatan regulasi, koordinasi terpadu, dan pendekatan secara sekala dan niskala sesuai local wisdom krama Bali, dalam menuju peradaban kehidupan era baru. Protokol tatanan peradaban kehidupan era baru harus terus disosialisasikan secara intensif agar terbangun kesadaran masyarakat secara masif dalam menjalani peradaban kehidupan yang baru.

Memasuki peradaban kehidupan era baru, Bali dibuka secara bertahap, selektif, dan terbatas. Tahap pertama dilakukan dengan membuka aktivitas masyarakat lokal Bali sejak 9 Juli 2020. Pada tahap ini belum semua sektor kehidupan masyarakat diizinkan beraktivitas. Sedang tahap kedua direncanakan mulai 31 Juli 2020 bagi aktivitas wisatawan domestik, dan aktivitas wisatawan mancanegara sebagai tahap ketiga dimulai 11 September 2020.

Peradaban kehidupan era baru Bali merupakan peradaban sosial masyarakat yang secara bersinergi menuju keharmonisan Bali. Kita tentu masih ingat bagaimana dahsyatnya bencana gempa dan tsunami Aceh 2004 justru telah membangkitkan peradaban solidaritas sosial masyarakat yang luar biasa hingga di tingkat global. Manusia bagai tergerak untuk saling membantu guna meringankan beban masyarakat yang terdampak bencana.

Baca juga:  Integrasi Transportasi Publik

Demikian juga halnya saat bencana gempa Jogja 2005, Gunung Merapi 2010, Gunung Agung 2017, peradaban sosial bangkit secara bersamaan. Berbagai dapur umum dibangun secara mandiri di sudut-sudut lokasi bencana, menyediakan kebutuhan pangan para korban bencana secara gratis. Peradaban sosial bagai menemukan tempatnya untuk menunjukkan jati dirinya.

Di tengah munculnya ‘’musuh bersama’’ pada masyarakat, peradaban sosial masyarakat seakan tergugah untuk bangkit menghadapi musuh tersebut secara bersama. Demikian juga saat pandemi Covid-19 melanda muka bumi, peradaban sosial berskala global secara spontan muncul untuk saling bekerja sama dalam kapasitas yang dimiliki masing-masing negara guna menghentikan paparan pandemi Covid-19.

Atas nama peradaban sosial, antarnegara yang sebelumnya berseteru secara politik atau ekonomi, mendadak dapat bersatu saling bekerja sama melawan pandemi Covid-19. Paradigma peradaban sosial dalam skala global bagai menjadi cara pandang baru dalam melakukan kerja sama antara negara yang satu dengan yang lainnya, tanpa melihat latar belakang politik dan ekonomi.

Peradaban sosial menjadi paradigma sikap dengan keyakinan akan memberikan harapan lebih baik di masa depan. Peradaban sosial menjadi kunci kita dalam menemukan solusi. Hanya dengan sikap kebersamaan, kita akan dapat melewati dan menyelesaikan persoalan yang menjadi constraint dalam kehidupan masyarakat, seperti halnya pandemi Covid-19 ini.

Penulis, Arsitek, Senior Researcher pada Centre of Culture & Urban Studies (CoCUS) Bali, tinggal di Denpasar

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *