Pengendara melintas di depan baliho sosialisasi Pemilu 2019. (BP/dok)

Oleh Priyo Handoko, SAP, MA.

Masa kampanye merupakan fase menarik dalam rangkaian pelaksanaan pemilu. Apalagi dalam pemilu 2019, untuk kali pertama dalam praktik demokrasi di Indonesia pemilihan legislatif (pileg) dan pemilihan presiden (pilpres) akan digelar serentak. Dalam rentang waktu yang sama, mulai dari 23 September 2018 sampai dengan 13 April 2019, publik tidak hanya disuguhi janji-janji para caleg, melainkan juga pasangan capres-cawapres. Dinamika yang berkembang tentu akan berbeda dibandingkan sebelas pemilu yang pernah berlangsung sejak 1955.

UU Pemilu No. 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum pada pasal 267 ayat 1 menyebutkan bahwa kampanye pemilu merupakan bagian dari pendidikan politik masyarakat dan dilaksanakan secara bertanggungjawab. Pasal-pasal berikutnya menjabarkan aturan main dan batasan-batasan pelaksanaan kampanye bagi setiap peserta pemilu. Termasuk sanksi atas pelanggaran. Baik yang dilakukan pelaksana kampanye, tim kampanye, maupun peserta kampanye. Sanksinya mulai dari penghentian pelaksanaan kegiatan kampanye hingga pidana.

Meskipun telah diatur bahwa kampanye harus dilakukan dengan cara yang sopan, tertib, mendidik, bijak, beradab, dan tidak bersifat provokatif, potensi terjadinya pelanggaran tetap terbuka. Misalnya, pemasangan alat peraga kampanye tidak pada lokasi yang telah ditetapkan, kampanye yang diselingi bagi-bagi uang (money politics), maupun pembagian bahan kampanye yang nilai rupiahnya melampaui batas ketentuan Rp 60 ribu.

Baca juga:  Pancasila Sakti dan Caleg Mantan Koruptor

Persoalan lain yang turut membayangi masa kampanye adalah merebaknya kampanye hitam (black campaign). Gelombang pasang media sosial (medsos), dalam konteks ini membantu penyebaran materi kampanye hitam dengan lebih cepat dan luas.

Istilah kampanye hitam sering disubstitusikan dengan kampanye negatif (negative campaign). Seolah-olah keduanya sama. Padahal secara konsepsi berbeda. Kampanye hitam misalnya, bertujuan untuk menjatuhkan dan melakukan pembunuhan karakter (character assassination) seorang calon dengan memaparkan isu yang tidak benar dan tidak didukung bukti. Sebaliknya, kampanye negatif berusaha untuk membuka sisi-sisi minus seorang calon dengan referensi data yang kuat.

Substansi materi kampanye hitam juga cenderung mengandung unsur fitnah. Bahkan tanpa beban moral sampai menyentuh wilayah yang paling privasi dari diri seorang calon. Sementara itu, kampanye negatif lebih selektif. Ia hanya menggugat hal-hal tertentu dari diri seorang calon yang dinilai memiliki signifikansi besar dengan persoalan tata kelola pemerintahan dan kemasyarakatan.

Yang terakhir, model kampanye hitam biasanya dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Tidak jelas sumbernya. Sedangkan kampanye negatif dikerjakan secara terbuka dan jelas siapa yang menjadi penanggungjawabnya. Tegasnya, black campaign bersifat menyesatkan, membangun keresahan dan membodohi. Keberadaannya sejajar dengan berita atau kabar hoax. Mereka ini kontraproduktif dengan demokrasi. Berkebalikan dari itu, negative campaign justru bersifat mencerahkan dan turut mendinamisasi proses demokrasi.

Baca juga:  PDI-P dan Gagasan Partai Modern

Dalam praktik kepemiluan di Indonesia, istilah kampanye hitam pernah muncul dalam UU No 1 tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) No. 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi UU. Persisnya pada bagian penjelasan pasal 69 huruf c.

Pasal itu sendiri menyatakan bahwa dalam kampanye dilarang menghasut, memfitnah, mengadu domba partai politik, perseorangan, dan/atau kelompok masyarakat. Dalam bagian penjelasannya kemudian dikatakan bahwa ketentuan dalam pasal 69 huruf c tersebut merupakan kampanye hitam atau black campaign. Dalam UU Pemilu UU No 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum tidak dikenal istilah kampanye hitam. Namun dilihat dari substansi atau isi materinya, maka praktik kampanye hitam bisa dipandang melanggar dua ketentuan di dalam UU No. 7 tahun 2017. Yaitu pasal 280 ayat 1 huruf c dan d.

Huruf c menyebutkan bahwa dalam berkampanye dilarang menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon, dan/atau peserta pemilu yang lain. Sedangkan huruf d menambahkannya dengan klausul menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat. Pelanggaran atas larangan ini merupakan tindak pidana. Menurut pasal 521, sanksinya berupa pidana penjara paling lama dua tahun dan denda paling banyak Rp 24 juta.

Jangan Teperdaya

Selama masa kampanye masyarakat akan dibanjiri dengan beragam informasi mengenai peserta pemilu. Mulai visi, misi, dan program parpol, caleg, sampai pasangan capres dan cawapres. Ada opini yang baik, ada opini yang buruk. Ada yang meluruskan fakta, ada pula yang menjungkirbalikkannya. Ada kampanye negatif, ada pula yang tergolong kampanye hitam. Semua arus informasi ini selain dapat memicu keresahan dan konflik horizontal, juga berpotensi untuk memperdaya calon pemilih.

Baca juga:  Krusial, Tahapan Pengawasan Logistik Pemilu

Lantas, bagaimana menyikapinya? Pertama, masyarakat harus lebih jeli dalam menanggapi setiap informasi dan isu yang berkembang. Baik yang bersumber dari medsos, selebaran, koran dadakan, maupun cerita yang berkembang dari mulut ke mulut. Jangan langsung atau cepat percaya tanpa melakukan proses klarifikasi terlebih dahulu.

Kedua, setiap indikasi adanya kampanye hitam hendaknya diselesaikan melalui jalur atau mekanisme formal. Misalnya, dengan melaporkannya kepada panitia pengawas pemilu (panwaslu) di tingkat kecamatan dan kelurahan atau desa.

Dalam pelaksanaan kampanye, semua peserta pemilu bersama tim kampanye harus senantiasa mematuhi aturan. Kembangkan kultur kampanye yang elegan. Silakan jual gagasan-gagasan pembangunan yang brilian dan berpihak pada kepentingan rakyat banyak. Ironis sekali, momentum strategis demokrasi lima tahunan hanya menjadi ajang untuk saling menghasut, menghujat, menyebarkan fitnah dan mengadu domba sesama melalui berbagai bentuk kampanye hitam.

Penulis, Komisioner KPU Provinsi Kepulauan Riau periode 2018-2023

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *