Gus Marhaen. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Perbedaan pandangan dalam tatanan proses demokrasi Indonesia hal yang wajar. Sekalipun dalam Rancangan Undang-undang (RUU). Seperti yang terjadi terhadap RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) yang ditolak oleh sejumlah kalangan.

Menurut Ketua Yayasan Kepustakaan Bung Karno, Gus Marhaen, respons penolakan RUU HIP itu sah-sah saja. Namun harus masuk akal dan aspirasinya tersebut harus disampaikan melalui dialog, dengan argumen yang merujuk kepada nilai akademis. “Saya ingin, kalau tidak setuju lakukan dialog. Dialog tidak melanggar. Aspirasi itu harus akademis dan dikaji, sebab menurut pandangan saya, Pancasila itu sudah final and binding (tuntas dan mengikat-red),” ujarnya dalam Wawancara Bali Post Talk, Kamis (2/7).

Baca juga:  Pasang Foto Bung Karno di Sekolah

Gus Marhaen tidak secara spesifik menjawab pandangannya terhadap RUU HIP tersebut. Namun, dijelaskan bahwa Pancasila merupakan kesepakatan yang dibuat dari isi bumi masyarakat Indonesia dari Sabang hingga Marauke. Bahkan telah disepakati oleh seluruh elemen masyarakat.

Bahwa terjadi pergolakan antara pendukung Pancasila dan bukan pendukung Pancasila, menurutnya pemerintah harus mempertimbangkan aspirasi seluruh masyarakat Indonesia, bukan hanya segelintir saja. “Jangan hanya bercuap-cuap Pancasila, tetapi praktiknya tidak terjadi,” tegasnya.

Baca juga:  Sejumlah Gunung akan Masuk Kawasan Suci, Jalur Pendakian akan Diatur

Dikatakan, salah satu pihak yang harus merujuk kepada ideologi Pancasila adalah partai politik. Menurut Gus Marhaen, dalam rangka menuju kekuasaan, partai politik harus merujuk kepada ideologi Pancasila dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Baginya, melihat dari catatan sejarah, nilai-nilai yang dituangkan Bung Karno dalam Pancasila sangat luar biasa. Sebab, nilai-nilainya telah mencakup kepentingan masyarakat luas. Oleh karena itu, pihaknya mengajak agar seluruh elemen kembali menyadari hal mendasar ini. “Pendiri Indonesia adalah Soekarno, suka dan tidak suka, tidak suka dan suka, ini harus dipahami,”pungkasnya. (Winatha/balipost)

Baca juga:  Nasionalisme Harus Jadi Spirit Kebinekaan
BAGIKAN